Pulang Ke Rumah Celaka

536 34 49
                                    

Kata bunda, pulanglah ke rumah jika merasa lelah. Setalah puluhan benar terucap di mulut bunda, kali ini bunda salah. Aku pulang, rumah celaka!

"Bu, akan saya bawa Kala kembali pulang sesuai saran ibu. Namun, saya harap ibu masih membantu kami perihal administrasi sekolahnya. Sebab ia didaftarkan oleh seorang wali, bukan orang tua" ucap suara telepon yang kutahu itu dari ayah di pertengahan Oktober 2007.

"Soal itu bapak tidak perlu khawatir. Selamanya, Kala masih akan tetap termasuk keluarga panti ini" tegas ibu panti.


Minggu sore, 20 Oktober 2007, tepat saat aku berdiri di depan jendela kamar nomor tiga, menunggu kabar jemputanku seperti biasanya. Datang seorang pria dengan helm hitam dan motor butut yang sepertinya pernah kunaiki dulu. Aku menerka-nerka orang itu. Begitu terkejut aku saat kulihat ia membuka helmnya. Itu ayah.

Aku berlari secepat kilat menuju ruangan ibu panti. Mencarinya untuk memvalidasi apakah ayah datang untuk menjemput aku atau untuk apa. Lorong demi lorong panti ini kulewati, bersama puluhan pasang mata yang juga terlewati agar bisa kutemukan ibu panti itu secepatnya. Dan seperti biasa, ia ada di ruangannya. Menatap figura berisikan foto hitam putih yang sempat kami ambil bersama di tahun 2006. Aku berteriak lantang.


"Ibu, ayah datang. Benar, kan. Kak Rania salah. Aku tidak dibuang" ujarku.


Ibu panti terkejut mendengar ucapanku dan ia bersegera jalan dengan cepat melewati lorong yang telah kususuri sebelumnya, menuju halaman depan panti. Ia menemukan ayahku di halaman depan. Ia memasang wajah senyum yang sebenarnya menyimpan muram. Menyambut kedatangan ayah di dalam ruangan yang biasanya menjadi batas pemisah antara yang dibuang dan yang membuang. Kali ini ruangan itu berubah fungsi, di sana aku akan dibawa pulang.


"Selamat datang, pak. Senang mendapat kabar gembira dari bapak terkait Kala" ujar ibu panti.

"Saya tidak punya banyak waktu, bu. Saya ke sini hanya untuk membawa anak itu kembali" ujarnya.

"Iya, saya mengerti pak. Sebelumnya, silahkan bapak tanda tangani dokumen ini, pertanda bahwa bapak telah membawa kembali anak yang dulu sempat bapak titipkan"


Ayah membaca untaian kata pada surat itu, lalu ia segera menanda-tanganinya tanpa pikir panjang.


"Baik, bapak tunggu sebentar. Akan saya panggilkan Kala" ujar ibu panti.


Aku yang setelah keluar dari ruangan ibu panti, bersegera kembali ke kamar nomor tiga. Berkemas merapikan pakaian dan barang-barangku ke dalam tas sekolah yang biasa aku pakai tiap pagi. Teman sekamarku juga ikut membantu merapikan buku-buku sekolah agar tidak tertinggal di kamar ini. Tida-tiba, ibu panti datang menghampiriku.


"Nak, ayahmu sudah menunggu di depan"

"Iya, bu. Sedikit lagi. Aku sedang berberes-beres" jawabku.


Setelah seluruh perlengkapanku tersusun rapi, ibu panti menggandengku menuju halaman bangunan ini. Belum sampai kami berada di ujung lorong itu, ia menghentikan langkah kakinya.


"Ibu, ada apa?" tanyaku.

"Nak, ada beberapa hal yang ingin ibu sampaikan kepadamu"

Benang KepalaWhere stories live. Discover now