Rasanya Berbeda

16 0 0
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo! Sabtu, 23 Maret 2024

Selamat menunaikan ibadah puasa 🥰🙏















Jam sudah menunjukkan pukul lima lewat dua puluh ketika Gema terbangun dari tidurnya. Senyumnya merekah kala pemandangan pertamanya ketika bangun tidur adalah wajah damai Kinara. Gadis itu tertidur sambil berbantalkan lengan Gema.

Rasanya, Gema ingin waktu berhenti sejenak. Agar dirinya puas memandangi paras ayu yang sudah terlihat lebih hidup. Ya, Kinara sudah lebih baik dari sebelumnya. Panas tubuhnya sudah menurun. Gema yakin siang atau sore gadisnya mungkin sudah diperbolehkan pulang.

Gadisnya. Ah, rasanya berbeda. Rasanya begitu menyenangkan saat kata gadisnya muncul di kepala. Gema tidak bisa mendefinisikan seberapa bahagianya dia saat ini. Harapan dan keinginannya terkabul. Ya, walaupun Gema harus dibuat ketakutan oleh kondisi Kinara yang tiba-tiba down.

Telapak tangan Gema menyusuri lembutnya helai demi helai rambut hitam Kinara. "Terus sama-sama aku, ya, Ki," bisik Gema. Harapannya agar menua bersama Kinara semakin kuat saat status gadis itu naik tingkat.

Gema lekas menarik tangannya, lalu kembali berpura-pura tidur saat merasa Kinara tampak akan bangun.

Jantung Gema berdetak gila saat pipi dinginnya bersentuhan dengan tangan lembut Kinara. "Selamat pagi pacarnya Kinara."

Sapaan pagi dari Kinara mau tidak mau membuat Gema menyerah. Bagaimana mungkin dia melewatkan interaksi pertamanya bersama sang kekasih?

"Pagi juga pacarnya Gema," kata Gema sambil menyunggingkan senyum manisnya.

Bukannya terkejut, Kinara justru menyambut Gema dengan senyum lembutnya. "Kinara ganggu tidurnya Kak Gema, ya?" tanya Kinara tanpa menghentikan belaian tangannya di pipi sang kekasih.

Kepala Gema menggeleng pelan. Diraihnya tangan Kinara lalu dikecup. "Nggak, Sayang. Gimana, kamu udah ngerasa mendingan?" Gema balik bertanya.

"Em. Tapi masih agak pusing, Ka."

Air muka Gema berubah. Lelaki itu mengelus kepala Kinara. "Kenapa nggak bilang dari tadi, Ki? Aku panggil Dokter, ya?"

"Nanti aja, Kak."

"Tapi kamu pusing, Ki."

"Peluk aja, Kak," gumam Kinara sambil merapatkan tubuhnya pada Gema.

"Peluk nggak akan bikin pusing kamu ilang,  Ki." Meski protes dengan Kinara, tetapi Gema tetap membalas pelukannya.

"Pusing Kinara memang nggak akan ilang, Kak. Tapi seenggaknya rasa rindu selama seminggu berjauhan dengan Kak Gema bisa terbalas." Kepala Kinara terangkat, senyum penuh ketulusan menghiasi wajahnya.

"Aku juga rindu kamu, Kinara. Tapi saat ini kesehatan kamu adalah yang paling utama. Aku janji kamu bisa peluk aku sepuasnya kalau udah sembuh nanti, ya. Aku ingin kamu cepat sembuh."

Melihat kekhawatiran dan ketulusan Gema, Kinara akhirnya menyerah. Melepas dengan tidak rela pelukannya. Namun gadis itu terkejut ketika Gema tanpa aba-aba menciumnya.

Kinara menatap punggung Gema yang berjalan menuju pintu. Saat lelaki itu sudah tidak terlihat lagi, Kinara menarik selimutnya dan menyembunyikan rona merah yang memenuhi kedua pipinya.

Rasa bibir Gema masih terasa. Sungguh, Kinara tidak bisa mengelak bahwa berciuman dengan Gema sangat-sangat membuatnya bahagia. Apalagi sekarang status keduanya sudah naik tingkat.

Sepasang kekasih.

Ah, Kinara ingin berteriak.

Bagaimana lembut Gema mengemut sepasang bibirnya secara bergantian. Kinara tahu Gema sangat baik memperlakukannya, tapi Kinara tidak tahu jika berciuman dengan lelaki itu ternyata dirinya diperlukan lebih baik lagi. Bahkan, sangat hati-hati.

Gemara [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang