Tidak Ada yang Berubah

16 1 0
                                    

Patah hati adalah hal lumrah bagi seseorang yang tengah dilanda mabuk asmara. Namun, respons setiap orang dalam menanggapinya selalu berbeda-beda. Hal serupa juga dirasakan Gema.

Setelah mengalami penolakan dari Kinara, lalu menghabiskan malam di club dengan meneguk minuman keras. Paginya Gema sudah menampilkan wajah ceria. Entah apa yang menyebabkan dirinya begitu cepat mengembalikan suasana hatinya.

Tapi satu hal yang pasti, saat bangun tidur laki-laki itu melihat layar ponselnya yang penuh dengan panggilan tak terjawab dan juga belasan pesan dari Kinara.

Kinara

Kak Gema semalam nggak pulang? Kakak ke mana?

Kinara

Kakak marah sama Kinara? Kenapa telepon Kinara nggak diangkat?

Kinara

Kak Gema di mana? Kenapa nggak balas pesan atau telepon balik Kinara?

Kinara

Kak, jangan abaikan Kinara. Jangan benci sama Kinara. Kakak tidur di mana semalam? Kak Gema.

Kinara

Kakak.

Kinara

Kak Gema. Balas pesan Kinara. Kak.

Gema terduduk di kasur, matanya sibuk membaca ulang pesan Kinara. Sungguh, sakit di hatinya pelan-pelan mulai surut. Senyum yang semalam redup kini mulai pendar.

Dasar bucin! Dua kata itu tepat untuk menggambarkan keadaan Gema.

Ah, Gema boleh saja tidak memiliki hati Kinara tapi raga dan jiwa gadis itu seakan terikat dengannya. Apa gadis itu tidak tahu jika sikapnya yang seperti itu hanya akan membuat perasaan Gema yang tertolak kembali merekah?

"Kinara semalam nelepon lo, Ge. Tapi kita nggak ngangkat," ujar Dani saat melihat Gema mengecek ponselnya.

"Hm." Gema bergumam, lalu berdiri menuju balkon. Tak lama kemudian suaranya yang serak khas bangun tidur terdengar menyuarakan nama Kinara.

"Dasar bucin!" cibir Dani yang setujui Yusuf dan Aldi. Mereka akhirnya memilih keluar dari kamar, meninggalkan Gema yang fokus berbicara dengan Kinara di telepon.

"Kak Gema. Kakak di mana? Kenapa nggak angkat telepon dan nggak balas pesan Kinara? Kak Gema marah?" cerocos Kinara begitu menjawab telepon Gema. Sampai-sampai tidak ada salam.

Sementara Gema, laki-laki itu justru tersenyum kecil. Meski rasa sakit akibat penolakan itu masih nyeri, segelintir kebahagiaan akan kekhawatiran Kinara padanya berhasil menciptakan percikan kebahagiaan.

"Aku semalam nginap di rumah Dani, Ki," ungkap Gema. "Aku sama sekali nggak marah. Itu hak kamu mau nerima aku atau nggak."

Hening sejenak.

"Kak."

"Iya."

"Maaf, ya."

"Jangan minta maaf, Ki. Itu bukan salah kamu. Jangan dipikirin, ya."

"Kak Gema ke sekolah, kan?"

"Iya. Kamu udah siap-siap? Aku otw jemput kamu," ujar Gema.

Gemara [On Going]Where stories live. Discover now