[21] Seorang Bidadari

2K 156 21
                                    

Cerpen ini sudah pernah kuterbitkan dengan judul yang sama. Tapi karena aku tak suka liat angka di works kebanyakan (apalagi kalau hanya diisi sebuah cerpen), mending kusatuin aja di kumcer ini.

====================

Untuk,

Sanaz Nadya, 3 November 1992.

====================

AKU PUNYA SEORANG KENALAN, NAMANYA ...

Waktu itu aku benar-benar tidak menyangka kalau di toko kelontong dekat rumahku ada bidadari sungguhan. Aku baru sekali melihatnya, jadi dia pasti pegawai baru. Walau begitu aku yakin kalau dia akan menjadi pegawai paling digemari oleh bos serta pelanggan toko ini.

Soalnya ...

"Selamat datang!" Dia menyapa. Kedua matanya tertutup saat tersenyum. Pipinya yang tembem berwarna kemerahan. Kulitnya putih bersih sekali. Dia bisa jadi seorang wanita idaman dan pujaan para pria dalam sekali pandang. Selain itu, keramahannya yang sebenarnya kurang lazim untuk toko seperti ini bisa jadi nilai tambah yang paling besar agar bisa mendapatkan kenaikan gaji.

Tunggu dulu. Jangan-jangan memang karena itu? Ini, sih, tidak benar!

Dasar wanita licik. Memanfaatkan kecantikan dan senyum menawan demi bayaran lebih. Belum lagi pakaian sopan itu--hijab dan manset tangan di balik lengan seragam yang agak puntung, semua orang pasti akan mengira dia memang wanita baik-baik. Baru juga jadi pegawai baru, sudah punya tipu muslihat. Maaf saja, ya. Kau tidak akan bisa memanfaatkanku demi tujuanmu itu! Aku pelanggan toko ini dan aku tahu siapa yang pantas bekerja di sini. Dan kau akan tamat dalam beberapa hari. Camkan itu!

Saat aku melewati kasir tempat dia berdiri sambil tersenyum, aku melirik ke name-tag yang ia kenakan pada seragamnya.

Sanaz Nadya

Hee ... namanya terlalu bagus untuk seorang penipu. Akhirnya, kuputuskan untuk memerhatikan dia dari rak-rak berisi makanan ringan. Mengamati adalah langkah awal sebelum bertindak salah. Aku memang pintar.

Beberapa saat kemudian, seorang pria berkaos dan beransel hitam masuk dari pintu toko yang berada tepat di sebelah kasir Sanaz. Selama beberapa detik, pria itu terdiam mengamati Sanaz yang juga tengah menelengkan kepala mengamati pria itu. Dari tinggi badan dan garis-garis pada muka mereka, usia mereka mungkin tidak terpaut terlalu jauh. Selain itu, mereka sepertinya agak mirip. Mungkin pria itu kakaknya atau siapalah. Sayangnya, kulitnya yang lebih gelap daripada Sanaz membuatku ragu dengan hipotesisku sendiri. Lagi pula, ada apa dengan aksi saling pandang itu? Hai, hai. Janganlah kau mendekati zina! Ya, ampun. Pantas saja bangsa ini semakin terpuruk!

"Sanaz 'kan?" Si Pria bertanya.

"Wah." Sanaz menepuk tangannya sekali. "Kamu Raka 'kan? Ya, ampun. Lama sekali kita tidak bertemu."

Mereka saling kenal? Mungkinkah mantan pacar? Dia ramah sama mantan pacar? Ternyata dia sejenis tukang PHP kepada mantan. Mengerikan. Wanita ini benar-benar iblis sejati.

"Kamu kerja tetap di sini?" tanya si Raka.

Sanaz terkekeh. "Tidak, kok. Aku sambilan saja."

"Jam berapa selesai kerjanya?"

Aku mencium sebuah niat negatif. Sebagai seorang manusia bermoral, aku tidak boleh membiarkan perbuatan maksiat terjadi di depanku. Akhirnya, tanpa pikir panjang aku meraih makanan ringan terdekat dari rak di sampingku. Kemudian, aku melangkah lebar-lebar ke arah kasir Sanaz. Tanganku terjulur ke depan sedangkan tubuhku membungkuk rendah ketika kakiku terangkat sebelah saat memberikan makanan ringan itu.

Ketika Kita TidurWhere stories live. Discover now