15

196 43 27
                                    

"Cih, anak apa katanya dulu? Paling baik dan nurut pada orang tua? Anakku walau agak pemberontak tidak pernah menghamili perempuan diluar nikah dan tidak bertanggungjawab atas kesalahannya.... hmm tapi bukankah kesalahan paling besar terletak pada orangtuanya yang tidak bisa mendidik anak dengan benar?" Desi berbicara dengan angkuh sambil memakan pancake yang berlumuran madu.

Rachel hanya diam sembari menggenggam erat alat makannya demi menahan emosi.

"Tapi ya setidaknya Sky cukup pintar menghamili perempuan konglomerat, semoga dia mendapatkan apa yang selalu ibunya inginkan, kamu tahu Rachel, kekuasaan." Desi terkekeh bahagia, sarapan pagi itu diisi oleh sindiran Desi pada Rachel, keheningan Sanjaya, dan emosi yang terus ditahan oleh Rachel.

Berita tentang cutinya Sky tentu menjadi perhatian beberapa pihak atau lebih tepatnya petinggi pimpinan di kantor, termasuk Desi Andini, wanita yang tersakiti karena Rachel dan Sky yang masuk ke hidupnya, memalukan Rachel seperti ini sangat menyenangkan walau tidak sebanding dengan sakit yang ia rasakan selama ini. Sky berbicara apa adanya pada Brian, ia harus menyelamatkan anaknya, dan tentu saja apapun yang Sky bagi pada kakak-kakak beda ibu ucapannya itu juga akan sampai pada Desi.

Rachel menghela nafas, "Tanpa adanya perempuan itu Sky tetap mendapatkan kekuasaan." Jawabnya dengan suara agak bergetar.

Gelak tawa Desi semakin kencang, "Ohiya? Kekuasaan sebagai anak dari istri kedua yang tidak seberapa itu?" Desi tidak menutupi nada menghina dalam suaranya, "Oh atau kekuasaan dari tunangannya itu ya, aku jadi kasian pada Sita mendapatkan calon suami brengsek dan tidak bertanggung jawab yang hanya mengejar kekuasaan."

BRAK

Baik Sanjaya maupun Desi sama-sama menatap Rachel yang baru saja menggebrak meja, emosi wanita setengah baya itu terlihat meluap, ia tidak terima anaknya dihina.

"Jaga ucapanmu, anakku bukan brengsek."

Lalu Rachel segera bangkit dari meja makan dan melangkah dengan cepat menuju kamarnya. "Ya gak heran anaknya begitu, ibunya saja brengsek, Sanjaya kamu yakin menduakan ku dengan perempuan seperti itu?" Sayup-sayup Rachel mendengar ucapan tajam Desi. Air matanya turun dengan deras.

Emosi Rachel tidak reda walau ia sudah mencoba meditasi, ucapan Desi terlampau menyakitinya. Jadi Rachel memutuskan pergi ke rumah sakit setelah membeli beberapa bungkus marshmallow kesukaan putranya, ia juga berencana untuk menasehati Sky agak tidak terlalu dekat dengan Brian maupun Dhiya.

Tetapi Rachel tiba-tiba haus dan kebetulan melewati kantin rumah sakit jadi wanita itu melipir untuk membeli minuman manis, rasanya ia butuh gula untuk membuat moodnya lebih baik.

Tidak sulit menemukan teh dalam kemasan kesukaannya, moodnya bahkan membaik setelah menemukan gorengan yang sudah lama tidak ia konsumsi.

Rachel akhirnya kembali melangkah menuju ruangan putranya sembari sibuk makan gorengan sampai-sampai botol tehnya jatuh hingga menggelinding dan tertahan oleh seseorang yang duduk di kursi roda.

"Yaampun." Eluh Rachel lalu menghampiri seseorang yang mengambilkan minumannya. Semakin dekat, Rachel semakin salah fokus pada rupa remaja yang kini menyodorkan botol teh padanya.

"Ini, bu." Remaja itu tersenyum lebar, senyum yang mengingatkan pada kesayangannya, putranya.

"Ah ya, terima kasih." Rachel segera tersadar dari pikirannya dan mengambil botol itu baru saja ia akan melangkah pergi suara perempuan membuatnya berbalik kembali.

"Chio ayo-" Ucapan Luna berhenti begitu menemukan Rachel berdiri dekat dengan Sachio, dengan refleks Luna menggeser kursi roda Chio hingga menjauh dan berjarak dari Rachel.

Keduanya sama-sama terkejut.

"Mbak ayo, aku laper." Rengekan Sachio itu membuat Luna sadar dan segera mendorong kursi roda Sachio menuju kantin.

Meninggalkan Rachel sendirian yang masih tercekat.

Anak itu... Anaknya Sky?

.

Saluna menatap Sachio yang makan bubur kacang ijo dengan lahap. Jujur Luna masih merasa takut, ia takut Rachel masih ingin melenyapnya Sachio, Luna masih ingat ekspresinya saat memintanya mengugurkan Chio dulu, sedikitpun tidak ada rasa bersalah.

"Mbak. Kalau aku jengkuk Mr. Sky boleh gak sih?" Tanya Chio enteng yang sayangnya tidak enteng bagi Luna.

"Buat apa?" Luna membalasnya dengan tanya, jujur ia bingung.

"Mau bilang terima kasih, gimana pun dia sudah mendonorkan livernya buat aku, hmm kita bawain kacang ijo kali ya Mbak kalau buah-buahan soalnya pasti Mr. Sky banyak yang ngasih, kalau bawa bunga geli gak sih aku kan cowok?" Bawel Chio yang membuat Luna tersenyum.

"Nanti Mbak cek dulu ya, takutnya dia lagi istirahat atau ada tamu." Putus Luna, dia tidak mungkin melarang Chio menjenguk Sky walaupun Luna masih enggan bertemu lelaki itu.

.

Sky kembali sendirian di kamarnya setelah tadi mamanya datang hanya untuk mengirimkan beberapa bungkus marshmallow, jujur ia bosan, komik Chio waktu itu sudah selesai ia baca jadi tidak ada hiburan lainnya, tv pun hanya punya siaran lokal, Sky bukan penikmat sinetron atau gosip, ia juga pusing jika terus dicekokin berita kalau yang tidak isinya ketidakbecusan aparat, ya berita tentang politik, atau  berita mengerikan tentang pembunuhan atau pelecahan yang marak terjadi.

Ketukan pintu membuatnya sedikit bersemangat setidaknya ada yang datang dan setelah melihat orang itu adalah Saluna senyum Sky langsung terbit bahkan sangat lebar hingga kedua matanya pun membentuk senyuman.

"Hi." Sapa Sky.

Luna mangengguk dan berbasa basi bertanya mengenai kabar Sky tetapi lelaki itu terlalu mengenal Luna ia tahu ada sesuatu yang ingin dibicarakan Luna.

"Ada apa?" Tanyanya penuh pengertian.

"Chio mau jenguk kamu, dia bilang mau berterima kasih secara langsung."

Mendengar itu, mata Sky berkaca-kaca, selain ia sangat ingin bertemu dengan Luna (yang sekarang kesampaian) ia juga ingin bertemu dengan Chio, anaknya, putranya.

"Aku seneng banget kalau Chio mau kesini, atau aku yang keruangan dia juga gakpapa." Balas Sky excited.

"Dia aja yang kesini, Chio bosan kalau dikamar aja makanya dia seneng ke luar kamar jadi biar dia aja yang kesini." Ujar Luna.

Sky hanya mengangguk mengerti, dia bahagia sekali.

"Sky, Chio waktu itu bertanya tentang kenapa bisa kamu yang mendonorkan liver buat dia, aku jawab kalau kamu temen sekolahku, kamu tahu tentang keadaanya dari sekolah juga mengingat kamu mentornya dia, lalu karena keluargaku sedang mencari donor kamu pun mencoba membantu karena golongan darah kalian sama dan postur tubuh kalian sama." Luna berbicara panjang lebar menjelaskan situasinya.

Sky kembali megangguk walau ia penasaran pada satu hal.

"Kamu bakal nutupin kenyataan kalau kita orangtua kandungnya Chio selamanya?" Pertanyaan Sky itu tidak dijawab Luna, lelaki itu kemudian menlanjutkan, "Jujur Luna, aku ingin sekali jadi ayah dan menjalani peran ayah untuk Chio."

.

Ciyaa ada yang mau kumpul keluarga 🥰

Btw votenya naek turun ya, ada yg sampe 40 ada yg cuma 30an, kenapa sih? Milih-milih chap paling rame aja terus yg kurang seru di skip? Pdhl part satu sama yg lainnya nyambung.

Yaudah lah, aku cuma mau kabarin aja aku lg sibuk di rl, jadi aku gak tau minggu depan update atau nggak dan update minggu ini dimajuin hari ini soalnya weekend nanti aku ada kegiatan. Thanks 😊.

Bitter LoveWhere stories live. Discover now