29. PTSD

2.4K 321 12
                                    

Bara mengekori Alma menyusuri lorong hingga berhenti di sebuah pintu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bara mengekori Alma menyusuri lorong hingga berhenti di sebuah pintu. Ia melihat gadis itu menempelkan kartu akses ke lempengan dan menekan handle pintu untuk membuka. Ia masuk dan memindai sekeliling. Ruangan itu rapi. Interiornya terlihat mewah. Ada piano di ujung ruangan dekat jendela.

Ia duduk saat Alma mempersilakan sementara gadis itu pergi ke dapur setelah menaruh tasnya di sofa.

"Maaf nggak ada apa-apa di sini." Alma menaruh segelas air putih.

"Nggak apa-apa." Sejujurnya, perut Bara sudah penuh. Ia kembung karena meneguk dua botol minuman kaleng.

Alma menyandarkan punggung di sofa, melipat kedua lengannya di dada dan menatap Bara di depannya.

"Apa yang mau kamu omongin sejak kemarin?" Alma bertanya. Ia melihat Bara tampak berpikir. Mulut lelaki itu terbuka, tapi tidak ada sepatah katapun yang keluar. Lelaki itu sepertinya tengah memilah kalimat.

"Aku mau minta maaf..." Bara memilih kalimat itu sebagai kalimat pertama yang ia katakan, "aku tahu aku keterlaluan karena nggak kasih tahu keinginan aku sejak awal." Ia menatap Alma yang tampak memerhatikannya, "dan terlalu mudah melepaskan kamu."

Bara mengambil jeda sebentar, "waktu jadi residen, aku sempat ke psikiater dan didiagnosis gejala PTSD (gangguan stress pasca trauma). " kata Bara, "saat itu, aku melihat kematian salah satu pasien secara langsung." lanjutnya, "tapi awalnya memang dari kehilangan Mama."

Alma tidak familiar dengan istilah-istilah itu, tapi ia menahan diri untuk tidak memotong omongan Bara.

"PTSD itu gangguan jiwa yang terjadi karena kejadian traumatis. Saat melihat kematian secara langsung, tubuh aku memberikan respon yang berlebihan. Termasuk cemas, ketakutan dan biasanya suka flashback ke masa lalu."

"Sebenarnya selama nggak ada pemicunya, aku baik-baik aja." Bara mengenang masa-masa itu, "tapi memang, ketakutannya nggak bisa hilang gitu aja."

Alma menatap Bara lekat-lekat.

"Gejala yang aku alami termasuk ringan. Tapi melihat kematian secara langsung memang nggak mudah buat aku." jelas Bara, "aku tahu aku seharusnya jujur sejak awal." Bara menelan ludah, "aku pikir aku udah ceritain semua masa laluku sama kamu. Tapi aku lupa aku punya banyak PR ."

Ini jauh lebih kompleks dari yang Alma bayangkan. Ia tidak mengatakan apapun. Ia fokus pada Bara dan membiarkan lelaki itu menyelesaikannya ceritanya.

"Setelah ngobrol sama Mahesa, masalah utama aku memang sepertinya karena aku belum berdamai sama masa lalu." Bara menatap ke gelas di atas meja, "setelah belasan tahun, aku bahkan nggak tahu gimana caranya."

Bara mengambil jeda lagi. Tarikan napasnya terasa berat.

"Al..." kali ini Bara menatap tepat ke manik mata Alma, "aku nggak bisa menjanjikan apapun sama kamu. Tapi aku mau kamu tahu kalau aku pengin sembuh. " ujar Bara.

Deep Talk Before Married [TAMAT]Where stories live. Discover now