26

109 28 8
                                    

Beberapa hari ini tidur Saluna tidak teratur, di waktu weekend bisa seharian ia habiskan untuk tidur, dilain waktu bisa hanya tidur kurang dari 5 jam sehari, efeknya tentu membuat kepalanya pusing. Seperti hari ini, mungkin karena disebabkan malamnya terlalu banyak menangis, tidurnya kurang, dan pagi-pagi sekali harus bersiap untuk ke kantor karena ia perlu bertemu dengan klien penting alhasil Luna tidak fokus dan tidak bisa berjalan dengan benar sampai tubuhnya jatuh ke aspal karena kesempet motor.

"Aduh Mbak makanya hati-hati kalau jalan." Bapak-bapak yang menyerempetnya itu mencoba menolong tapi kaki Saluna sakit sekali.

"Pak kayaknya kaki saya keseleo nggak bisa berdiri." Jawab Luna, rasa pusingnya tiba-tiba menyusut dan membuatnya terfokus pada kakinya yang sakit.

"Luna!" Belum sempat bapak tadi membalas panggilan penuh rasa panik itu berasal dari Sky yang kebetulan juga ada urusan kerjaan didaerah sana. "Ini kenapa?" Lelaki itu menurunkan tubuhnya sambil meneliti tubuh Luna takut-takut ada luka.

"Ini loh si Mbaknya meleng pas jalan Mas jadi nggak sengaja keserempet, kakinya keseleo deh kayaknya, bawa aja ke RS aja yuk Mas, saya tanggung jawab Mas bawa Mbaknya pake mobil saya ngikutin di belakang."

Dan begitu saja sampai akhirnya kini Luna terdampar di Rumah Sakit setelah kakinya dibalut dan tangannya pun diinfus, katanya ia kurang cairan tapi tenang Luna nggak perlu sampai dirawat inap, beres infusnya habis, Luna bisa pulang.

Bapak tadi benar-benar bertanggungjawab dan kini sudah pulang setelah tahu ia baik-baik saja, kini Luna hanya ditenami Sky yang katanya izin keluar sebentar.

Jujur sebetulnya hubungannya dengan Sky pun belum membaik tapi melihat Sky rasa rindu Luna pada Chio jadi agak terobati sedikit, karena rupa mereka memang mirip.

Helaan nafasnya memberat begitu fikiran konyolnya menghampiri, ini kenapa ingatan masa lalu saat mereka masih berpacaran muncul sih?

Pikiran aneh itu coba ia hilangkan berbarengan dengan Sky yang membuka gordeng yang memisahkan bangkar milik Luna dengan pasien lain, ngomong-ngomong gadis itu memang tetap di UGD dan rencananya akan langsung pulang kalau botol infusnya yang kurang dari setengah itu habis.

"Tadi Mami kamu nelpon, kemungkinan sebentar lagi bakal datang." Kata Sky sambil menyerahkan hp Luna. 

Luna  mengangguk sambil menerima hpnya kemudian memilih membaringkan tubuhnya, rasa kantuk mulai menghampiri. "Kalau gitu kamu boleh pulang, aku tidur dulu." Katanya santai sambil menutup mata.

"Aku nggak akan pulang, seengganya sampai Mami kamu sampai." Jawab Sky dengan suara rendahnya seraya mendudukan diri di kursi kosong.

"Terserah." Jawaban pendek Luna karena ia sudah berada diujung kesadaran dan jatuh tertidur begitu saja.

Menyisakan Sky yang kini betah memandang wajah pucat Luna, tiba-tiba sesak menyapa dada Sky saat pikirannya berkenala untuk mencari tahu alasan kenapa mereka perlu menghadapi banyak hal, kenapa keduanya tidak bisa bersama saja, kenapa semuanya sangat berat.

Salahnya dari mana?

Ah mulanya adalah saat mereka melakukan kesalahan, dalam hidup, mau dengan alasan belum mengerti pun kalau kita melakukan kesalahan ternyata tetap ada balasnya. Kejadian itu memang kesalahan mereka berdua, tetapi sekali lagi baik Sky maupun Luna tidak ada yang memandang Chio sebagai kesalahan.

Chio. Sachio. Begitu nama itu muncul sesak yang dirasa Sky terasa semakin menjadi. Putra yang bahkan belum benar-benar ia bahagiakan sudah mengatakan kebeciannya, sedihnya ternyata tidak terkira.

Sampai tak terasa air matanya luruh.

"Mbak Lunaaa." Gordeng yang dibuka mengaggetkan Sky, kekagetannya semakin bertambah apalagi ketika menemukan bocah yang ia bayangkan kini muncul didepan dengan tangisnya.

Bitter LoveWhere stories live. Discover now