35. Bolehkah?

135 17 1
                                    

Jam istirahat adalah waktu yang paling dinantikan oleh semua murid. Tapi, tidak untuk Nara. Hari ini ia tidak banyak bicara. Tubuhnya lemah lesu, tidak seperti biasanya yang tidak bisa diam. Bahunya pun tidak lagi tegap. Raut wajahnya pun demikian. Tidak ada energi positif dalam dirinya hari ini.

"AYO GUYS KITA MAKAN!"

Suara itu adalah suara yang sejak pagi tadi tidak Nara sukai. Ekor matanya menangkap Jeongwoo yang tengah menatapnya. Sudahlah, Nara sedang tidak bersemangat hari ini.

"Ra, ayo ke kantin." Ajak Wonyoung.

Nara hanya menggelengkan kepala, lalu kembali mengerjakan catatan dari guru yang belum ia selesaikan. Wonyoung hanya diam menatap Yuna yang ikut bingung.

"Kalau gitu, gue sama Yuna ke kantin ya. Nanti nyusul aja, oke?"

Hanya anggukan yang mereka dapat. Seperginya Wonyoung dan Yuna, Nara menghentikan aktivitasnya. Ia memilih untuk menelungkupkan kepala di atas tangan, lalu berusaha menyingkirkan perasaan tak jelas ini dari dalam dirinya.

Memang bukan tanpa alasan, Nara kecewa. Ia kecewa pada Jeongwoo dan Asahi yang seenak jidat mencari pengganti dirinya sebagai drummer untuk acara ulang tahun sekolah beberapa hari mendatang. Memang ini semua salahnya, tapi apa tidak bisa jika dua laki-laki itu memberikan konfirmasi dulu padanya?

Kalau seperti ini, Nara jadi merasa kesal pada dirinya sendiri. Kalau kata pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena kecewa dengan satu hal, semua jadi ikut kena imbasnya.

Ia melirik meja Haruto, tidak ada pemiliknya. Entah mengapa Haruto juga tidak membuka percakapan padanya. Ia juga bingung sekarang, apa satu masalah mulai bertambah lagi?

Sejak kemarin, sahabat kecilnya itu tidak membuka suara padanya. Ia bertanya pun tidak dijawab. Memangnya Nara ini batu?

Setitik air keluar dari pelupuk mata. Perasaan kecewa ini benar-benar menyiksa dan menggores hati kecil. Mau menyalahkan siapapun juga percuma, karena tetap ia yang salah.

Tuk!

Nara mendongak perlahan. Atensinya beralih pada sekotak susu strawberry yang mulai berembun. Tak jauh dari pandangan, seorang laki-laki dengan tubuh tinggi berdiri di dekat mejanya. Tatapannya ia arahkan pada orang itu.

"Haruto..."

"Iya, ini gue,"

Haruto menjeda ucapannya.

"Maaf..."

Haruto membawa Nara ke rooftop. Jauh dari jangkauan murid-murid. Dengan perasaan berdebar, laki-laki itu ikut duduk di sebelah Nara yang sedang melamun. Entah apa yang terjadi, tapi Haruto merasa sungkan ingin bertanya.

"Gue gak ngerti,"

Lamunan Nara buyar, ia menatap Haruto yang berbicara.

"Lo gak kayak biasanya yang cerewet dan aktif."

"Gue juga gak ngerti, kenapa lo tiba-tiba cuek sama gue. Gak kayak biasanya yang suka ngajak berantem."

Haruto memilih diam. Ia tidak tahu apa yang harus dibicarakan lagi.

"Padahal kita baru aja baikan, kenapa lo jadi cuek lagi?"

"Perasaan lo doang mungkin," jawab Haruto.

"Perasaan gue gak pernah salah,"

"Kata siapa? Sama Bang Jihoon aja cuma adek-kakak zone—aw, sakit!"

"Jangan bahas yang itu, ih!"

"Iya, iya. Udahan dong pukulin gue nya, sakit buset!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Music • AsahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang