Benda Penyembuh

500 27 71
                                    

Ketakutan akan selalu menghantui hidup, ia adalah sahabat setia dari rahim bunda hingga kita tiada. Tidak satupun dari kita yang terbebas darinya

"Haaaaaaaah" aku terbangun dari tidurku.

"Ada apa Kala?" tanya bunda menghampiri aku ke kamarku.

"Loh, bunda tidak menemani ayah bekerja?" balasku bertanya.

"Tidak, tidak mungkin bunda juga meninggalkan kamu. Jam 11 kamu berangkat ke Kota Medan dengan kepala sekolah, kan?"


Kukucek mata yang belum benar-benar terbangun. Kulihat jam dinding di sudut samping kamar tepat di samping ventilasi pintu.


"Hah, jam 8.30?" aku terkejut bukan main.

"Iya, sehabis subuh kamu tidur pulas sampai jam segini"

"Kenapa tidak bunda bangunkan?" ujarku menggerutu sebab aku belum mepersiapkan barang apapun untuk kepergian siang nanti.


Bunda membawa tas kecil yang sudah berisikan beberapa pasang pakaian di dalamnya. Ia juga mengambilkan sepatuh yang telah dicuci bersih.


"Udah siap, kamu tinggal mandi" jawab bunda.

"Wahh terimakasih bunda" ujarku tersenyum lebar.

"Udah, sana kamu mandi. Setelah itu sarapan. Kepala sekolah akan menjemput di persimpangan jalan" ucap bunda.


Selepas membersihkan tubuh dan sarapan pagi itu, bunda mengantar aku menuju persimpangan jalan tidak jauh dari rumah ini. Kulihat, kepala sekolah bersama seorang guru pria yang tidak begitu kuingat namanya serta Bu Yani menungguku dari kejauhan. Mobil produksi Jepang itu terparkir dengan rapi bersama mereka di dalamnya. Bunda dan aku menghampiri kepala sekolah tersebut dengan terburu-buru.


"Kala, sudah siap? