5. Cinta atau Obsesi?

3.1K 367 15
                                    

Alma keluar dari salah satu ruangan di lantai sembilan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alma keluar dari salah satu ruangan di lantai sembilan. Beberapa orang mengekor di belakangnya. Sementara yang lainnya langsung pergi, ia menjabat tangan seorang pria. Pria itu mewakili perusahaan supplier dan datang untuk membicarakan terkait supply beberapa alat kesehatan di rumah sakit itu.

"Makasih, ya, Mbak Alma. Nanti kalau ada kurang jelas bisa langsung hubungi saya." kata pria itu.

"Sama-sama, Pak." Alma tersenyum ramah. Ia menoleh pada sebuah pintu yang terbuka tak jauh dari sana. Sosok Bara muncul.

"Mbak Alma belum makan siang, kan? Saya traktir makan siang dulu, gimana?"

"Nggak usah, Pak. Makasih." Alma berusaha keras mengurai jabatan mereka namun gagal. Pria di depannya masih terus membujuknya, juga bertanya makanan yang ia suka dan berjanji akan mengirim untuknya, sementara ia menyadari langkah Bara semakin mendekat. Entah kenapa ia mulai merasa gugup.

"Nggak, Pak. Jangan. Kita nggak terima hal-hal yang seperti itu." Dengan pelan, namun penuh tenaga, Alma menarik tangannya hingga akhirnya tautan tangan mereka terurai.

Setelah berbasa-basi sedikit, pria itu pergi lebih dulu menuju lift.

"Bukannya aku udah bilang, jabat tangan sama orang-orang penting aja." Alma mengulas senyum saat Bara menjulang tinggi di depannya. Nada suaranya datar dan dingin.

"Itu formalitas doang, Bar." kata Alma.

Bara mengambil tangan Alma dan mengusap telapak tangan gadis itu dengan jari-jarinya. Seperti berusaha menghapus jejak sentuhan pria itu. Itu adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan, meski ia jelas lebih ingin meremukkan jari-jari pria itu.

"Dia godain kamu. Kalau kamu nggak tegas, kamu bakal digodain terus."

Alma menarik napas panjang. Ia melirik Bara yang wajahnya tampak dingin. Laki-laki itu menyusupkan sebelah tangan ke dalam saku celananya. Jas putihnya sudah melapisi kemeja biru mudanya. Mereka sudah berdiri di depan lift dan tengah menunggu kotak besi itu terbuka.

"Iya, lain kali aku lebih tegas." kata Alma saat ia melangkah masuk ke dalam lift. "let me buy you a cup of coffee." katanya lagi saat Bara masih terdiam. Laki-laki itu benar-benar marah padanya. Hanya karena ia berjabat tangan. Luar biasa.

"No. Thanks."

Alma mengulum senyum, "oh, jadi Bara gini kalau marah. Lucu, ya."

"Iya. Bikin marah aja terus."

Lift terbuka di lantai delapan.

"Nggak turun?" Bara melirik Alma yang masih berdiri di sebelahnya.

"Nggak. Aku mau nganterin kamu ke poli. Mood kamu lagi jelek, takutnya kamu ngomel-ngomelin orang di sepanjang jalan." Alma menekan kembali tombol supaya kotak besi tertutup.

Alma menggeser tubuh dan mengambil telapak tangan Bara. Ia menggelitik telapak tangan laki-laki itu dengan jari telunjuknya. Tapi laki-laki itu tak bergerak sedikitpun hingga lift terbuka di lantai enam.

Deep Talk Before Married [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang