Bagian 12

1.1K 246 18
                                    

Benar-benar ajaib, kegiatan makan ini memang sepertinya menjadi salah satu hal yang paling Rosela sukai.

Jeka memutar otak, kira-kira hal apalagi yang mesti dilakukan nya?. Yah, meski Rosela terlihat tidak sinis lagi, tetap saja Jeka harus memikirkan bagaimana caranya agar gadis itu mau berbicara setidaknya satu atau dua patah kata.

"Kapan-kapan, tunjukkin dong caffe nya si temen lo itu. Kali aja gue bisa mampir kesana."

Rosela terdiam, Ia pikir, Jeka mengetahui caffe milik Lisha. Padahal, tadi sore, Jeka dan Sesil mampir di daerah itu.

"Bukannya lo udah tahu ya?"

"Nggak, kata siapa?. Gue bahkan baru tahu kalo lo nyambi kerja disana."

Lagi-lagi gadis itu terdiam. Otaknya berpikir bahwa dia harus menanyakan kejadian sore tadi.

"Jeka, gue boleh nanya gak?."

Jeka terkekeh geli, "Boleh dong"

"Lo kenal sama Sesil?."

Jeka mendengus, lalu memusatkan tatapannya pada Rosela. Tangannya yang besar itu menyentuh permukaan jari Rosela. "Gue kenal baik sama dia Rose. Dia itu sepupu gue."

Maka, jawaban itu sukses membuat Rosela tercengang. Jeka benar-benar tidak bisa ditebak, semakin dalam mengenal Jeka, semakin Rosela dibuat terkejut nyaris ingin pingsan.

Mulai dari Jeka yang lahir di keluarga berada, dihormati dan dijunjung tinggi martabat nya. Jeka yang di anggap sebagai orang yang mesti Jimmy segani karena dia adalah anak dari pemilik perusahaan tempat Jimmy magang.

Lalu, sekarang, Jeka memiliki hubungan darah dengan Sesil. Sesil, gadis centil yang selalu Rosela benci karena keberadaan nya membuat Rosela muak.

Kini, apakah Rosela bisa menerima semua hal yang bertentangan dengan dirinya?. Rosela tidak suka kala mendapati jika dirinya dekat dengan keluarga Sesil.

"Jeka. Gue...."

"Kenapa Rose?. Lo keberatan dengan pernyataan gue?"

"Iya, jujur gue keberatan banget."

Pria itu kini tidak bisa berkata apapun, walaupun Jeka tahu persis alasan Rosela berbicara seperti ini. Namun, pada akhirnya, apakah dia akan ditinggal lagi?. Mengapa?. Mengapa semua orang ingin meninggalkan nya?. Mengapa Jeka tidak pernah punya wanita yang tulus di sisinya?. Mengapa setiap Jeka ingin mendekati gadis lain dirinya selalu berakhir tidak bahagia?.

Mengapa, selalu menjadi kata yang Jeka simpan baik-baik dalam otaknya ketika dirinya benar-benar gagal.

"Denger Jeka. Gue bakalan lakuin tugas gue sampai selesai nanti. Setelah itu, gue pikir, kita gak bisa punya hubungan baik setelah perjanjian ini berakhir."

Rosela menyeruput jus mangga yang tadi dia pesan. Sungguhan, gadis itu sudah memikirkan semuanya, dia tidak bisa menuruti kata hatinya.

Hatinya masih ingin mengenal Jeka, hatinya masih ingin disini bersama pria itu. Tapi, sekali lagi, Rosela menolak untuk menurutinya.

"Oke, berarti gue punya waktu dua bulan tersisa." Balas Jeka dengan rasa gundah di hatinya.

Jeka selalu memikirkan bahwa dia dan Rosela bisa lebih dari itu. Namun, sepertinya semua itu hanya angan-angan saja. Sebelum Jeka menyatakan perasaannya, Rosela bahkan dengan jelas menolaknya.

"Gue janji akan lebih rajin ke apartemen lo. Kalau gitu, setelah ini, kita ke supermarket. Persediaan makanan lo udah habis kan?"

"Iya. Makanya gue ngajak lo keluar malem ini."

Dari awal Jeka mendekati Rosela dengan cara yang salah. Jeka tidak berjuang seperti lelaki lainnya. Memberikan beribu-ribu kalimat manis, ataupun mengirimkan Rosela sebuah bingkisan-bingkisan lainnya yang gadis itu sukai.

Lantas, bisakah dia membalik situasinya?. Karena sampai kapanpun, Jeka tidak akan pernah menyerah dengan semua keinginan nya. Jeka selalu mendapatkan apa yang dia mau. Ya, apapun itu.






***





Pukul sembilan malam, mereka berdua tiba di apartemen. Rosela bergegas menuju dapur guna menata kulkas. Menaruh semua persediaan makanan yang tadi di beli nya bersama Jeka. Entah daging, sayur, telur ataupun frozen food seperti nugget dan sosis.

Berbeda dengan Jeka yang langsung sembunyi di dalam kamar. Pikir Rosela, Jeka pasti ingin segera mandi. Karena jika diingat-ingat lagi, baju Jeka tadi masih sama seperti yang dikenakan nya sore ini.

Rosela menghentikan uluran tangannya saat merasa pikiran nya terganggu. Apa dia terlalu berlebihan kala menyikapi hubungan antara Jeka dan Sesil. Mengapa sosok Jeka seolah-olah adalah sebuah ancaman baginya?. Padahal, Rosela mengerti bahwa Jeka tidak ada kaitannya sama sekali dengan perbuatan menyebalkan Sesil di masa lampau.

Jeka tidak pantas untuk di seret-seret dalam tindak kebencian yang Rosela lampirkan pada Sesil. Dan Rosela tidak boleh benci pada Jeka hanya karena mereka satu keluarga.

Gosh. Rosela terdistraksi akan semua titik hitam di dalam pikiran nya, sehingga tanpa sadar dia memukul rata semua keluarga Sesil. Men cap bahwa dia mesti menjauhi semua hal yang berhubungan dekat dengan Sesil. Hal ini, tentu tidak baik bukan?.

"Udah selesai nata nya?. Mau pulang sekarang?."

Rosela menoleh ke belakang, gadis itu tersenyum kecil lalu mengangguk. "Udah deh kayaknya, tapi kantong belanja yang satu lagi belum di keluarin. Keliatannya sih, barang-barang kayak keperluan mandi gitu"

"Oh, itu emang barang yang gue pilih sendiri, gampang, biar nanti gue yang tata."

Percakapan itu terputus saat keduanya sama-sama diam. Baik Rosela maupun Jeka, mereka berdua bingung ingin membahas topik apalagi.

"Gue bener-bener minta maaf." Tutur Jeka secara tiba-tiba. Pria itu mengeratkan pegangan pada sudut meja makan disana.

Sedangkan Rosela hanya bisa menunduk. Dia bingung sekaligus merasa tercekik akan situasi ini.

"Gue tahu, lo benci banget sama Sesil. Lo masih sakit hati karena dia. Gak seharusnya gue ada di deket lo." Nada suara Jeka memelan.

Rosela tertegun, dia jahat sekali. Gadis itu semakin merasa bersalah karena ucapan bodoh nya tadi. "Jeka, gue gak bermaksud buat—"

Belum sempat Rosela menyelesaikan perkataan nya, tiba-tiba bibirnya di bungkam oleh Jeka.

Bibir Jeka menekan lembut labium merah muda itu. Menyesap bagian atas dan bawah nya dengan lidahnya.

Jeka pikir, Rosela mungkin akan mendorong nya atau menampar nya karena telah kurang ajar menciumnya. Namun, alih-alih mendapatkan nya. Rosela malah mengalungkan kedua tangannya pada tengkuk Jeka.

Pada akhirnya, Jeka dan Rosela terlarut dalam pertukaran saliva itu. Ditambah, Jeka mengangkat tubuh Rosela, dan meletakkan nya ke atas meja makan. Kaki Jeka berdiri di sela-sela kedua paha Rosela.

Lidah Jeka menelusup, membelit lidah Rosela di dalam sana. Mengabsen setiap deretan gigi rapih Rosela. Dengan bibir keduanya yang semakin membengkak.

Bahkan rasa lipstik Rosela begitu menghantuinya, begitu manis dan wangi.

Bibir Rosela benar-benar empuk dan lembut, Jeka bersumpah baru menemukan nikmat nya kegiatan yang namanya ciuman ini. Ditambah dada mereka berdua saling bersinggungan. Menambahkan percikan-percikan gairah yang semakin kuat.



"Nghh, Jekahh."





Sialan, Rosela mendesah.





***


Please enjoy and happy reading.







I'M THE WINNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang