08. Derana

113 14 0
                                    

Siklus itu kembali terjadi. Adegan berulang tentang Gendhis yang menghilang begitu saja dan seperti melupakan presensi Kenan Senopati dalam hidupnya.

Panggilan Kenan tak terangkat sejak pagi. Pesannya tak terjawab, dan gadis itu tak berniat sedikitpun mengirimkan kabar meskipun melalui Ibunya atau mungkin melalui Kareen. Gendhis selalu seperti ini, menghilang dan muncul dengan tidak pasti. Kenan pusing bukan main.

Ditambah malam ini ia harus lembur akhir bulan. Kacamata yang menggantung di hidungnya telah merosot tanpa ada niatan untuk dikembalikan pada posisi semula. Tangannya tidak henti mengecek antara ponsel dan layar komputer yang menampilkan data bulanan yang harus direkap. Napasnya terhela panjang ketika pintu ruangannya tak juga terbuka dan memunculkan sosok gadisnya.

"Nan, makan dulu." Satu ketukan pelan terdengar dari luar ruangan ketika Kenan menyandarkan sejenak punggungnya pada sandaran kursi. Suara Sheryl yang tengah mengobrol dengan seseorang terdengar hingga tempatnya. Kenan terburu berdiri dan menuju pintu. Terburu termakan harapan.

Yang ia temukan justru Sheryl dan Hema yang saling mengobrol. Pasangan suami istri yang baru menikah tiga bulan lalu itu melihat ke arah dirinya dengan bingung sejenak. Hingga Sheryl yang hafal di luar kepala kebiasaan Kenan hanya menggelengkan kepala pelan. "Nunggu siapa sih? Nih makan, tadi Hema beliin ini sekalian buat lo."

Kenan mengangguk kecil seraya menerima kotak makanan yang Sheryl berikan. "Makan di dalem aja kalian."

Setelah Kenan membuka pintunya semakin lebar kedua pasangan itu masuk ke dalam ruangannya dan duduk di sofa yang berhadapan dengan dirinya.

"Pasti pesan lo nggak dibales lagi." Tebak Sheryl yang tepat sasaran. Hema menyimak pembicaraan sepasang sahabat itu dalam diamnya sembari menyiapkan makan malam dirinya dan sang istri.

"Ketebak ya?" Tanya Kenan yang menggigiti sendoknya.

"Ya apa lagi yang bikin lo begini kalo bukan dia. Udah coba nanya ke temennya?"

"Udah, nggak ngaruh. Temennya juga nggak tau dimana."

"Maminya?"

"Dia juga katanya nggak pulang dari kemarin."

Hema dan Sheryl saling bersitatap. Hema mengerti permasalahan yang sedang dihadapi Kenan melalui istrinya. Kisah percintaan yang cukup rumit dan membingungkan menurutnya. "Coba ke studionya deh, sekali-kali juga kan lo temenin dia nyelesein kerjaannya. Masa dia mulu yang harus nemenin lo."

Kenan mengangguk. "Oke, nanti deh. Makan dulu. Makan, Ma."

Hema balas mengangguk. Sesaat sebelum ia menyuapkan makanannya ia menatap Kenan. "Jangan dipikirin banget, bro. Namanya juga masih remaja, biasa kan maunya emang bebas dulu."

"Iya, gue ngerti." Kenan tersenyum diakhir kalimatnya.





Setelah semalam memutuskan untuk menginap di kantor karena mengejar laporan akhir bulan, pagi ini Kenan memutuskan untuk pulang ke rumah sejenak. Guna menenangkan Ibunya yang kadang kala tak akan bisa tenang sebelum melihat presensi putranya secara langsung.

Kenan memutuskan untuk mampir di sebuah tempat terlebih dahulu sebelum pulang. Ia membawa sekuntum bunga segar yang baru saja dibelinya di luar.

KalopsiaWhere stories live. Discover now