chapter 34

144 32 21
                                    

~author

Sepulang sekolah tadi Fajri langsung masuk kamar dirinya mengurung diri di kamar ia tidak ingin di ganggu oleh siapapun termasuk Gilang, karna ia tidak ingin kelihatan lemah di mata orang, kini ia hanya sibuk menangis bohong rasa nya kalau ia tidak merindukan suasana rumah nya tapi apa daya rumah nya itu tidak menerima kehadiran anak seperti dia bahkan hanya gara gara hal sepele dirinya bisa di usir begitu saja, sakit banget rasanya di perlakukan seperti itu oleh keluarga sendiri

Fajri masih menangis, ia sedikit marah juga pada dirinya, mengapa ia harus bersikap begitu kepada Shandy, tapi satu sisi ia juga senang karna bisa membuat posisi abg nya aman.

Pikirannya mulai berputar, sampai kapan ia sanggup menghindar, sampai kapan ia harus menyusahkan gilang, dan kapan keluarganya bisa menerimanya lagi.

Tiba-tiba rasa mual menghantuinya, ia bergegas pergi kekamar mandi, untuk mengeluarkan isi perut nya agar rasa sakit ini cukup mereda.

Saat telah merasa cukup reda ia keluar dari kamar mandi, dan berjalan luntang-lantung karna lemas, hingga tak sadar pandangannya kembali buram, dan alhasil ia pun jatuh pingsan terbaring dilanti.

***
Gilang dari luar terus terusan mengetok pintu kamar Fajri karna ia khawatir dengan keadaan fajri yg tidak kunjung keluar kamar sejak pulang sekolah sampe sekarang bahkan sudah malam, Fajri pun jugak belum sarapan sarapan

"Ji buka pintu jii" teriak Gilang namun tidak ada respon dari dalam
Sepertinya Gilang harus membuka paksa pintu ini di karenakan dia sangat khawatir terjadi apa² terhadap Fajri apalagi Fajri tadi sempet ketemu Shandy di sekolah

Gilang terpaksa mendobrak pintu kamar Fajri berkali-kali sampai pintu itu terbuka dan sekarang pintu kamar itu pun telah terbuka betapa terkejutnya ia melihat Fajri tergeletak tak sadarkan diri.

Ia yang panik lngsung mengangkat fajri menuju mobil, dan berteriak memanggil supirnya agar cepat menyalakan mobil.

****

Rumah sakit^

Ia mendorong berangkar itu dengan tergesa-gesa, ia tak tau kenapa pikirannya begitu kacau, sesampainya didepan ruangan pemeriksaaan itu, ia memberhentikan langkahnya, dan menyandarkan diri dinding seraya menunggu harapan

Ia berfikir apa sepatutnya ia mengabari keluarga fajri? Kalau  terjadi apa-apa dengan keadaan fajri bagaimana?, Tapi mana mungkin mereka peduli? Begitulah pikiran yang berputar dikepalanya.

Setelah satu jam berlalu, dokter pun keluar, dan ia dengan sigap menghampiri dokter itu, melihat raut wajah dokter yang menandakan akan ada hal buruk, ia langsung memegangi bahu dokter itu dan mengguncangnya pelan.

"Semua baik-baik aja kan? Ngak ada yang serius kan? Semua akan kembali seperti semula kan? " Lontaran ucapan gilang yang begitu panik.

Dokter menarik nafasnya dalam, ia menatap pemuda didepannya dengan serius.

"Semua baik-baik saja jika batinnya juga baik-baik saja, seperti yang saya jelaskan kemarin bukan? Tapi sepertinya banyak pikiran yang mengganggunya, sehingga ia bisa drop, dan menimbulkan sebuah gejala" Jelas dokter panjang lebar

"Banyak pikiran? Drop? Gejala?, Maksud dokter apa? semua bisa dilewati dan baik-baik aja kan? " Tanya gilang yang mulai khwatir

"Iya banyak pikiran, dia drop karna itu, dan gejala yang timbul adalah gejala resiko terjadinya kanker otak, tapi kami harus memeriksa nya lebih lanjut supaya kami tau apa penyakit yg di derita pasien sebernya" Jelas dokter membuat ia membulatkan matanya.

"Ngak, ini ngak boleh terjadi, saya mohon lakukan yang terbaik" Jelas gilang dokter mengangguk

"Dokter pasti melakukan yang terbaik untuk pasien, tapi ini juga bergantung pada pasien, jika ia bisa menjaga penuturan yang saya jelaskan, maka masih ada harapan jika kanker itu tidak menyerangnya" Jelas dokter dan membuat gilang terdiam.

Fajri and FamilyWhere stories live. Discover now