12. Warga Desa

24 7 0
                                    

« Porter »

Jeritanku berhasil memancing warga agar segera keluar rumah. Mereka semua terkejut melihatku berlari seakan dikejar setan–walau begitulah yang kurasakan.

Makhluk itu pasti pelakunya! Dia satu-satunya yang terlihat dipenuhi dengan rangkaian bunga, dan kekuatannya pun berkaitan dengan tumbuhan. Dia pasti telah menghabisi penjaga malam!

Aku berlari, menerobos para warga yang kebingungan akan tingkahku. Namun, begitu aku berhasil menjauh, kudengar keributan lebih di belakang sana. Jeritan mereka menggema sepanjang langkahku.

"Monster! Tolong!"

Jeritan beragam memekakkan telinga, tapi aku yakin itu bisa menyelamatkan kami semua. Makhluk itu hanya sendirian, sementara kami semua terdiri dari puluhan lebih orang dewasa. Dia mungkin berbadan tinggi, tapi jelas kalah jumlah.

Aku hentikan langkah, menarik napas untuk menyaksikan kembali pemandangan di belakangku. Berharap kalau makhluk itu bisa dihentikan.

Apa yang kuharapkan pupus sudah, yang kulihat para warga sudah tercerai-berai badannya. Mereka telah terjerat pada sulur-sulur yang kemudian membentuk sebuah pohon, menjadikan jasad mereka sebagai penghias. Semua bagian badan yang terpisah terlihat seperti buah pada dahan pohon, menciptakan pemandangan hutan rimba di tengah desa. Tidak sanggup menjerit, aku hanya terpaku menyaksikan mereka semua.

Di balik pepohonan manusia yang hijau, kulihat sosok berkepala bunga berjalan perlahan ke arahku. Dia berdiri tegap, membiarkan sulur-sulur tadi bergerak mengelilingi pepohonan untuk memakan habis jasad mereka yang malang. Makhluk itu makan tanpa perlu mulut, hanya dengan menerima nutrisi melalui sulur yang  merambat.

Kakiku yang tadinya kaku kini seperti tersengat, bergerak cepat menghindari serangan maut makhluk itu. Aku tidak peduli jika raga ini tidak kuat menahan segala kengerian yang kusaksikan, aku harus lari!

Makhluk itu sepertinya tidak tertarik padaku. Aku tidak melihat tanda kalau dia mengejar, barangkali karena telah kenyang memakan puluhan warga yang tidak bersalah. Aku tidak sanggup berteriak lagi, tapi yakin warga yang selamat sudah tahu kejadian buruk telah menimpa desa.

Kakiku terus melangkah menginjak dedaunan merah, berjuang agar tidak terpeleset di kala takut. Meski gemetar, aku terus melangkah menuju tempat pertama yang ada di pikiranku.

Rumah!

Aku tiba di rumah, setidaknya melapor dulu kepada kepala desa–ayahku. Dia pasti sudah mendengar keributan dari luar, kulihat dia bersama pelayan kami berdiri di depan rumah. Ayah melambai padaku. Aku percepat lari, berharap makhluk itu tidak mencoba mengejarku.

"Ada apa di sana?" Ayah masih fokus menatap ke belakangku. Jarak antara rumah penjaga malam tadi dengan rumahku sedikit jauh, sehingga hanya terdengar keributan alih-alih kejadiannya secara jelas.

"Penjaga malam ... dibunuh." Aku mengatur napas. Rasanya jantungku nyaris copot akibat rasa takut yang mengguncang. Kakiku masih gemetar walau aku berada di tempat yang kuanggap aman.

"Oleh siapa?" Pelayan kami bertanya, keningnya berkerut. Sama seperti Ayah, matanya fokus ke belakang sana yang masih terdengar keributan samar.

"Makhluk itu." Aku kembali menarik napas sebelum akhirnya lanjut bicara. "Aku melihat makhluk berkepala bunga. Dia ... masuk ke rumah penjaga malam, kulihat kepalanya di tumpukan bunga."

Aku ceritakan juga apa yang kulihat sesaat sebelum tiba saat ini. Bagaimana warga desa dengan mudahnya dihabisi oleh makhluk itu, betapa lemah semua manusia di depannya. Aku bahkan tidak sempat menyelamatkan mereka karena sudah pasti aku akan ikut dihabisi.

Wonderful World of Flower [On Going]Where stories live. Discover now