Bagian 20

934 164 7
                                    

Miqdar menyesap vape di genggamannya dengan frustasi. Pria itu mengacak rambut nya, pikirannya kacau dan juga sedih.

Handphone yang bertengger di telinga nya mampu membuat dia kelabakan akibat suara yang menyahut di ujung sebrang telpon.

"Kenapa bisa sakit?. Baru tiga hari disini, lo udah bikin gue khawatir"

"   "

"Jeka, gue disini cuman seminggu. Apa perlu, gue tunda kepulangan gue nanti?. Biar gue bisa mastiin lo sampe sehat"

"Gak perlu Miq. Cuman demam biasa kok. Paling besok juga sembuh."

Miqdar mendengus, lalu terkekeh kecil. "Terus, progres lo buat minta maaf ke Rosela gimana?. Masa iya jadi batal semua?."

Di ujung telepon, Jeka tersenyum lemah, dengan kondisi tubuhnya yang rapuh, sedari tadi, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berbaring di ranjang.

"Gak apa-apa. Nanti gue bakal siapin lagi, yang lebih bagus dari ini"

"Tapi kan, lo udah rogoh kocek jutaan buat nyiapin itu semua, gue cuma—"

"It's okey Miq. Toh, Rosela juga lagi sibuk-sibuknya sama Erick kok. Lo bilang dia susah buat dibujuk pergi sama lo kan?."

Miqdar tertegun. Dia benar-benar merasa tidak mengenali sosok Jeka lagi. Jeka yang dia kenal itu sangat egois, tidak peduli apapun halangan nya, jika dia mau, pasti Jeka selalu mendapatkan itu. Entah dengan cara yang baik atau kasar sekalipun.

Namun, Jeka selalu terlihat lebih tulus saat bersama Rosela. Gadis manis itu mungkin bisa mengerti Jeka lebih baik dari pada yang lainnya.

"Tapi Miq. Bisa gak ya, dia balik lagi sama gue?. Gue nyesel Miq, gue gak mau dia pergi. Gue—hancur."

Miqdar lagi-lagi hanya bisa terdiam. Suara lirihan Jeka begitu sendu, menyayat hati Miqdar. Jeka bukan pria seperti ini, Jeka bukan pria yang mudah mengeluarkan nada sedih seperti ini.

"Lo udah makan?." Tanya Miqdar, sekuat mungkin mulai mengalihkan pembicaraan tak berujung ini.

"Belum"

"Bego, lo lagi sakit Jek. Mau mati lo?"

"Gampang elah, nanti gue bisa pesen online"

"Gak percaya gue. Udah, pokoknya gue sekarang kesana bawain makanan."

"Gak usah Miq, gue bi—"

Tuut.

Setelah menutup nya, Miqdar menghela nafas kasar. Dia memijat pelipisnya yang berkedut nyeri. Namun hal itu tak berlangsung lama karena sepasang lengan ramping menelusup pada pinggang nya.

"Aku cariin kamu dari tadi." Gumam Lisha pelan, wajahnya menempel di punggung Miqdar.

Miqdar tersenyum tipis, lalu membalikkan tubuhnya. "Aku lagi nerima telepon sebentar. Kamu udah makan?."

Lisha mengangguk sambil mengusap lengan atas Miqdar. Gadis itu hanya bisa mengulas senyum tipisnya.

"Aku kepikiran Rosela Miq. Dia beda banget sekarang." Lisha secara tiba-tiba langsung mengutarakan gundah di hatinya.

"Maksudnya?"

"Huft, aku ngerasa Rosela selalu murung. Dia selalu senyum di samping Erick, tapi matanya gak bisa bohong Miq. Rosela nyimpen luka. Aku tahu banget dia itu suka mendem semua perasaan nya."

Lagi-lagi Miqdar dibuat terkejut. Dia tidak menyangka bahwa ternyata Rosela bisa se sedih ini. Ah, sial sekali, Miqdar dan Lisha terjebak di situasi yang tidak menguntungkan seperti ini.

I'M THE WINNER Where stories live. Discover now