3. Tentang Pernikahan & Perceraian

3.5K 425 27
                                    

Sesuai janji, Bara menjemputnya jam tujuh pagi

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Sesuai janji, Bara menjemputnya jam tujuh pagi. Setelah berpamitan dengan kedua orangtuanya yang baru saja turun ke ruang makan, ia langsung menemui Bara yang sudah menunggunya di halaman rumah. Pria itu berdiri di samping mobilnya, memakai kemeja biru dongker yang lengan panjangnya digulung hingga ke siku. Rambutnya tersisir rapi. Wangi parfumnya tercium saat ia mendekat.

"Yuk." ajaknya. Ia melihat laki-laki itu mengangguk. Ia masuk saat Bara membukakan pintu penumpang untuknya.

Roda mobil Bara berputar keluar dari komplek perumahannya. Jalan raya yang padat menyambut mereka. Halte dan trotoar terlihat ramai. Semua orang sibuk dengan kegiatannya.

"Kamu belum sarapan, kan?" Bara bertanya. Ia melirik Alma yang mengangguk. "Kamu cantik banget hari ini." puji Bara tanpa aba-aba.

Rona merah merambat di wajah Alma. Ia menunduk dan merasa malu. Ia benci saat hangat menjalari perasaannya. Ia bukan ABG. Harusnya ia tidak seperti ini.

Bara terkekeh melihat respon gadis itu.

"Jadi biasanya aku jelek?" kata Alma setelah berhasil menjaga mimik wajahnya.

"Nggak gitu. Biasanya aku ngelihat kamu itu sore, atau malam. Muka kamu udah kusut jam segitu."

Alma mengangguk setuju sambil tersenyum.

"Kerjaan kamu tuh memang sebanyak itu, ya? Maksudnya, sampai harus pulang malam terus."

"Ya begitu lah." Alma menjawab singkat.

Bara memutar musik dengan volume rendah sehingga tidak mengganggu pembicaraan mereka.

"Kamu kenapa milih jadi dokter?" Alma menoleh pada Bara yang masih fokus menyetir.

"Karena Papa mau salah satu anaknya ada yang ngikutin jejaknya."

"Kenapa harus kamu?"

"Karena Mahesa nggak sepintar aku." Bara menjawab dengan kekehan pelan. "tapi benar, Mahesa sama sekali nggak punya minat ke kedokteran. Jadi mau nggak mau, ya, aku."

"Jadi kamu terpaksa?"

"Awalnya..." kata Bara. Tangannya memutar setir melewati belokan, "tapi lama-lama aku tahu kalau aku cocok di sini."

"Terus... kenapa milih internis?" Alma bertanya lagi penuh rasa ingin tahu.

"Internis itu pasiennya banyak. Ilmunya juga luas. Jadi kayaknya nggak akan ngebosenin."

Alma mengangguk, "Kalau nggak jadi dokter, kira-kira kamu bakal jadi apa?" Alma sepertinya punya banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Bara.

Bara berpikir sebentar, "atlet MMA, mungkin."

Mulut Alma terbuka. Ia menoleh dan menatap Bara tidak percaya, "kenapa?"

Senyum Bara melengkung tipis, "dulu waktu SMA aku jago berantem."

Deep Talk Before Married [TAMAT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora