Gema yang Sebenarnya

21 1 0
                                    

"Gue otw, Dan." Gema segera memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket setelah menyelesaikan panggilan dengan Dani.

Tidak seperti biasanya di mana Gema harus pamit pada ART atau kedua orang tuanya. Saat ini rumahnya kosong, bibi Wini yang biasanya mondar-mandir membersihkan rumah sedang izin pulang kampung, sementara kedua orang tua Gema sedang memeriksa kesiapan ulang tahunnya.

Sembari menyetir, mata Gema fokus pada maps tempat di mana dia dan teman-temannya akan berpesta.

"Lama banget, Ge. Nggak nyasar, kan, lo?" tanya Dani begitu Gema keluar dari mobilnya.

"Macet," sahut Gema singkat. "Apa kabar Bang Ikbal?" Gema menyalami tangan orang kepercayaan Dani yang tadi siang telah berhasil membobol CCTV di kompleks perumahannya.

Pria yang disapa bang Ikbal itu tersenyum simpul. "Baik, Ge."

Setelah basa-basi singkat itu Ikbal segera menjelaskan rencana yang sudah dia susun. Sebuah rencana di mana Gema akan memberikan sedikit pelajaran pada Alvin.

"Udah siap, Ge?" tanya Dani dengan pandangan tertuju pada kafe minimalis tempat Alvin dan teman-temannya nongkrong.

"Selalu," sahut Gema datar. Kemudian dengan pasti melangkah menuju kafe, di belakangnya Dani, Yusuf, dan Aldi mengekor. Sementara Ikbal, pria itu duduk santai mengamati dari kejauhan.

"Tuan Muda dan teman-temannya sudah masuk. Segera matikan semua kamera pengawas," kata Ikbal melalui earbuds di telinganya.

Suasana tampak ramai saat Gema dan teman-temannya memasuki kafe, mereka bergerak pasti menuju meja paling pojok kanan. Tempat di mana Alvin CS berkumpul.

Tanpa kata, tangan Gema menarik belakang kaos Alvin. Menarik paksa laki-laki hingga terjatuh dan menghantam wajah mulusnya dengan pukulan keras.

"Woe! Apa-apaan lo!" Cakra berdiri hendak melerai, tetapi beberapa pria berbadan besar langsung menghadang.

"Dani! Lepasin gue!" bentak Cakra. Sang kapten basket itu berontak dalam cengkraman para pengawal Dani. Bukan hanya Cakra, tapi juga teman-temannya yang lain.

"Banci lo semua!" teriak Guntur, sahabat Alvin.

Dani hanya menyunggingkan senyum. Dengan santainya dia duduk di kursi bekas Alvin dan menonton adegan baku hantam antara Gema dan Alvin.

Suara benda pecah, makian, umpatan, dan cacian bersahutan keluar dari bibir Gema dan Alvin. Kedua remaja laki-laki itu saling adu jotos. Satu jatuh, satu mengambil kesempatan. Bergerak cepat dengan memberikan pukulan keras.

Para pengunjung kafe yang rata-rata diisi oleh orang suruhan Dani, memblokade semua akses agar tak ada satu pun yang merekam aksi itu.

"Bangun, bangsat!" Gema menarik kerah kaos Alvin, memaksa rivalnya yang sudah tak berdaya itu menatapnya. "Ini balasan kalau lo berani-beraninya ganggu cewek gue," tekan Gema.

"Kinara bukan punya lo. Dia bakalan jadi milik gu--"

Bug.

Bug.

"Uh! Bakalan UGD tu anak," kata Dani ngeri. Baru kali ini dia melihat Gema mengamuk.

"Kinara punya gue. Sampai. Kapanpun. Punya. Gue!" kata Gema sambil menekan kata-katanya agar Alvin paham.

Gema bangkit. Meninggalkan Alvin yang nyaris tidak sadarkan diri. Semua teman-temannya bergegas menghampiri Alvin, membawa laki-laki itu ke rumah sakit terdekat.


***

Setelah mengamuk seperti banteng di arena, Gema tidak langsung pulang. Dia mampir ke rumah Dani. Menumpang membersihkan diri, menghilangkan bekas-bekas darah dan kotoran yang menempel di pakaian serta tubuhnya.

Gemara [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang