10. Sorry

114 14 0
                                    

"Reen?"

"Kamu kalo ke sini cuman mau buat aku sama Gendhis baikan mending pergi. Aku nggak mau!" Narendra berjengit di depan pintu kamar Kareen yang tertutup ketika mendengar teriakan nyaring itu. Ia menghela napas panjang.

"Aku cuman mau ngajakin makan malem, By. Kamu pengen makan apa?"

"Halah! Nanti pasti cuman mau bahas Gendhis terus. Kamu dari kemarin ngomongin itu terus, aku marah." Boleh tidak sih Narendra mendobrak saja pintu bercat putih itu. Ia bisa membayangkan betapa menggemaskannya Kareen yang saat ini sedang merajuk.

Ingin rasanya ia hujani wajah itu dengan kecupan hingga Kareennya akan memekik kesal dan menyuruhnya berhenti. Tetapi sayangnya kondisi saat ini sangat tidak memungkinkan.

"Enggak, By. Janji deh aku."

"Bohong."

"Enggak, Kareen. Kamu mau makan apa?"

Terdengar suara langkah kaki yang mendekati pintu. "Mau ramen yang kemarin belum jadi aku coba sama Gendhis."

"Ya udah, cepet siap-siap. Aku tunggu di depan sini ya?"

"Ya."

Membutuhkan waktu setengah jam untuk menunggu Kareen siap dan kemudian keluar dari kamar. Tetapi siapalah Narendra yang mampu untuk mengomeli. Melihat bagaimana wajah ayu itu muncul dengan bersemangat, luntur seluruh kesalnya dalam menanti.

Satu jam kemudian mereka tiba di tempat yang Kareen inginkan itu. Semua berjalan baik-baik saja hingga Kareen memesan makanan dan mereka duduk di kursi yang berada di sayap kanan bangunan. Tempat yang langsung menuju ke arah jalan.

Tempat dimana Kareen membeku dan memutar balik langkahnya namun tertahan oleh Narendra. Tempat dimana Gendhis yang sedang menyuapkan mienya ke dalam mulut terdiam. Tempat, dimana Renjana dan Elang yang berada di sana hanya mampu saling tatap dengan Narendra.

"Aku mau makan di KFC aja, ayo pergi." Ucap Kareen tanpa mau melirik ke arah meja tempat ketiga orang temannya itu duduk.

"Katanya kan kamu pengen makan di sini dari lama. Kenapa nggak makan di sini sekalian aja, By? Itu kan udah ada-"

"Kamu tuh sengaja ya, Na?"

Narendra baru menatap kedua mata gadisnya dengan begitu dalam. Sorot pandang yang membuat Kareen bungkam karena hanya pada saat tertentu saja Narendra menunjukkan bagian dirinya yang ini.

"Aku pernah bilang apa sama kamu? Selesain apa yang udah kamu mulai, Kareen."

"Dia yang mulai duluan." Sungut Kareen tidak terima.

"Kareen."

"Nggak mau." Ada genangan air mata yang menggenang di kedua pelupuk mata Kareen.

"Kareen Lazuard. Aku harus ulang berapa kali?"

Terdengar isakan kecil. "Dia yang salah kenapa aku yang minta maaf sih, Na. Kan nggak semua aku yang mulai berarti aku yang salah."

Genggaman di tangan Narendra ditepis dengan kuat sehingga Kareen bisa melepaskan diri dan berjalan cepat keluar dari dalam ruangan itu. Menyisakan Narendra dengan hela napas pendek dan tatapan pasrah dari Elang juga Renjana.

Kareen yang akan berjalan keluar dari parkiran ditarik kuat oleh Narendra. "Aku anterin, jangan pergi sendiri."

"Nggak mau." Sekali lagi Narendra mendapat tepisan dari Kareen di hari itu. "Kamu tuh sengaja, iya kan? Kenapa sih kesannya aku yang salah sendirian? Kamu padahal tau sendiri kan kayak gimana tunangan dia tiap kali nyariin dia. Emang aku salah? Emang aku dosa apa kalo aku cuman mau buat temenku tuh nggak nyesel besoknya?"

KalopsiaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant