Bagian 23

1.1K 168 25
                                    

Erick mengerti dengan jelas bahwa Rosela hanya selalu ingin bersama Jeka. Dia bisa melihat dari bagaimana cara Rosela membahasnya.

Jeka suka susu pisang rasa vanila, Jeka suka kopi yang tidak terlalu pahit, Jeka suka bubur ayam yang sering mereka makan berdua di ujung komplek, Jeka suka mengambil fotonya diam-diam lalu menyimpannya di galeri. Apapun itu, Erick bahkan bisa hafal di luar kepala.

Rosela terlihat lebih semangat ketika nama Jeka disebut, Rosela benci Jeka, tapi dibanding itu semua, rasa cinta gadis itu jauh lebih besar daripada bencinya pada Jeka.

Seharusnya Erick memilih untuk mundur ketika Rosela menegaskan bahwa mereka hanyalah teman.

Erick tersenyum masam menatap tiket pesawat di tangannya. Jimmy tadi memaksanya untuk ikut serta kembali ke rumah. Padahal, Erick susah payah untuk menjaga Rosela selama di Bali. Namun, agaknya, Jimmy membiarkan Rosela sendirian disana. Karena malam ini, kelimanya akan mengudara.

"Hei," tegur Lisha. Gadis berponi itu mengerti persis apa yang dirasakan oleh Erick.

Erick hanya diam membeku di tempat, sifat cerianya entah menguap kemana. Dan Lisha mengerti, perubahan sikap Erick tentu sedikit di picu karena Rosela tidak jadi pulang hari ini.

"Rosela lagi pengen sendiri Rick, lo bisa ngertiin dia, kan'?." Ucap Lisha, dia berbicara dengan nada lembut.

"Emangnya kapan gue gak ngertiin dia?. Selama disini, bahkan gue udah kerahin semua perhatian gue buat dia. Gue harus gimana lagi biar bisa dapetin dia Lisha?."

Lisha meringis sedih, lalu menundukkan kepalanya. Erick sejak awal bukan jangkauan nya. Jena yang mengajak pria itu ikut serta. Seharusnya Jena yang bertanggung jawab atas semua ke kacauan hati Erick.

"Rick. Gue ga—,"

"Gue suka sama Rosela. Dia tipe gue banget. Gue cuman pengen dia jadi milik gue."

Erick mengusap kasar wajahnya. Dia terihat galau malam ini.

Lisha menepuk-nepuk pundak Erick. "Lo cowok hebat. Masih bisa berjuang walaupun di hati Rosela ada pria lain." Sebisa mungkin Lisha tersenyum tipis, dia hanya ingin membuat Erick merasa lebih baik.

"Rosela gak punya perasaan yang sama kayak gue. Dia gak cukup peduli buat basa-basi tentang diri gue Lis. Sejak awal, gue terlalu maksain perasaan gue. Tapi, apa salah kalau setidaknya gue berjuang buat dapetin dia?"

"Gue selalu yakin pasti lambat laun, Rosela bakalan jadi cewek gue. Tapi, setelah ini, gue gak yakin gue bisa dapetin dia."

Lisha sekali lagi meringis. Dia menatap prihatin Erick yang tertawa hambar.

"Lo udah coba confess?"

"Maksudnya?. Oh, astaga, gue belum pernah confess ke dia." Ucap Erick secara tak sadar. Ya, benar dia memang belum menyinggung perasaannya pada Rosela. Erick tidak mengungkapkan rasa sukanya secara terbuka pada gadis impiannya itu.

Lisha terkekeh, "Coba aja. Lo bisa dengan bebas menyatakan perasaan lo ke dia. Urusan di terimanya atau nggak, itu belakangan. Setidaknya, hati lo gak gelisah terus-menerus."

Erick menganggukkan kepalanya. Kini, senyum pria itu kembali menyelinap. Membuat sinar wajahnya jadi lebih berseri-seri. Perkataan Lisha telak menyengat nya.

"Makasih banyak ya Lis. Lo bikin gue merasa lebih baik"

"Santai aja. Btw, nanti lo habis dari bandara mau langsung pulang ke rumah atau ke apartemen nya Miqdar?." Lisha sesekali mengecek ponselnya, dia sedang menitip cemilan pada Miqdar. Pria itu sedang pergi ke supermarket terdekat, yah hitung-hitung sambil menunggu pesawat, karena menurut informasi, ternyata pesawatnya delay.

"Gue mau langsung pulang aja."






***






Rosela merasa bersalah pada Erick. Secara tak langsung, dia mengusir Erick kan?. Sungguh, dia tidak mau itu terjadi, tapi apa yang dilakukan Erick benar-benar membuat Rosela jengah.

