05. Shadow

125 13 2
                                    

Siapa yang sebenarnya tengah hidup dalam bayangan? Apakah Elang yang selalu berada di nomor dua dari pada Kenan? Atau justru Kenan yang hidup dengan bayangan Elang?

Kenan hari itu baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah saat mendengar suara pintu kamar Elang tertutup. Langkahnya terhenti di depan ruang tengah saat mendengar suara langkah kaki Eyangnya keluar dari dalam kamar itu.

Napasnya terhembus panjang. Ia lantas melangkah mendekati perempuan yang kini duduk seorang diri di sebuah kursi dekat sofa ruang tengah. "Eyang belum tidur?" Tanyanya lembut.

Sekilas Kenan melirik ke arah sebuah foto lama yang digenggam Eyang. Ada sebuah belati yang menikam perlahan benaknya. Usaha yang ia lakukan selama ini adalah untuk memenuhi harapan keluarga. Tetapi yang masih Eyangnya cari adalah sosok itu.

"Adikmu itu kemana sakjane, Le? Eyang nggak isoh tenang kalau nggak lihat dia langsung."

Bahkan, di saat Kenan telah mengerahkan segala usahanya untuk terlihat masih ada Elang yang menenuhi pikiran Eyang. Lelaki itu mengulas senyuman. "Elang pasti pulang, Eyang. Kan sekarang dia sibuk. Kemarin katanya dia udah ada praktik magang, semakin sibuk."

"Apa yo nggak isoh pulang sebentar? Eyangmu iki wes tuo, maunya kan yo ditemenin sama cucu-cucunya to."

Apa Kenan saja tidak pernah cukup? Pertanyaan itu selamanya hanya akan tertahan di benak. "Kenan ngerti, Eyang. Nanti kalau sampun liburan Kenan bakal minta Elang buat pulang."

Eyang menghela napas panjang.

"Kenan anter ke kamar ya? Eyang istirahat ten dalem mawon, ten mriki asrep (dingin), Eyang."

Perempuan itu menggeleng. "Rausah, kamu istirahat wae sana. Eyang masih mau nang kene kok."

Kenan mengangguk, memasang senyuman manis lantas berpamitan masuk ke dalam kamar. Membawa seluruh pertanyaan dan ingatan yang membekas dalam kepalanya.

"Adeknya kui dijagain! Untung dia nggak kenapa-napa. Mainan kok sembrono!" Seruan itu masih teringat jelas di dalam kepala Kenan. Saat itu Elang masih duduk di bangku sekolah dasar, masih hanya ketika liburan saat berkunjung ke rumah itu.

Kenan ingat betul, saat itu mereka mencoba memanjat pohon jambu besar di halaman rumah. Ada Kenan, Elang dan salah seorang teman Kenan yang lainnya. Saat itu Elang masihlah anak kota yang tidak pernah memanjat pohon. Hingga tidak sengaja ia justru menginjak dahan pohon yang telah patah.

Tidak terlalu tinggi posisinya saat Elang terjatuh. Disusul dengan Kenan yang berusaha menggapai tangannya tetapi terlambat. Posisi Kenan yang berada di dahan yang lebih atas membuat tangannya terluka.

Elang menangis karena lutut kakinya yang berdarah. Kenan mana sempat menggubris sakitnya saat ia melihat sepupunya itu menangis. Teburu Kenan memeluk Elang, mengucapkan banyak maaf karena tidak berhasil menjaganya.

Sayangnya tidak ada saksi mata, teman Kenan yang berusaha menjelaskan keadaanpun tak didengar. Kenan menerima satu jeweran kuat di telinganya dari Eyang. Ia gagal menjaga Elang, katanya.

Kejadian lainnya tak hanya satu atau dua kali terjadi, Kenan masih nomor dua bagi Eyang. Meskipun anak kedua keluarga Senopati terkenal dengan tingkah lakunya yang cukup menguras kesabaran. Tetapi Eyang justru tidak segan mencurahkan seluruh perhatiannya pada Elang.

Kejadian kedua yang sangat Kenan ingat adalah ketika Elang akhirnya diterima di sebuah perguruan tinggi negri yang cukup terkenal. Eyang senang bukan main, hingga mengadakan syukuran yang cukup besar di rumah. Tanpa ragu Eyang mengabulkan permintaan Elang yang meminta sebuah motor besar.

Kenan mana pernah. Ia lulus dengan predikat cumlaude saja hanya Ibunya yang mengucapkan selamat. Eyang mana paham soal nilai, kata Ibunya.

Lantas apakah selama ini hasil dari usahanya adalah sesuatu yang tidak bernilai?

KalopsiaWhere stories live. Discover now