13. Blinding Lights

95 12 0
                                    

Narendra menerima telepon dari Elang ketika tengah makan bersama dengan Kareen. Perempuan itu melirik sinis ke arahnya ketika ia mengiyakan permintaan temannya itu untuk membeli tiket pulang dari Bandung.

"Kita ke pameran Renjana, By. Udah siap kan?"

Kareen mendengus kecil. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan sedikit kasar. "Nggak liat apa aku udah siap dari tadi." Ketusnya.

Lelaki itu menyengir. Lantas berjalan menghampiri gadisnya dan merangkulkan lengan di pinggang Kareen. "Yuk."





Gendhis begitu sibuk. Sama sekali tidak sempat untuk sekadar mengecek pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Sepanjang hari ia berada di lokasi pameran, menyapa beberapa kenalan yang datang untuk mengunjungi pamerannya. Kebanyakan adalah teman dari satu jurusannya.

Banyak juga pengunjung asing karena pameran yang ia lakukan memang terbuka untuk umum. Orang tua Gendhis telah datang di hari kemarin, sehingga hari ini hanya ada dirinya dan Kenan yang berada di lokasi pameran. Juga Renjana yang bergabung dengan teman-teman sejurusannya yang lain.

Gendhis baru saja akan menyapa seorang temannya ketika seorang gadis yang sangat ia kenali masuk ke dalam ruang pameran.

"Eh, Kareen!" Kenan menyapa gadis itu lebih dulu. Seraya tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Membuat kedua alis Gendhis tertekuk tidak suka.

Narendra mengajak Kareen untuk menghampiri Kenan yang sedang bersama dengan Gendhis. "Oh, hai Mas Kenan. Kok di sini? Libur ya?"

"Iya, kebetulan saya ambil cuti. Kamu gimana kabarnya?"

Kareen tersenyum manis ketika Narendra dan Kenan bersalaman. "Baik, Mas. Baik-baik aja."

Dari nada bicara itu, Kenan tau ada yang tidak beres antara Gendhis dengan Kareen. Terlebih ketika Narendra kemudian mengambil alih pembicaraan.

"Udah di sini dari tadi, Mas?"

"Iya, nemenin Gendhis ini. Kalian dateng berdua aja?"

"Iya. Ini mau nemuin Renjana juga."

"Kenapa dari pagi, Mas? Kan ini pamerannya Renjana?" tanya Kareen penasaran.

Kenan tersenyum. "Loh? Ini kan pamerannya Gendhis? Masa saya ke sininya telat. Pameran Renjana udah dari kemarin, Reen."

Sebelum gadisnya mengamuk, Narendra merangkul lengan Kareen. "Ya udah, Mas. Kita duluan ya." Pamitnya seraya menjauh dari Kenan dan Gendhis.

"Gi?" Kenan membuyarkan lamunan gadisnya yang hanya terdiam. "Kok temennya nggak disapa sih?"

"Ah, iya. Eh bentar aku ke sana dulu, Mas." Gendhis memang sangat ahli dalam melarikan diri. Pandangan penuh tuntutan penjelasan dari Kenan itu sebuah ancaman. Maka dengan senang hati Gendhis akan melarikan dirinya.

Baru saja Gendhis akan melangkahkan kakinya, tangannya kembali dicekal. "Mau kemana? Temenin Mas nemuin temen-temennya Ibu dulu."

Gadis itu menoleh terkejut. "Hah? Temen Tante Sarah? Dateng? Mana?"

"Itu, mereka yang di dalem sana. Yuk, temuin. Udah dari tadi di sininya."

"Yang mana sih?" tanya Gendhis tidak sabaran. Kenan menunjuk ke salah seorang perempuan paruh baya dengan syal merah.

"Itu, yang pake syal merah. Namanya Tante Kusmini, beliau kolektor terkenal di kota. Pasti kamu pernah denger namanya kan?"

Gendhis melongo. Ia harus memastikan ulang apa yang dilihatnya saat ini adalah bukan khayalan belaka. Kolektor ternama seantero kota yang beberapa kali menjadi tamu undangan incaran teman-temannya datang ke pamerannya tanpa diundang.

KalopsiaWhere stories live. Discover now