07. Too many nights

167 13 4
                                    

"Sibuk banget kayaknya, lembur akhir bulan lagi ya, Mas?"

Kenan yang sedang duduk di kursi kerjanya menoleh terkejut saat suara tak asing itu terdengar. Gendhis Ayu berjalan masuk ke dalam kamarnya seraya menenteng satu plastik keresek yang ia duga berisi makanan.

"Loh, kamu nggak bilang kalau mau ke sini?" Tanya Kenan setelah Gendhis mendudukan diri di atas ranjang miliknya.

Gadis itu mengangguk. "Sengaja. Kata Tante Sarah kamu dari kemarin di kamar terus." Si Cantik berdiri dari duduknya. Berjalan mendekati Kenan yang tak lepas menatap dirinya. Tangan Gendhis terulur untuk mengelus lembut pipi Kenan. "Lagi ada masalah ya?"

Kenan menggeleng, memasang senyuman manis hingga kedua matanya menyipit. Lucu, Gendhis suka sekali melihat senyuman itu. "Enggak kok. Semuanya baik-baik aja. Kamu gimana? Sehat kan?"

Gadis itu tertawa, jemarinya yang bergerak lembut mengusap pipi Kenan menghantarkan ketenangan yang sejatinya sejak awal lelaki itu butuhkan. "Sehat terus aku mah. Kamu yang gimana? Aku liat banyak bungkus kopi di dapur, nggak mungkin Eyang kan?"

Kenan menyengir, ia tertangkap basah. "Kamu udah makan, Cah Ayu? Kalau belum, mau makan di luar atau di rumah aja?"

Sejenak Gendhis menghentikan pergerakan tangannya. Ia membalas tatapan mata Kenan yang begitu dalam padanya. Sejak mereka saling mengenal, Gendhis itu perempuan yang jarang sekali mengucapkan kata terserah. Sesederhana urusan makanan, Gendhis selalu punya jawabannya. "Di rumah aja. Aku udah bawa makanan. Aku ambilin piring dulu ya? Kita makan di sini."

Kenan mengangguk. "Okay. Aku cuci muka sebentar." Lantas lelaki itu beranjak berdiri dan menghilang di balik pintu kamar mandi yang berada di dalam kamar.

"Mami masakain ini. Kata Mami, kamu tuh paling suka sama gudeg buatan Mami kan?" Kenan yang sedang memosisikan diri untuk duduk di samping Gendhis tersenyum lebar saat melihat bagaimana gadisnya itu dengan cekatan membuka plastik makanan dan menuangkannya di piring.

"Gudeg buatan Tante Sekar tuh kayak nggak ada yang ngalahin rasanya. Nanti sampein terimakasih ya, Cah Ayu."

"Okay. Sekarang ayo makan dulu."

Gendhis kemudian mengangsurkan satu piring penuh berisi nasi dan segala jenis lauk pauk yang ia bawa dari rumah.

"Kamu besok libur? Atau masuk siang, Gi?"

"Hm? Aku besok masuk sore sih, Mas. Kayaknya juga masuk cuman buat ngurusin berkas yang kemarin katanya kurang aja. Kenapa?"

"Nginep sini, mau?" Ragu Kenan itu. Ia sejujurnya menimbang untuk mengutarakan tanya itu rasanya hampir ribuan kali di dalam kepala. Dan diamnya Gendhis semakin menyudutkan dirinya yang tengah merutuki diri.

Si Cantik kemudian mengangguk. "Mau. Tapi emangnya besok kamu nggak kerja?"

Kenan mengangguk. Kerutan di wajahnya sirna begitu saja setelah perasaan lega menyergapnya. "Kerja, nggak apa-apa."

"Oke deh. Kalo gitu, temenin aku marathon drama ya? Kemarin belum selesai." Satu cengiran yang muncul di bibir Gendhis membawa tawa kecil di bibir Kenan. Lelaki itu mengangguk secara suka rela. Apapun. Apapun untuk gadisnya. Apapun untuk Gendhisnya.



Gendhis yang tenggelam tubuhnya dengan kaos dan celana milik Kenan terlihat menggemaskan. Kenan sampai berulang kali menahan diri untuk tidak tersenyum aneh karena melihat gadisnya yang tiba-tiba seperti berubah ukuran itu.

"Sini, Gi." Kenan menepuk satu tempat duduk di sofa sampingnya. Dan dengan segera Gendhis berjalan ke arahnya. Merebahkan dirinya di samping Kenan yang tengah mengutak-atik remote tv untuk mencari saluran yang menarik.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang