[14] Tuan Peter si Pengantar Pizza

1.2K 129 18
                                    

Kemarin sore Tuan Peter tewas karena peluru nyasar.

Manager menyukai cara kerja Tuan Peter karena Tuan Peter adalah seorang pengantar piza yang tepat waktu. Dia sangat pandai mengambil jalan potong dan dapat bersepeda dengan baik, walau jalur yang ia telusuri hanyalah sebuah pipa berdiameter lima senti. Tuan Peter biasa melakukan atraksi sulap di depan anak-anak, seperti menghilangkan koin atau membakar tisu tanpa korek sekalipun. Tuan Peter juga murah hati, tetapi pelit dalam beberapa hal. Menurutku, kepelitan Tuan Peter hampir sama dengan Tuan Krab. Mereka sama-sama terlampau irit. Soalnya Tuan Peter bukan orang yang punya seribu satu cara mendapatkan uang dengan cepat. Dia hanya terkenal sebagai pekerja keras yang sangat mencintai uang.

Sayangnya, polisi tahu ada yang mengherankan dari kematian Tuan Peter.

Para saksi mata memang mendengar suara tembakan saat Tuan Peter melintasi 71st Street, kemudian Tuan Peter jatuh di atas semak-semak yang ada di halaman salah satu rumah di sana. Orang-orang yang panik langsung menelepon 911 dan polisi pun melakukan olah TKP.

Anehnya, dokter forensik yang bekerja untuk kasus Tuan Peter tidak mendapatkan peluru atau sedikitpun bubuk mesiu saat melakukan otopsi pada mayatnya. Padahal mereka memang menemukan luka bekas tembakan yang masih baru. Akhirnya, berdasarkan permintaan keluarga tentu saja, kasus Tuan Peter ditutup tiga jam kemudian. Tuan Peter dimakamkan keesokan harinya. Mayatnya menggunakan jas terbaik yang dapat ditemukan pihak keluarga dari dalam almarinya.

Beberapa hari kemudian, ada gosip hantu berkeliaran di sekitar 71st Street. Hantu itu menggunakan jas hitam seperti Tuan Peter. Tingginya pun persis seperti Tuan Peter, sekitar enam kaki. Karena desas-desus itulah aku berdiri di depan lokasi kematian Tuan Peter malam ini. Sayangnya, berita burung itu juga aku merinding saat mendengar suara langkah kaki dan erangan dari belakangku.

Spontan aku menyeberangi jalan, bersembunyi di antara tong sampah sambil mengamati lokasi. Seorang pria berjas hitam datang dengan mulut menganga--atau mungkin lebih tepat jika disebut rahangnya sudah patah. Tangannya bengkok sebelah dan dia berjalan sambil menyeret kakinya.

Saat aku mengamati lebih lanjut, aku yakin di balik wajahnya yang sudah rusak, aku yakin mengenal dia. Dan yang benar saja. Ketika dia menoleh ke arahku, mata abu-abu tanpa semangat itu memancarkan aura kalau dia adalah Tuan Peter! Misteri terpecahkan! Walau muncul masalah lain, yaitu Tuan Peter yang hidup kembali sedang berjalan ke arahku.

Oh, Tuhan!

Tubuhku terasa kaku karena panik. Jangankan berteriak minta tolong, berbisik agar Tuan Peter berhenti melangkah saja pita suaraku menolak. Aku merasa sangat tidak berdaya di hadapan sosok hantu atau zombi Tuan Peter ini--aku menyebutnya zombi karena dia persis seperti mayat berjalan yang bangkit dari kubur dengan lumpur mengering di pakaiannya.

Tuan Peter menelengkan kepala saat tiba di hadapanku. Dia terdiam selama beberapa detik sebelum mengerang, "Uuur aaah, aa u auaa?"

Aku rasa dia seperti turis asing dengan bahasa itu. Jadi, aku hanya menggelengkan kepala sebagai tanda tak mengerti. Tuan Peter memutar mata untuk membalas jawabanku. Tunggu! Apa dia baru saja meremehkanku?

Setelah itu Tuan Peter mulai memeriksa isi tong sampah. Tong demi tong. Wajahnya mencerah saat menemukan sebuah kemasan pizza setengah terisi.

Aku mengamati dengan seksama dari belakang punggung Tuan Peter sambil menutup hidung. Maksudku, bisakah kau membayangkan seberapa busuknya bau tong sampah ditambah bau mayat? Jika aku dapat mencopot hidung agar tidak perlu mencium bau ini, aku akan benar-benar melakukannya.

Ah, omong-omong aku baru menyadari sesuatu. Ini soal kemasan piza yang dipungut Tuan Peter. Itu adalah kotak pizza dari tempat kerjanya!

Menghela napas panjang, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Tuan Peter, apa yang sedang kaulakukan?"

Cara Tuan Peter membalikkan badan persis seperti gerakan penguin. Dia mengerang lagi, "Aa aa aa."

Alisku naik sebelah mendengarnya. Ternyata mulut Tuan Peter juga sangat bau. Hidungku mengkerut karenanya.

Lalu, Tuan Peter tertatih menyeberangi jalanan yang sangat sepi bersama kotak piza itu. Aku mengikuti tepat dari belakang, dengan jarak aman dari bau badannya tentu saja. Tuan Peter berbelok di salah satu rumah bertingkat tanpa pagar pengaman. Dia berdiri sebentar di depan kotak surat yang bertuliskan angka rumah tersebut. Aku berhenti di belakang salah satu pohon terdekat ketika Tuan Peter mengetuk pintu.

Perlu beberapa waktu menunggu sebelum pintu itu terbuka dan seorang pria berwajah tirus muncul dari dalam rumah.

Pria itu bertanya, "Ada yang bisa saya bantu?"

"Au eaar eaa," jawab Tuan Peter sembari memberikan kotak piza di tangannya. "Eei," lanjutnya. Diamembungkukkan badan sedikit, kemudian berjalan menjauh dari pria yang terlihat begitu bingung tersebut.

Si Pria Tirus menjatuhkan kotak piza di tangannya setelah Tuan Peter cukup jauh dari dia. Aku tersenyum sendiri karena dia terlambat menyadari kalau Tuan Peter bukanlah manusia dan malah berteriak, "Josephine! Telepon 911!" sambil berlari masuk ke rumah.

Tuan Peter berhenti sebentar di dekat pohon untuk menoleh padaku. Di balik rahangnya yang sudah hampir copot, aku yakin Tuan Peter sedang tersenyum.

Aku balas tersenyum. "Sama-sama, Tuan Peter. Istirahat yang tenang, ya."

Tuan Peter mengangguk, lalu berjalan ke arah dia datang tadi. Waktunya dia kembali ke makam.

Dua minggu kemudian, seorang profesor dari salah satu universitas di kota ini ditangkap karena telah melakukan eksperimen ilegal. Kau tahu eksperimen apa itu? Judulnya adalah "Membuat Zombi Dengan Minuman Berkarbonasi Termodifikasi" yang menurut pengakuan sang Profesor, eksperimen itu adalah gagal.

Dunia memang sudah gila. []

Ketika Kita TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang