Chapter 6 : Her Butler, Conclude

113K 5.1K 361
                                    

"Tapi jika perkiraan saya benar, maka berurusan dengan mereka adalah sesuatu yang berbahaya bagi Anda, Nona...."

Kata-kata yang terakhir kali diucapkan Michael pagi ini terus terulang di pikiran Alice. Memaksanya untuk berpikir namun di saat yang sama, semakin jauh ia mencoba memikirkannya, ia justru semakin kebingungan.

Ia merasa hal ini berhubungan dengan sesuatu ... entahlah

Mungkinkah sesuatu tentang orangtuanya? Atau mungkin tentang kedudukannya? Beberapa orang dari masa lalu? Ini dan itu, semua membuatnya bingung.

Alice hanya merasa ada sesuatu yang berhubungan, entah apa. Yang bisa ia dapati sejauh ini ... tak ada. Belum.

Kalau benar yang dikatakan Michael, sebenarnya seberbahaya apa orang-orang ini? Jika dipikir-pikir lagi ... 'orang itu' juga memiliki tatto itu. Sampai saat ini pun, secara tak lansung aku 'dikelilingi' oleh mereka. Tapi aku tidak pernah merasa terancam sesuatu....

"... na?"

... Atau mungkin itu karena aku belum menyadarinya?

"... Nona?"

"Ahh. Ehh?"

Alice tersentak dari lamunannya sedari tadi ketika akhirnya suara Michael berhasil menembus pendengarannya. Ia menoleh, menatap sang butler yang duduk di sebelahnya. Di belakang setir.

"Kita sampai."

Ia menatap Michael yang lebih dulu keluar kemudian membukakan pintu untuknya.

"Jadi, apa rencana Anda, Nona?"

"Aku hanya ingin melihat-lihat ... juga memastikan sesuatu. Ayo."

Michael hanya diam mengikuti langkah sang nona. Begitu memasuki gedung kantor, beberapa karyawan yang melihat sosok 'calon pemimpin' mereka itu segera memasang sikap hormat. Beberapa menunduk dan memberi salam yang hanya dibalas Alice dengan anggukan ataupun senyum tipis.

Seorang pria paruh baya tampak mendekat, menghampiri mereka.

"Ice, ada apa? Kenapa tiba-tiba berkunjung?"

Alice menoleh ketika merasa dipanggil. Ia tersenyum melihat siapa yang datang, pria berusia 40-an tahun itu orang yang ia kenal cukup baik. Dulunya, pria itu adalah rekan kerja sekaligus sahabat dari ayahnya, jadi sejak kecil ia cukup sering bertemu dengan pria itu.

"Tak apa, Paman. Hanya ingin melihat-lihat saja," jawab Alice ramah.

"Begitukah. Kalau begitu, aku akan melanjutkan pekerjaanku lagi. Selamat datang, Boss," candanya dengan sikap sopan yang sengaja dilebih-lebihkan.

Alice terkekeh. "Terima kasih."

Ia lantas melanjutkan kembali langkahnya, sedikit melirik Michael yang sedari tadi mengikutinya dalam diam, namun ia tahu mata butlernya itu 'mengatakan' sesuatu ketika menatapnya.

"Ada yang ingin kaukatakan?" celetuk Alice tiba-tiba.

Michael tersenyum, senyum simpulnya yang—menurut Alice—menyebalkan. Ia mempersilakan sang nona memasuki lift lebih dulu. Memencet tombol lantai sebelum akhirnya pintu tertutup dan ia angkat bicara.

"Saya tidak tahu kalau ternyata Anda orang yang ramah, Nona."

Alice menghela napas, ia sudah menduga jika makhluk di sebelahnya ini akan mengatakan hal itu.

"Cih. Jangan menyindir,"一Alice melipat tangannya di dada dan bersandar santai一"bagaimanapun, aku adalah orang yang suatu saat akan menjadi atasan mereka. Apa jadinya jika para karyawanku tidak merasa nyaman dengan keberadaanku?

The Lady and the DevilWhere stories live. Discover now