Chapter 21.5 : Her Butler, Love Potion

60K 3K 233
                                    

Author's note: Chapter ini cuma selingan, sedikit menyimpang dari jalan cerita. Saya perlu memperbaiki mood saya yang lagi parah banget sekarang, makanya saya tulis ini. Chapter 22 bakal update secepatnya begitu selesai saya tulis. Jika tidak keberatan, silakan membaca. Kalau gak tertarik, kalian tahu di mana tombol 'back'-nya kan? Terima kasih.^^ //senyum manis.

 #

"Ciel, isi formulir ini."

Alice menatap lembaran kertas yang disodorkan Sebastian padanya, mengamatinya selama beberapa saat.

"Itu formulir peserta drama, audisinya besok jam 8 pagi di aula," jelas Sebastian sebelum Alice sempat bertanya.

Tanpa banyak bicara, Alice mengambil pena dan mulai mengisi segala hal yang perlu ia tulis di sana.

"Sebastiaaaann~"

Suara melengking dari arah pintu membuat semua orang di kelas itu menoleh. Seorang gadis berdiri di depan pintu, kemudian tanpa permisi memasuki kelas dan menghampiri Sebastian.

"E-ehh, sedang apa kau di sini?" Sebastian sedikit gelagapan ketika gadis itu tiba-tiba saja menggelendot manja di lengannya, membuat mereka menjadi pusat perhatian di kelas itu sekarang.

Namun tampaknya semua orang di kelas ini sudah biasa dengan pemandangan semacam itu, mereka tampak tak ambil pusing dan kembali menyibukkan diri dengan kegiatan masing-masing.

"Siapa anak itu?" tanya Alice sedikit berbisik pada Lizzie sembari melirik pemandangan yang sedikit tidak wajar—menurutnya—itu.

"Ohh ... dia anak kelas 10. Namanya Lucy, salah satu penggemar berat Sebastian. Dia jarang berada di sekolah karena dia bersekolah sambil mengurusi bisnis keluarga. Tak perlu heran begitu, ini selalu terjadi jika dia datang," Lizzie terkekeh, "padahal sudah berkali-kali ditolak, tapi dia benar-benar keras kepala dan sekarang Sebastian selalu mati kutu jika bertemu dengannya."

"Ternyata dia populer juga ya?" gumam Alice, yang kembali membuat Lizzie terkekeh.

"Lho, jangan salah. Di sekolah ini mana ada yang tidak mengenalnya. Fans-nya juga banyak lho, dari yang kalem sampai yang anarkis seperti itu."

"Me-menyeramkan sekali." Alice memucat, entah apa yang terlintas di otaknya saat ini.

"Ngomong-ngomong, Ciel juga lumayan populer lho?"

"Kenapa kau tiba-tiba bicara begitu? Jangan bercanda." Alice menaikkan sebelah alisnya, sedikit cemas mendengar kalimat Lizzie barusan.

Jika yang namanya populer itu harus menghadapi hal semacam yang sedang dialami Sebastian saat ini, lebih baik ia mengurung dirinya di kamar. Menyeramkan sekali jika dikelilingi banyak orang bahkan hingga dikuntit seperti itu.

"Aku serius, sejak pertama kali kau masuk, semua orang mulai membicarakan tentang siswa baru yang sangat manis dan serba bisa. Tapi karena Ciel pendiam sekali, tidak ada yang berani mendekatimu. Kau terlalu sulit untuk didekati."

"Ohh...." Alice mendesah lega. Dalam hati, ia benar-benar mensyukuri hal itu.

"Dan lagi, kau terlalu dingin pada sekitarmu. Seperti ada aura 'jangan dekati aku' atau semacamnya yang memancar dari tubuhmu, kautahu itu?"

Gadis itu hanya terkekeh kecil mendengar kalimat bernada sindiran yang terlontar dari gadis blonde di hadapannya. Yah, meskipun Alice sudah mencoba untuk bersikap seramah mungkin, tetap tidak mudah baginya untuk mengubah kepribadian aslinya yang memang pendiam dan penyendiri.

"Hei, hei, lihat apa yang aku bawa untukmu!"

Suara Lucy membuat Alice dan Lizzie menatap kedua orang itu sekarang, Lucy tampak mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna merah hati.

The Lady and the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang