18. Wishes

69 11 1
                                    

Gendhis duduk di sofa setelah Kareen datang membawakan sarapan dan obat penghilang pengar. Gadis itu menyengir ketika menyuapkan sesendok bubur sedangkan Kareen di sampingnya telah menatap galak.

"Pengen gue acak isi kepala lo yang nggak jelas itu." Omel Kareen saat Gendhis baru saja menelan makanannya di dalam mulut. Gendhis seperti biasa membelokkan obrolan dengan begitu mudahnya.

"Mana Renjana? Kok udah ngilang?" tanyanya setelah melihat sekeliling unit milik Renjana sedangkan si pemilik tidak berada di sana.

"Keluar sama Naren, gue lupa beli buah tadi."

"Oh." Balas Gendhis.

Selama menunggu gadis di hadapannya menyelesaikan sarapannya, Kareen hanya terdiam. Bohong, Renjana dan Naren tidak membeli buah. Mereka menemui Elang yang tiba-tiba muncul di lobi apartemen Renjana pagi tadi.

Acara kabur Elang yang gagal masih belum menemukan rencana lainnya. Lelaki itu telah menjauhkan diri dari Gendhis, sesuai dengan titah Kareen. Demi menjaga ketenangan, katanya.

"Rencana lo apaan siang ini?" tanya Kareen ketika Gendhis telah menyuapkan sendokan terakhir buburnya.

"Pulang, mungkin? Atau nggak ya ke rumah sakit. Kenapa emang?"

Kareen menggeleng. "Gak apa-apa sih, gue temenin deh lo mau kemana aja."

Gendhis tersenyum mendengar jawaban itu. "Lo nggak ada niatan balik apa? Di sini masih ada Renjana, Reen."

Gadis yang berada di hadapan Gendhis itu menautkan kedua alisnya, tidak menyukai pertanyaan itu. "Lo ngusir gue apa gimana sih?"

"Gue kan cuman ngingetin lo, mana ada gue ngusir sih." Ada senyuman manis di akhir kalimat Gendhis, jemari gadis itu terulur untuk menyentuh pelan poni Kareen yang terjatuh menutupi matanya.

Kareen menjauhkan diri, menyandarkan tubuh pada sofa dengan kedua tangan yang bersilang di depan dada. "Gue bakalan balik kok, nanti. Setelah semua urusan gue di sini selesai."

"Apaan emang urusan lo?"

"Menurut lo apa lagi urusan gue selain nemenin lo?"

Gendhis tertawa, ia mengangguk menyetujui ucapan Kareen barusan. Dan tawanya terhenti ketika sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya yang berada di atas meja. Nama Kenan Senopati muncul di layar yang menyala.

Mereka saling bersitatap sejenak sebelum Gendhis mengangkat panggilannya. "Ya, Mas?"

"Aku mau minta ketemu bisa? Di kantorku, waktu jam makan siang, bisa, Gi?"

Gendhis menatap Kareen di hadapannya sejenak. Sebelum mengangguk, mengiyakan. "Bisa, nanti aku ke sana."

"Okay, makasih ya."

"Iya." Balasnya lantas panggilan ia akhiri terlebih dahulu sebelum Kenan sempat mengucapkan sampai jumpa.

"Gue ikut." Sela Kareen begitu Gendhis mematikan ponselnya, tidak memberikan gadis itu jeda untuk sekadar menjelaskan.

"Ngapain?"

"Ya mau ikut, gue mau tau."

"Yeu, kepo doang kan lo."

"Itu tau." Balas Kareen tidak acuh, lantas mengambil minumannya di atas meja. Melirik sengit ke arah Gendhis yang kehabisan kata untuk menjawab.


-


Elang menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, menatap Narendra dan Renjana yang duduk di seberangnya bergantian. Senyumnya terkembang, bagai tidak ada satupun kesalahan yang pernah ia lakukan.

KalopsiaWhere stories live. Discover now