20. The Night We Met (Epilog)

151 15 0
                                    

Pengampunan kemudian menjadi jalan akhir bagi siapapun yang menginginkan untuk sembuh dari sebuah luka. Memberikan kelegaan dalam hati bagi siapa saja yang pernah menyakiti. Tidak pernah mudah, seluruh pengampunan hanyalah luka lain yang bertransformasi.

Berubah menjadi kerelaan yang mungkin akan menyembuhkan.

Gendhis Ayu berjalan seorang diri menuju gedung miliknya ketika hujan perlahan mengguyur kota. Beberapa waktu terakhir, Jogja selalu dirundung rindu berkepanjangan tanpa penawar.

Hujan yang magis itu menyihir siapapun untuk berusaha tetap tinggal lebih lama. Termasuk dengan Gendhis yang ditahan lebih lama untuk tinggal, menunda kepergiannya ke London sejak beberapa bulan terakhir entah sebab apa.

Dan langkah kakinya terhenti ketika seorang resepsionis menyerahkan sebuah undangan untuknya. "Untuk Mbak Gendhis, dari mananya saya kurang tau mbak. Cuman tadi dibilang kalau dari Kenan saja." Katanya.

Gendhis cukup tercengang ketika nama itu tersebutkan. Termasuk ketika undangan yang berada di tangannya adalah sebuah undangan pernikahan. Ia hanya mengangguk singkat setelah mengucapkan terimakasih dan segera berlalu dari lobi.

Benar saja, setelah satu setengah tahun lamanya mereka tidak saling berkomunikasi Kenan justru kembali hadir. Memberi kabar yang tidak akan pernah Gendhis sangka sebelumnya. Undangan pernikahan.

Gendhis sama sekali tidak mengetahui apa saja yang telah Kenan lakukan selama ini. Sama sekali tidak ada kabar mengenai pertunangannya atau bahkan perjodohannya. Maka hal ini adalah sebuah kejutan besar.

Ia tersenyum ketika membuka undangan itu, mengabaikan sesak mengingat seharusnya namanya yang berada di sana. Tapi tetap saja ia turut senang, pada akhirnya lelaki yang pernah ia lukai begitu dalam itu perlahan mulai sembuh.

Kenan perlahan kembali bangkit dan menemukan tujuannya. Harapan yang mampu Gendhis berikan adalah semoga saja nama yang bersanding dengan Kenan itu benar-benar mampu memberikan Kenan sebuah rumah untuk berpulang.

Maka diguyur hujan yang semakin menderas dengan malam yang semakin larut, Gendhis menyatakan jika ia perlahan telah sembuh. Pengampunan telah memberikannya sebuah pelajaran hidup terhebat.


-


Perjalanan panjang tentang mencintai pada akhirnya mengenal kata berhenti. Elang akhirnya kembali menginjakkan kakinya di tempat dimana seluruh hatinya pernah merasakan begitu jatuh untuk kemudian patah hingga berkeping-keping. Aroma kota tempatnya mengenal luka itu selalu khas. Selalu penuh kerinduan.

Jalanannya yang bertambah macet ternyata tidak banyak berubah. Masih menyimpan banyak sekali kenangan, termasuk bagaimana ia dan Gendhis pernah saling berboncengan di tengah kemacetan.

Malam ini, ketika ia akhirnya kembali kenangan itu datang tanpa permisi. Dan selama satu setengah tahun ia mencoba melarikan serta menyembuhkan diri, sepertinya ia baru setengah jalan berhasil.

Bukan ia masih berharap dengan Gendhis, tetapi mengingat bagaimana ia pernah begitu terjatuh untuk terluka sungguh sedikit sulit untuk benar-benar melupakan. Bahkan ia berencana untuk tidak datang di acara Kenan lagi kali ini.

Jika bukan karena Eyang yang memaksanya hingga berniat akan menyusulnya ke Kanada, jika bukan karena bujukan dari Sarah, jika bukan karena Maminya yang memintanya untuk menghargai Eyang, Elang mungkin tidak akan pernah kembali lagi ke sini.

Kedatangannya kembali di rumah keluarga Senopati disambut dengan cukup baik. Eyang bahkan hingga bertanya ia ingin menu apa sebagai makan malamnya. Kenan bahkan kembali dari kantornya lebih awal.

Ketika mereka pada akhirnya kembali bertemu, keadaan rumah mendadak menjadi sunyi. Kenan hanya berdiri di ambang pintu ketika melihat Elang telah duduk di ruang tamu bersama dengan Eyang. Keduanya bersitatap seolah orang asing yang tidak saling mengenal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KalopsiaWhere stories live. Discover now