Sore ini, Rosela sudah rapih dengan sling bag yang di sampirkan ke bahunya. Astaga, gadis itu benar-benar manis, dengan gaun biru muda, terlihat senada dan cantik, sangat pas dengan rambut blondenya.

Rosela benar-benar sendirian di sini, awalnya, Miqdar ingin ikut tinggal, tapi, Rosela memaksanya untuk pulang. Rosela ingin menuntaskan segalanya bersama Jeka.

Singkat cerita, kini Rosela sudah berada tepat di depan pintu Vila milik Jeka. Dia memasang senyum cantiknya, dan ketika pintu terbuka, Jeka tampil dengan piyama birunya. Wajahnya terlihat pucat, namun tak bisa di pungkiri, Jeka tetap terlihat jauh lebih hidup dari kemarin.

"Hei. Aku bawain kamu bubur."

Jeka tersenyum kecil. "Makasih ya, ayo masuk."

Dengan senyuman teduh Rosela, Jeka sekali lagi jatuh pada setiap sudut wajah gadis itu.

Rosela bergegas masuk menuju dapur, tangannya sibuk dengan bubur tadi, dipindahkan nya bubur itu ke dalam mangkuk. Tak lupa, Rosela membuat teh hangat untuk diminum oleh Jeka.

Sungguhan, Jeka hampir menangis. Waktu ini, detik ini, rasanya Jeka ingin waktu berhenti. Rosela begitu indah, Jeka ingin merengkuhnya lagi. Sudah lama pula, Jeka tidak melihat Rosela berkutat di depannya.

Karena tak kuat lagi, pria itu pada akhirnya terlanjur jatuh, Jeka merengkuh Rosela dari belakang. Wajahnya di benamkan pada punggung ringkih itu.

Rosela sejenak terdiam, dia menetralkan degup jantungnya. Rosela bahkan tidak peduli lagi dengan makanan di hadapannya. Gadis itu dalam diam menikmati pelukan Jeka yang terasa hangat. Rosela jauh lebih rindu pada sosok ini.

"Please, maafin aku. Aku cinta sama kamu Rosela. Aku pengen banget bisa sama kamu terus. Waktu itu, aku terlalu takut, semua orang terdekat aku ninggalin aku sendirian. Aku takut Rosela, aku takut kamu pergi"

"Tapi ternyata aku salah, alibi aku nganggep kamu sebagai sahabat malah jadi boomerang buat aku. Akhirnya kamu juga hilang, kamu gak bisa aku sentuh walaupun kita ada di lokasi yang sama. Aku tersiksa, kamu ada di dekat aku, tapi kamu gak bisa aku raih."

Rosela terkejut, tubuhnya menegang saat mendengar pengakuan pria itu. Jadi, selama ini, perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan?. Jadi, Jeka juga mencintainya?.

Setelah ungkapan itu, Jeka langsung membalikkan tubuh Rosela. Jeka memeluknya. Tapi, Rosela seolah enggan menautkan tangan nya pada Jeka.

Sambil mencium puncak kepala Rosela, Jeka terus bergumam. "Maaf, maaf, maaf."

"Aku terlalu minder waktu itu. Aku salah"

"Emang. Kamu salah Jeka. Kamu selalu salah kalau menyangkut aku." Balas gadis itu.

Jeka tersenyum kecil, akhirnya gadis itu merespon juga. "Maaf. Aku cinta kamu, kamu mau jadi pacar aku kan?."

Rosela menggeleng cepat, dia menundukkan wajahnya. "Aku gak mau punya pacar yang rasa cintanya gak sebesar aku."

Jeka mengernyit, "Kamu bahkan gak tau secinta apa aku sama kamu Rosela"

"Gak mau. Pokoknya rasa cinta kamu ke aku, gak se penuh cinta aku ke kamu."

Jeka mengurai pelukan itu. Lalu wajahnya terlihat pucat pasi. Perkataan Rosela membuat dia kelabakan. "Gini aja, aku gak tau perhitungan cinta kamu itu seperti apa. Jadi, kamu harus ngasih tahu aku rumusnya, kamu harus ngasih tahu aku caranya Rosela. Gimana, kamu mau kan nuntun aku?. Kamu mau kan percaya sama aku?." Tuturnya tulus sambil menggenggam tangan Rosela.

Rosela merasa terintimidasi oleh tatapan Jeka. Mata Jeka yang hitam seolah menariknya untuk masuk ke dalamnya. Jadi, Rosela hanya bisa menundukkan wajahnya sambil mengangguk.

Setidaknya, Rosela ingin di perjuangkan oleh lelaki di hadapannya ini.





***




Please enjoy and happy reading.















You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I'M THE WINNER Where stories live. Discover now