02. Love in the dark

207 20 14
                                    

Gendhis terbangun dari tidurnya dengan terkejut ketika sebuah tangan menyentuh pipinya. Kedua bola matanya membola lebar, menatap nanar ke arah Kenan yang tak kalah terkejut.

"Maaf, maaf. Kamu jadi kebangun."

Tidak sempat mengindahkan permintaan maaf Elang, Gendhis justru lebih dulu merangsek masuk ke dalam dekapan lelaki itu. Menahan tangisannya sekuat yang ia mampu karena kedua tangannya yang bergemetar hebat.

"Is okay, Gi. Mas di sini. Mas di sini, Cah Ayu."

Kenan berulang kali mengusap lembut rambut gadisnya. Mengecup puncak kepala gadisnya itu berulang kali, menenangkan. Menyalurkan ketenangan. Kebiasaan Gendhis ketika tertidur tidak pernah berubah.

Kenan mengerti benar seberapa berat beban yang telah Gendhis tanggung selama ini. Perasaan-perasaan bersalah yang tak seharusnya ia rasakan. Perasaan muak, perasaan marah. Kenan mengerti dengan benar.

Hal yang tidak Kenan ketahui hanyalah gadisnya yang membangun sisi tersendiri demi menyembuhkan diri. Gadisnya yang memang ahli melarikan diri dan bersembunyi ternyata tengah membentangkan tabir tak kasat mata bagi dirinya.

"Udah baikan?" tanya Kenan lembut saat Gendhis menjauhkan dirinya. Si cantik mengangguk sebelum kemudian beralih menatap dirinya yang duduk di sampingnya.

"Anterin aku pulang ya, Mas."

"Ke rumah? Atau ke studio?"

Wajah cantik itu terlihat penuh pertimbangan sebelum menjawab. Ragu-ragu Gendhis dengan apa yang akan terjadi ketika ia memutuskan, "Rumah aja."

Kenan akhirnya mengantarkan Gendhis untuk pulang ke rumah setelah ia selesai menyelesaikan sisa pekerjaannya. Katakan Gendhis adalah gadis yang tidak tau diri. Ia sengaja meminta Kenan untuk mengantarkannya pulang ke rumah.

Untuk menghindarkan dirinya dari amukan kedua Bapaknya karena sejak kemarin tidak membalas pesan Ibunya. Dan menyebabkan perempuan yang berjalan tergesa menuju ke arahnya itu khawatir bukan main.

"Syukur kalo kamu itu nggak kenapa-napa, Nduk. Tapi mbok yo pesan Mami itu dibales. Mami cuman mau tau kamu itu lagi ada di mana." Sekar menarik Gendhis menuju ke arahnya. Dengan Kenan yang kebingungan di samping gadis itu karena sepertinya memang ada sesuatu yang Gendhis tutupi mengenai alasannya tidak membalas pesan.

"Iya Mi, aku hectic banget juga kemarin nemenin Renjana sama Kareen. Maaf ya." Ucap Gendhis saat menyadari sorot pandang Kenan yang mengetahui jika ia tengah menutupi sesuatu dari dirinya.

Setelah berpamitan untuk pulang terlebih dahulu, Kenan akhirnya meninggalkan kediaman keluarga Purnomo. Mobil jeep hitamnya menghilang begitu Purnomo keluar dari pintu depan, menemui putrinya masih dengan tatapan nyalang yang tidak bersahabat.

Sedangkan Gendhis sendiripun tidak menunjukkan tanda-tanda akan memulai berbaikan dengan Bapaknya. Hanya meninggalkan Sekar dengan perasaan hampa yang penuh rasa bersalah karena kunjung tak mampu meredakan perang dingin di antara suami dan putrinya.


-


"Habis dari mana, Mas?" Kenan yang baru saja masuk ke dalam rumahnya disambut oleh Ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Lelaki itu tersenyum, menghentikan langkah dan ikut mengambil satu tempat duduk di seberang.

"Dari kantor dong, Bu. Eyang udah tidur ya, Bu?"

Wanita paruh baya itu mengangguk. "Iya, tadi keluarganya Ommu habis ke sini. Pusing Eyang." Kenan mengulas senyuman sekali lagi, mengingat alasan yang membuat Eyang putrinya itu pasti kelimpungan menghadapi masalahnya.

"Kamu capek juga kan? Sana istirahat."

"Iya, aku masuk dulu kalau gitu, Bu." Balas Kenan seraya beranjak berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

KalopsiaWhere stories live. Discover now