12. I'm Terribly Sorry

2.1K 329 14
                                    

Bara menaiki tangga dengan langkah cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bara menaiki tangga dengan langkah cepat. Ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu di belakangnya. Bi Lis yang masih ada di ruang tamu sampai menjatuhkan remot di tangannya karena kaget.

Ia melempar ranselnya ke sofa dengan kasar lalu masuk ke kamar mandi. Ia melucuti pakaiannya dan berdiri di bawah pancuran air. Sebelah tangannya bergerak memutar kran hingga air jatuh membasahi kepala dan tubuhnya. Ia berdiri di sana lama-lama. Berharap air dingin itu mampu meredam segala panas yang terasa di sekujur tubuhnya.

Ia mengepalkan tangan kuat-kuat. Bayangan laki-laki itu masih teringat jelas. Bayangan saat Alma keluar dari mobil itu. Bayangan tato di tangan laki-laki itu. Juga ingatan saat Alma membohonginya. Tentang siapa saja yang datang ke rumah Gia, soal dia ingin menginap, dan soal tato yang melekat di tubuh gadis itu. Itu semua menyakitkan.

Bagi Alma, itu mungkin bukan apa-apa. Tapi baginya, itu melukainya terlalu banyak. Dadanya terasa sesak. Seperti diremas begitu kuat. Ia telah memberikan kepercayaan, tapi gadis itu membohonginya seolah itu bukan apa-apa.

Setengah jam kemudian, Bara keluar dari kamar dan langsung berpakaian. Ia mengambil botol air minum di atas meja dan membawa kotak rokok ke balkon kamarnya. Ia menyalakan ujung rokok dengan bantuan pemantik api.

Ia menatap ujung rokoknya yang meretih, lalu menyesap ujung lainnya. Ia berlama-lama di sana. Angin dingin malam itu nyatanya tak juga bisa mengusir kegusarannya. Otaknya terasa penuh. Dadanya terasa ingin meledak saking marahnya.

Jika saja ia menghajar laki-laki itu, atau mencecar Alma selama perjalanan, ia yakin saat ini ia pasti sudah tenang. Tapi ia tidak bisa melakukan itu. Ia tidak ingin melakukannya.

Alma tidak pernah tahu seberapa keras ia berusaha untuk tetap diam sementara ada begitu banyak pertanyaan di otaknya. Gadis itu tak tahu mati-matian ia berusaha tak menaikkan angka di spidometer selama perjalanan. Alma pasti tidak akan tahu seberapa keras ia menahan emosinya.

Ia mengusap wajahnya kasar. Tangannya menekan rokok ketiganya ke asbak. Ia tidak tahu apakah rasanya memang sesakit ini? Atau memang ia yang berlebihan?

Ia mengambil ponsel dan membuka menu chatting. Ia membuka kotak pesan Alma dan melihat status gadis itu masih online. Ia mulai overthinking. Apa gadis itu sedang berkirim pesan dengan mantan pacarnya? Atau tidak bisa tidur karena masalahnya? Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidak sanggup memikirkan kemungkinan pertama.

Ya kalau aku maunya diomongin baik-baik secepatnya. Nunda-nunda menyelesaikan masalah bikin aku nggak enak tidur. Nggak enak ngapa-ngapain. Ia ingat kata-kata Alma beberapa hari yang lalu.

Ia menarik napas panjang, lalu menyesap air dalam botolnya banyak-banyak. Lagi, ia memilih percaya pada gadis itu kali ini. Bahwa gadis itu belum tidur karena hatinya tidak tenang.

Ia mengirim pesan pada gadis itu. Meminta maaf atas sikapnya. Bilang bahwa besok dia bisa menjelaskan semuanya dan meminta gadis itu beristirahat. Ia menjatuhkan egonya. Serendah-rendahnya. Ia ingin gadis itu mendapatkan istirahat yang cukup, sementara ia bingung bagaimana harus mengatasi dirinya sendiri.

Deep Talk Before Married [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang