11. R for Radit?

2.4K 313 22
                                    

Dengan ransel di sebelah punggungnya, kaki Bara bergerak tangkas menuruni tangga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Dengan ransel di sebelah punggungnya, kaki Bara bergerak tangkas menuruni tangga. Saat melihat ada ayahnya di ruang makan, ia merogoh saku untuk mengeluarkan ponsel dan mengabari Alma bahwa ia akan sarapan di rumah hari ini. 

Ia menyapa, lalu duduk di kursi biasanya. Ayahnya sudah berpakaian rapi. Pria itu melepaskan sejenak tatapannya dari tablet dan menatapnya. 

“Kamu udah ada rencana menikah, Bar?” Irawan bertanya. Ia menatap anak bungsunya yang sedang menyesap air di gelasnya. 

“Niat sih ada, tapi belum tahu kapan.” Bara mendekatkan piring berisi nasi goreng yang baru saja diletakkan di meja makan. “masih banyak yang harus Bara sama Alma obrolin.” 

Irawan mengangguk. Ia menutup tab dan menyimpan di tas kerjanya. “kasih tahu kalau udah ada rencana, ya. Biar Papa siapin dananya.” 

Bara tersenyum, “malu kali, Pa. Bara udah kerja, masa nikah masih dibiayai Papa juga.” 

“Ya nggak apa-apa.” jawab pria itu, “Papa tuh nyimpan uang banyak-banyak buat apa. Udah nggak banyak kebutuhan.”

Bara menelan isi mulutnya, “Papa harusnya kurangi jam praktek. Banyakin istirahat di rumah, atau liburan.” 

“Papa banyak di rumah juga ngapain, Bar. Di rumah sepi. Kita aja kayaknya lebih banyak ketemu di rumah sakit dari pada di rumah.”

Bara mengangguk setuju, “iya, sih.”

“Kemarin Papa nawarin Ciara buat beli mobil, tapi dia nggak mau. Apa Papa beliin apartemen aja, ya? Kamu sama Mahesa kan udah punya.” 

Bara mengangguk kecil. Tak diragukan lagi, ayahnya tak cuma royal pada anak, tapi juga menantu dan mungkin sampai ke cucu nantinya. Bara tidak pernah tahu kenapa ayahnya tak menikah lagi setelah ditinggalkan ibunya. Ia tidak pernah bertanya. Padahal saat itu, ayahnya masih terbilang muda. Dia sehat, mapan dan tampan. 

“Minggu ini Mahesa ngajak glamping di Bogor.” Irawan memberitahu. 

“Papa ikut?” 

“Papa lihat jadwal dulu. Kamu ikut, ya. Ajak Alma juga kalau bisa. Biar ramai.” 

Bara mengangguk sebagai jawaban tercepat. 

*** 

Alma menjatuhkan bobot di samping ibunya yang sedang fokus dengan layar ponsel di tangannya. Bahunya merosot. Ia menyandarkan kepala di bahu ibunya. Jemarinya terpilin satu sama lain. 

“Dijemput Bara?” 

Alma mengangguk. Alma menghela napas berat. Ia menyisipkan lengan di lengan ibunya, “kalau nanti jadi nikah, Bara minta Alma nggak kerja.” Alma memberitahu. 

“Lalu?” Wanita itu masih sibuk dengan ponselnya. 

“Alma nggak mau.” 

“Kenapa?” 

Deep Talk Before Married [TAMAT]Where stories live. Discover now