[11] Malaikat, Iblis, dan Kelinci Gurun

1K 113 9
                                    

Ini cerita tentang seorang malaikat yang hobi jalan-jalan ke dunia manusia. Dia senang terbang mengarungi dunia, melihat-lihat apa yang manusia lakukan pada bumi, melihat-lihat berbagai perubahan pada tempat sempurna bagi manusia.

Suatu hari, malaikat terbang melintasi sebuah padang yang kering. Tak ada tumbuhan hijau di sana. Hanyalah sebuah pohon kering yang rapuh. Dia begitu terkejut ketika melihat siapa yang sedang terhimpit batang kayu besar di dekat pohon itu.

"Iblis? Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau perlu bantuanku?" tanya Malaikat iba.

"Bukan urusanmu", iblis menjawab ketus sambil memalingkan wajahnya. Aku tak perlu bantuan seorang malaikat". lanjutya.

Malaikat terdiam. Dia pun pergi meninggalkan iblis. Tapi yang namanya malaikat, pasti mempunyai hati yang baik dan bersih. Dia tak tega meninggalkan iblis sendirian. Apalagi awan semakin menebal.

"Iblis, biarkan aku menolongmu," kata malaikat sedikit memohon.

Iblis mendengus. "Tak perlu," jawabnya singkat.

"Tapi aku tak bisa melihat orang lain kesusahan."

"Ini hanyalah sebuah batang kayu besar yang menghimpit kaki dan sayangku. Aku hanya kelelahan. Setelah aku memulihkan energiku, aku pasti akan pergi dengan mudah dari sini!" kata Iblis dengan nada menyombongkan diri.

Malaikat menghela nafas panjang. Makhluk bertanduk yang keras kepala, kata malaikat dalam hati.

"Baiklah kalau itu maumu," kata malaikat sambil terbang menjauh dari Iblis.

Malaikat pun mencari tempat persembunyian dimana dia dapat mengawasi iblis dari jauh. Dia terbang berkeliling padang dengan cepat. Syukurlah iblis tak melihatnya karena sibuk dengan batang pohon besar itu. Akhirnya dia menemukan tempat persembunyian yang cocok baginya. Itu adalah sebuah gua yang berjarak 20 meter dari tempat Iblis.

Malaikat terus mengamati Iblis dari jauh. Betapa terkejutnya malaikat saat melihat seekor kelinci gurun datang pada Iblis sambil membawa beberapa buah.

"Begitu rupanya," kata Malaikat lirih. Bahkan Iblis pun punya kebaikan tersembunyi, pikir Malaikat.

Awan pun terus menebal. Rasa iba malaikat pun membawa dia kembali pada sang Iblis.

"Lihatlah! Awan di langit kian menebal. Biarkan aku menolongmu," ujar malaikat pada Iblis.

"Keras kepala! Sudah kubilang kan, aku ..."

Malaikat menyimpan jarinya di atas bibir Iblis, menyuruhnya untuk diam. Iblis pun terdiam dan tak melanjutkan kata-katanya. "Apa kau rela melihat kelinci itu kebasahan karena menunggumu di sini?" tanya Malaikat lembut.

Iblis menoleh pada kelinci gurun. Kelinci gurun memiringkan sedikit kepalanya untuk menunjukkan tampang tak mengertinya. Melihat itu, Iblis pun menghela nafas.

"Baiklah," kata Iblis lirih.

Malaikat mendorong batang kayu itu. Setelah batang kayu itu bergeser, dia mengulurkan tangannya pada Iblis untuk membantunya berdiri.

Malaikat tersenyum. "Lain kali, pikirkan resiko saat engkau ingin membantu seseorang," ujar malaikat bijak.

"Ma-makasih," jawab Iblis ketus. "Tapi kenapa kau ingin menolongku? Malaikat dan Iblis tak seharusnya bersama. Kita berbeda," tanyanya balik pada malaikat.

Malaikat mendongakkan kepalanya pada langit. Awan-awan yang tebal tadi berangsur-angsur pergi meninggalkan langit padang.

"Perbedaan tak menjadikan kita untuk tidak menolong sesama. Tuhan tak pernah melarang kita untuk saling menolong selama itu masih dalam kebaikan, kan?"

Malaikat tersenyum pada Iblis. Sedangkan Iblis hanya menunduk malu.

"Itu juga berlaku padamu dan kelinci gurun itu. Mungkin dia sudah mati, kalau kau tak menolongnya," lanjut Malaikat.

Iblis tersenyum pada kelinci gurun, "kau benar," ujarnya kemudian.

Ketika Kita TidurWhere stories live. Discover now