20

195 43 9
                                    

Rumah keluarga Mahajaya yang biasanya hangat kini terasa sangat mencekam karena rasa sakit hati yang dirasakan oleh penghuninnya termasuk juga tamu yang berkunjung merasa sakit yang sama,  Luna dan Sky masih berada ditempat yang sama dengan dibungkus hening sedangkan Sachio masih berada di kamar.

Luna terus memikirkan Sachio juga mencoba menangani hatinya yang hancur karena kalimat benci yang diucapkan oleh dunianya rasa marahnya pada Sky juga tidak memudar, sedangkan Sky diam karena ia sama sekali tidak menduga reaksi Sachio akan sebegitunya, rasa menyesal dan rasa sakit kini menyatu bahkan otak lelaki itu hampir berasap karena terus berfikir bagaimana cara menyelesaikan semua masalah ini.

"Loh ada Sky, eh- Luna kenapa?" Karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing, kedua orang itu tidak mendengar langkah yang mendekat, Mami dan Papi ternyata baru pulang dan terkejut melihat kondisi Luna dan Sky yang terlihat tidak baik, terlebih Luna, matanya bengkak akibat tangis, hidung dan pipinya memerah, serta rambut yang berantakan.

Luna yang bertatapan dengan Mami lalu mendekat dan kembali menangis dalam pelukan Maminya. Papi yang mencium hal tidak beres langsung menatap Sky tajam, "Ada apa?" Tanyanya, sambil duduk dihadapan Sky.

Yang ditanya hanya menelan ludahnya susah payah, lalu mulailah mengalir cerita mengenai adu mulutnya dengan Luna sampai Sachio mengetahui kebeneran yang mereka sembunyikan selama ini juga tidak lupa memberi tahu kalimat menyakitkan apa yang keluar dari mulut Sachio, Mami yang mendengar semuanya jadi ikut menangis dengan anak perempuannya.

"Saya minta maaf karena terlalu gegabah meminta pada Luna agar segera dikenalkan sebagai ayah kandungnya Sachio." Suara Sky berubah menjadi serak, matanya mulai berkaca-kaca, "Tiga jam yang saya habiskan dengan Sachio di rumah sakit menjadi latar belakang saya segera menginginkan hal itu, setelah Saluna pergi belasan tahun ini hidup saya benar-benar hampa, saya tidak pernah benar-benar tertawa, bahagia, atau hal-hal baik lainnya tetapi waktu tiga jam saya dengan Sachio membuat saya benar-benar bahagia, dan saya ingin mengulanginya lagi sebagai ayahnya." Sky tidak repot-repot menutupi tangisnya dihadapan tiga Mahajaya itu.

"Saya betul-betul menyayangi Sachio dan ingin membayar waktu yang sudah lewat, saya sadar saya kehilangan banyak moment pertumbuhan Sachio maka dari itu saya tidak ingin membuang waktu lagi, tetapi saya terlalu egois tidak memikirkan dari sisi Sachio, saya benar-benar minta maaf." Suara Sky semakin mengecil dan hampir tidak terdengar jelas karena tangisnya.

"Khususnya untuk kamu Luna, maaf aku kembali ceroboh, aku harusnya mendengarkan apa yang kamu bilang bahwa sekarang bukan waktu yang tepat, aku minta maaf karena selalu mengecewakan kamu." Sky menatap Luna dengan tatapan dalamnya, ia benar-benar menyesal.

Luna hanya diam sembari terus menangis membuat hati Sky nyeri melihat tangisan Luna. Ia jadi sadar pasti sudah banyak tangis Luna yang disebabkan dirinya, disebabkan keputusan dan kelakuannya.

"Karena sudah terjadi kita sekarang harus bicara ke Chio, Chio anak baik pasti mengerti walau tentu butuh waktu." Putus Papi akhirnya, lelaki itu tahu hanya akan membuang energi jika marah pada Sky toh semuanya sudah terjadi juga.

Setelah tangisan Luna lebih tenang, Mami berdiri, "Mami mau ketemu Sachio dulu."

,

"Chio sayang ini Mami, nak." Ketukan pintu dengan suara lembut Mami membuat Sachio melirik pintu sembari menimbang haruskah ia membiarkan Mami masuk?

"Chio.." Panggil Mami lagi dengan lembut, membuat hati anak itu tergerak dan ia memutuskan membuka pintu sedikit kemudian menemukan Mami berdiri dengan senyum tulus serta matanya yang memerah seperti habis menangis.

"Mami boleh masuk?" Tanya Mami pelan yang dibalas anggukan Sachio, ia membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Mami masuk lalu segera mengunci pintunya lagi. Menandakan bahwa hanya Mami yang ia izinkan bertemu dengannya.

Mami memandang Sachio dengan pandangan nanar begitu melihat Sachio juga tidak baik-baik saja, Mami mencoba tersenyum lagi tapi selain senyumnya yang terukir air matanya juga ikut luruh, Mami lalu membuka kedua tangannya pada Sachio, "Sini peluk Mami, nak." Katanya lembut.

Sachio menuruti, ia memang butuh pelukan, dan pelukan Mami selalu sehangat itu. "Mi, ini cuma mimpi burukkan?" Tanya Sachio dengan suara lirihnya, mengundang air mata Mami luruh lagi. "Mereka gak mungkin orangtuaku, aku anak mami dan papi."

Mami tidak menjawab dan hanya mengelus punggung Sachio sayang, kekehan penuh luka dari Sachio membuat Mami memeluk remaja itu semakin erat, "Hehehe gak mungkin banget mbak Luna itu ibu kandung aku. Hehehe tapi kalau memang begitu, kenapa aku harus jadi adiknya? Kenapa aku gak diakui? Aku gak diinginkan mereka kan Mi? Karena mereka gak ingin aku jadi anaknya, aku juga gak mau mereka jadi orangtuaku."

"Chio-" Mami speechless mendengar ungkapan cucu kesayangannya itu, "Mereka sayang kamu, nak." Balas Mami dengan suara bergetar, tetapi gelengan hebat dari Sachio membuatnya tidak melanjutkan ucapannya lagi.

Ia tahu, Sachio belum siap. Sachio tidak siap menerima kenyataan.

Ketukan pintu kamar Sachio membuat keduanya sama-sama terdiam dan mematung sambil bertanya-tanya siapa gerangan yang datang.

"Chio, Mami, makan malam sudah siap, makan dulu yuk, Papi lapar nih." Setelah mengatakan itu Papi lalu kembali pergi, Mami dengan pelan melepas pelukannya dengan Sachio.

"Yuk makan malam dulu, kamu kan harus minum obat." Ajak Mami yang diangguki oleh Sachio.

"Aku mau cuci muka dulu, Mami tungguin aku." Pintanya dengan nada merajuk.

"Iya, Mami tungguin."

.

Ketiga orang yang duduk di meja makan sebetulnya tidak ada yang bernafsu untuk makan tetapi Sachio dan Sky harus makan karena mereka berdua masih harus mengkonsumsi obat, sebagai tuan rumah yang baik Sena pun menawari Sky untuk makan.

Tak lama Sachio dan Mami mendekat, Luna dan Sky menatap anak mereka dengan tatapan berharap tetapi Sachio malah terlihat terganggu.

"Aku mau makan di kamar aja." Kata Sachio ketus sambil mencoba mengalihkan tatapannya dari Sky dan Luna.

"Makan ya di meja makan Sachio, kamar itu tempat tidur." Timpal Papi tak setuju dengan keinginan Sachio.

"Aku gak mau semeja sama mereka," Sachio menunjuk Sky dan Luna dengan matanya, "Kalau gak boleh makan di kamar, aku gak jadi makan." Putus Sachio membuat Luna buru-buru berdiri dan langsung meraih tangan Sky agar ikut berdiri juga.

"Chio makan aja ya disini, biar Ma- Mbak sama Sky yang pergi." Ucap Luna dengan suara bergetar.

"Bagus deh kalau gitu." Kata Sachio tidak peduli dan mulai duduk, Papi dan Mami pun diam karena mereka paham Sachio masih marah.

Luna membawa Sky keluar rumah, selama mereka berjalan Luna kembali menangis hatinya sebagai nyeri karena kembali ditolak oleh Sachio, tangisnya kembali pecah sampai tidak sadar tangannya masih bertaut dengan tangan Sky.

.

Chionya masih ngambek nih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chionya masih ngambek nih

Bitter LoveWhere stories live. Discover now