Chapter 31 : Her Butler, Recalling Memories

54.9K 3K 121
                                    

Michael melangkah santai di sepanjang lorong tanpa sedikit pun mengurangi kewaspadaannya. Ia sudah tak lagi menghitung seberapa jauh ia berjalan. Sejak tadi, yang ia temukan hanyalah cabang dan cabang lagi, seolah-olah lorong ini tak memiliki ujung.

Sedikit tidak masuk akal menurutnya, tempat seperti ini dibangun di bawah tanah. Sejak kapan tempat ini dibuat dan sebesar apa? Dan lagi, ia yakin jalan untuk keluar dan masuk dari tempat ini tak hanya satu karena ia beberapa kali menemukan tangga yang menuju ke atas.

Ah, ia bahkan sampai malas memikirkannya.

Langkahnya terhenti ketika ia menemukan sebuah pintu si sisi kiri lorong, sedikit bertanya-tanya ruangan apa yang sekiranya berada di balik pintu itu. Setelah beberapa saat menimbang, akhirnya ia memutuskan untuk mendobraknya. Masa bodoh jika ada orang di dalam sana, ia hanya perlu membungkam dan menghabisi orang itu. Mudah.

Dengan mudahnya iblis itu menghancurkan pintu di hadapannya一yang kenyataannya tidak terkunci一hanya dengan sebuah tendangan. Tak ada reaksi apa pun atas perlakuannya itu, dan Michael bisa menyimpulkan bahwa tak ada orang di dalam sana.

Ia kemudian melangkah masuk, mulai mengamati seisi ruangan. Tempat ini tampak seperti perpustakaan, dengan rak buku yang berada di sekeliling tembok dan dua buah rak lain di tengah ruangan yang membuat tempat itu terbagi menjadi tiga bagian.

Michael mengitari tempat itu selama beberapa lama, mengambil dan melihat-lihat sekilas beberapa buku dari rak dan meletakkannya kembali. Tak ada yang istimewa dari ruangan ini, namun ia menemukan beberapa buku yang sepertinya menjelaskan tentang Phoenix. Yah, meskipun itu sudah tak lagi berguna untuknya dan sang nona sekarang.

Sedang asyik membaca, suara langkah beberapa orang yang tertangkap oleh telinganya membuatnya memasang sikap waspada.

Michael melempar buku tebal yang ada di tangannya ketika melihat beberapa sosok berjubah memasuki ruangan. Ia melempar buku itu ke arah seseorang yang berdiri di tengah, namun dengan mudah sosok itu berkelit dan menangkap benda yang hampir mengenainya itu.

"Michael, itu berbahaya," tegur sosok berjubah itu dengan nada bicara yang tenang dan datar.

Michael melonggarkan kewaspadaannya ketika telinganya kemudian menangkap suara yang familier. Ia hapal benar suara nonanya. Sang iblis pelayan kemudian melangkah menghampiri sosok itu.

"Maafkan saya. Anda juga harus berhati-hati, menghampiri saya dengan penampilan seperti ini, Nona." Michael balik menegur.

"Biasanya kau bisa mengenali auraku," balas Alice santai, ia membuka tudung yang menutupi wajah dan kepalanya.

Tadi Michael sedang fokus, sehingga ia tak begitu memperhatikan aura milik siapa yang berada di sekelilingnya.

"Siapa mereka?" Michael kini menatap dua orang berjubah lain yang sedari tadi berdiri di samping sang nona. Dua orang yang ia maksud ikut menunjukkan wajahnya kemudian.

"Selamat malam, Mister," sapa Lizzie sedikit bergurau, mengingat situasi dan kondisi saat ini, tampaknya salam itu bukanlah hal yang cocok untuk diungkapkan sekarang.

"Ci-Alice, sebenarnya Mr. Michael itu siapamu?" Sebastian melirik Alice, sedikit penasaran ketika ia mendengar Michael memanggil gadis itu dengan sebutan 'nona' tadi.

"Dia pelayanku," jawab Alice kemudian, membuat kedua temannya ber-ohh-ria sebelum kemudian saling tatap dengan raut terkejut.

"Pelayan?!" pekik keduanya bersamaan.

"Iya. Kenapa?"

"Yah ... rasanya. ..."

"Agak kaget saja." Sebastian menyambung ucapan Lizzie yang terputus.

The Lady and the DevilWhere stories live. Discover now