[8] Untuk Kesekian Kalinya

1.3K 121 12
                                    

Semuanya terasa begitu menyusahkan.

Entah ini kali keberapa aku merasa tidak tidur dalam tidurku sendiri. Selalu saja, berakhir dengan nafas terengah serta beberapa bagian tubuh yang pegal. Ketika aku membuka mata, hal yang kulakukan pertama adalah mengerjap-ngerjap sambil mengatur nafasku. Kemudian, mengecek jam pada ponselku. Memastikaan berapa lama aku tertidur.

Aku akan mendesah kesal saat menyadari kalau aku baru saja menghabiskan sedikit waktu hanya untuk tidur. Hal berikutnya yang kulakukan adalah berusaha untuk tetap terjaga. Itu terjadi karena aku takut untuk merasa 'tidak tidur' lagi. Maksudku, siapa yang benar-benar ingin tidur tapi tidak tidur karena diganggu oleh segelintir makhluk menyebalkan yang ingin mengambil alih tubuhmu? Aku tidak berbohong, sungguh.

Mereka selalu menggangguku saat tidur karena menginginkan tubuhku.

Oh, sial. Bahkan mengumpat tidak akan membuatku kabur dari mereka. Jika hal itu benar-benar terjadi, aku tidak akan mengambil jam konsultasi dengan beberapa psikolog dan paranormal kenalanku.

***

"Mereka akan terus berusaha, kau tahu?" ujar Stevan sembari mengambil cangkir tehnya di atas meja kopi di hadapannya. "Sudah kukatakan, mereka tertarik dengan tubuhmu," lanjutnya dengan nada horor sebisanya.

Aku memutar mata mendengarnya, lalu meletakkan nampan dengan setengah melempar ke bawah meja kopi. Sahabatku, yang juga seorang paranormal, itu tidak pernah benar-benar membantu. Dia niat terhadapku atau hanya numpang minum teh dan makan cookie gratis di rumahku?

"Sebenarnya, aku niat keduanya, Mei," kata Stevan terkekeh. Dia pasti membaca pikiranku. Dasar menyebalkan.

Aku mendengus. "Ingatkan aku untuk menghajar bokongmu," ucapku ketus.

"Sebaiknya kau hati-hati dengan sikapmu."

Suara Mickey, pria berambut hitam dengan kacamatanya membuatku menoleh. Dia masih sibuk dengan buku tebalnya sembari melirik padaku. Sadar kalau perhatianku teralihkan padanya, Mickey menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja kopi. Dia memijat jembatan hidungnya sesaat setelah melepas kacamatanya. "Kau tahu, makhluk seperti mereka suka dengan sikap sarkasmu itu," ujarnya.

Aku mendengus. "Jadi, Pak Pendeta akan menolongku?" pintaku, tapi dengan setengah mengejek.

Mickey tersenyum simpul. "Kau tahu aku tidak akan menolak permintaan jemaat pertamaku," ucapnya, tersenyum simpul.

Aku memutar mata. "Kau bahkan bukan pendeta sungguhan."

Stevan mengangguk. "Hanya seseorang yang senang membantu gereja." Dia menepuk tangannya sekali, menoleh padaku. "Jadi, kapan kita mulai?" tanyanya antusias. Aku akan menendang bokongnya sungguhan jika semua telah selesai.

"Malam ini?" ucapku ragu. Suaraku sedikit bergetar.

Mickey mendengus. "Kau tahu? Kau tidak harus takut," ujarnya tersenyum kecil.

"Yeah, kita pasti berhasil," tambah Stevan, juga dengan tersenyum.

Aku menunduk mendengar perkataan mereka berdua. Menyebalkan. Mereka bisa melakukan itu karena mereka tidak mengalaminya. Apa mereka tidak tahu aku di sini sangat harap-harap cemas? Tapi mereka sahabat-sahabatku. Kami sudah berteman sejak lama. Saling menghibur walau kami tidak terlalu paham satu sama lain, kurasa ... mereka melakukan formalitas dengan baik.

"Kalian benar," aku mengangkat kepala, tersenyum lebar seikhlas mungkin, "terima kasih,"kataku.

Mereka terdiam mendengar kata-kataku. Seperti baru tersihir oleh sesuatu, mereka tersenyum simpul bersama. Senyuman yang berbeda dengan yang sebelumnya. "Sama-sama," ucap mereka bersamaan.

***

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana prosedur pengusiran roh jahat. Tapi apa berbaring di atas tempat tidurku sedang kedua makhluk konyol itu mengawasi dari balik pintu adalah hal yang benar? Maksudku, mereka menyuruhku untuk tidur, oke? Untuk tidur! Bukannya aku takut pada kondisi tidur tidak tidurku, tapi ... sulit untuk mengakuinya. Sebenarnya, aku merasa tidak nyaman tidur di depan mereka. Aku ini seorang wanita, sedang mereka berdua orang lelaki aneh yang menguntitku sejak SMA.

Stevan mendelik padaku, memerintahkanku,dengan tatapannya. Sedang Mickey hanya menguap lebar karena, mungkin, mulai merasa bosan. Aku pun mendecak kesal, kemudian mulai menutup kedua mataku dan merilekskan seluruh inch tubuhku.

Saat aku mulai menarik nafas, leherku seperti tercekat. Oh, tidak. Ini benar-benar terjadi. Aku berusaha untuk membuka mata. Namun, kurasa itu tidak berhasil. Kedua mataku terasa berat. Saat aku mencoba melakukan hal yang sama pada kedua tangan serta kakiku, itu seperti direkatkan ke atas tempat tidurku. Lalu, seperti biasa, aku akan merasakan mereka menindihku.

Rasanya berat sekali. Tubuhku benar-benar kaku dan itu menyebalkan. Aku mengerahkan semua tenaga yang aku miliki. Sedikit banyak, itu membantuku untuk menoleh ke arah pintu kamar. Terlihatlah kepala Stevan serta Mickey yang masih nongol dari balik pintu. Mata mereka sedang menatap sesuatu penuh kejut atau seperti itulah keinginanku.

Aku mencoba mengikuti arah pandang kedua pria itu. Saat aku berhasil menangkap sosok yang mereka lihat, aku bergidik. Kalau ini akibat terlalu sering main permainan The Sims, tolong bunuh aku sekarang. Sayangnya, saat aku mengatakan itu di dalam hati, sosok yang sering kulihat saat seorang sims mati dalam permainan The Sims, benar-benar mencabut nyawaku.

Jadi, apa dia yang akhir-akhir ini menindihku saat sedang tidur?

***

Mickey menggeleng tidak suka, sedangkan Stevan hanya mendecak berulang kali. Aku menaikkan sebelah alisku, tidak mengerti. Padahal aku sudah mencoba membuat skenario yang baik.

"Tidak bisa seperti itu, Mei," ujar Stevan, menautkan kedua tangannya di depan dada.

Aku mendelik padanya. "Maksudmu?" tanyaku.

Mickey memperbaiki posisi kacamatanya. "Hanya karena dia berwajah sama denganmu, bukan berarto kau harus menguntitnya sebelum mencabut nayawanya," ujarnya.

"Jadilah malaikat pencabut nyawa yang baik," kata Stevan, menepuk kedua bahuku. "Kami pergi dulu, oke? Banyak nyawa yang mengantri."

Aku menghela nafas. Kemudian mengangguk pelan. "Oke."

***

[Author's Note]
Berikan suara! Cerita gaje lainnya. Haha :'v

Ketika Kita TidurWhere stories live. Discover now