Mimpi Aneh I-2-0-2-2

529 27 55
                                    

Dunia ini penuh teka-teki. Selain kecil ia terlalu sempit untuk semua keresahan manusia.

 "Jika boleh, saat dewasa aku ingin bertemu kembali dengan diriku di masa lalu"

Itu adalah malam berbintang yang sangat indah. Bintang kesukaanku, Polaris juga menampakkan cahaya indahnya dalam rasi bintang Ursa Minor. Aku menatap langit malam di bukit tinggi yang terhampar padang rerumputan. Di langit aku melihat cahaya konstelasi galaksi, di bumi aku melihat cahaya konstelasi kota. Pemandangannya bagaikan tempat kecil di pelataran surga. Hingga suara pekikan hantu muncul di langit. Itu adalah bayangan gelap yang berhimpit ribuan serapah. Masuk lewat lorong-lorong telinga. Berputar di kepala.

"Anak tidak berguna"

"Anak pembawa sial"

"Kau sama seperti ibumu"

"Keluarga anjing"

"Abang, dia masih kecil, dia tidak mengerti"

"Diam kau, perempuan setan. Menyesal aku menikah denganmu"

"Kok segini uangnya, kau mencurinya"

"Plaaak, Plaak" suara pukulan tajam

Kata-kata itu melayang-layang di langit malam bersama dua bayangan manusia yang saling beradu suara. Aku ketakutan, kepeluk tubuh sendiri dengan tangan rapuh ini. kututup lorong telinga dengan sekuatnya. Aku merintih ketakutan di tempat ini. "hentikan, hentikan, aku tidak kuat, cukup, apa salahku, aku tidak minta dilahirkan dari kalian, hentikan".

Semakin lama suara itu semakin keras, aku juga ikut semakin tidak waras. Aku berteriak sembari merintih, menutup telinga yang sangat ingin kubuat tuli. Aku ketakutan, aku ketakutan, aku ketakutan.

Hingga seorang pria yang sepertinya baru saja menginjak dewasa menghampiri aku entah dari mana asalnya. Tidak jelas wajah nya, namun ia berjalan semakin mendekat. Tepat di depanku, ia seketika menutup telingaku yang telah kemasukan sihir kebencian. Wajahnya tertutup awan gelap, entah siapakah pria ini. Lalu ia berkata

"Semua akan baik-baik saja. Kau akan bangga melihat aku"

Suara-suara bising itu tiba-tiba pergi, dan aku pun berhenti dari tangisan buruk itu. Aku berusaha memandang wajah orang ini, namun entah kenapa pandanganku begitu muram. Ia tiba-tiba meraih kepalaku dan mengelus rambutku yang masih halus.

"Kakak siapa?" tanyaku padanya.

"Kamu akan mengenal aku saat dewasa"

Aku tertuntuk diam di hadapannya. Kulihat bentuk tubuhnya seperti tidak asing. Namun, aku tidak ingin menerka-nerka.

"Coba lihat, kota-kota itu begitu kecil dalam pandangan kita. Bukankah terlalu angkuh kalau kita menyangka bahwa masalah kita yang paling berat di muka bumi? Tiap pintu memikul bebannya sendiri-sendiri" ujarnya.

"Maksudnya, kak?" tanyaku.

Ia menggapai bahuku dan bergerak seolah menatap wajahku. Aku berusaha menatap wajahnya dengan jelas. Tapi entah mengapa mata ini begitu sulit untuk menggambar rupa yang terlampir di depan wajah. Apakah ini sihir? Aku benar-benar tidak bisa memandangnya.

"Setelah ini, Jogja akan menjadi saksi perjalanan kamu. Apapun yang terjadi, sesakit apapun penderitaanya. Jangan sesekali kamu membenci mereka yang telah jahat padamu. Mereka punya alasannya" ujarnya.

Aku mengangguk kecil, mengiyakan apa yang dikatakan pria itu meskipun aku tidak benar-benar mengerti apa yang ia katakan.

"Pakai ini dan jika kamu ketakutan lagi, letakkan ia di pusara hati dan katakanlah bahwa kamu akan baik-baik saja" ujarnya sembari memberikan kalung dengan liontin batu putih.

Aku mengambil pemberiannya dan langsung mengenakannya. Lalu aku kembali bertanya perihal yang sama.

"Kak, kamu manusia baik. Kamu siapa?"

"Kita sudah pernah bertemu, kita akan bertemu lagi suatu saat nanti. Semangat untuk kompetisinya"

Selepas ia bicara, pandanganku semakin kabur dan ia mulai terlihat padam. Bayangan pria itu mulai menjauh dari batas pandanganku. Pemandangan langit malam tiba mulai pudar.Ada sebuah cahaya yang menghalangi batas pandanganku pada dunia. Aku berusaha membuka mata sekuat hati yang kubisa. Sialnya, cahayanya memaksaku untuk mengalikan pandangan hingga akhirnya.

"Haaaah"

Aku terkejut, detak jantung mulai tidak sesuai rimanya. Keringat mengalir deras dan aku membuka mata.

Aku terbangun dari tidur lelapku

Benang KepalaWhere stories live. Discover now