Chapter 21 : Her Butler, Play Well

64.4K 3K 107
                                    

"Apa ini?"

Pagi itu, Alice mematut dirinya sedikit lebih lama di depan cermin. Ia tampak menatap serius bayangan wajahnya, lebih tepatnya, ia sedang mengamati mata kanannya.

Seperti biasa, Sebastian sudah pergi lebih dulu, jadi ia bisa dengan leluasa melepaskan eye patch yang selalu menutupi matanya itu.

Alice masih mengamati iris birunya dengan serius. Ada sesuatu yang aneh dengan matanya. Beberapa garis samar tampak terlihat di sana, membentuk sebuah pola entah apa yang sedikit mirip dengan lambang kontrak milik Michael di dahinya.

Mirip, namun garis di matanya jelas memiliki pola yang berbeda.

Mungkinkah itu karena Michael?

Jika iya, maka ini merepotkan sekali. Bisa-bisa, sekujur tubuh Alice akan dipenuhi oleh lambang-lambang aneh itu nantinya.

Tampak samar, memang. Bahkan nyaris tak terlihat. Alice sendiri tak sengaja menyadarinya ketika ia mencuci muka sebelum mandi tadi.

"Sejak kapan tanda ini ada di sini?" gumamnya lirih, sampai pantulan jam dinding yang dilihatnya dari cermin membuatnya tersentak. Ia hampir terlambat.

Dengan cepat ia memakai penutup matanya, meraih ransel dan bergegas keluar kamar.

Gadis itu menghela napas ketika telah berdiri di luar dan tampaknya para anggota penegak aturan sekolah belum berpatroli hingga ke lorong ini.

#

"Ciel?"

"...."

"Ciel!"

"Ah!" Alice tersentak dari lamunannya. "Ya?" Ia menatap Lizzie yang tadi memanggil.

"Kau melamun?" tegur Sebastian. "Akhir-akhir ini kau sering begitu. Ada masalah?"

Gadis itu menoleh ke arah Sebastian yang menatapnya sembari menopang dagu. Alice hanya menghela napas dan mengangkat bahunya, menyunggingkan senyum tipis tanpa berniat menjawab.

Bukan masalah penting sebenarnya, dia hanya sedang berpikir tentang lomba yang akan diadakan akhir bulan nanti. Sekarang sudah memasuki bulan Desember, dan dia belum dapat memutuskan apa pun.

Meskipun dikatakan dia akan berpartisipasi dalam drama, ia yakin jalannya pasti tak akan semulus itu nanti. Jadi ia harus memiliki banyak rencana. Untuk bisa bertemu dengan Kepala Sekolah adalah hal yang sulit, dan ini adalah satu-satunya kesempatan yang ia miliki.

Alice sudah tak punya waktu lagi, mengingat ini sudah memasuki bulan ketiga sejak Madam Ann meninggalkan rumah. Jika bibinya itu kembali dan saat itu ia tak ada di rumah, itu pasti akan menjadi masalah besar.

"Ciel."

"Hm?" Alice kembali menatap ke depan ketika Lizzie kembali memanggilnya.

"Kautahu? Hari ini Mrs. Kim akan melakukan pengambilan nilai untuk pelajaran musik. Materinya adalah Mozart, Sonata KV 310."

"Ohh...."

"Kau tahu kan?"

"Tentu saja."

"Ada apa dengan wajah itu?" sela Sebastian yang melihat raut Alice sedikit berubah menjadi sedikit tak acuh.

Alice menatapnya sejenak. Orang ini peka sekali, bahkan perubahan ekspresi yang begitu tipis di wajah Alice dapat disadari olehnya.

"Bukan apa-apa, aku hanya tidak begitu menyukai piano," jawab Alice masih bernada cuek. "Aku juga benci lagu klasik."

The Lady and the DevilOù les histoires vivent. Découvrez maintenant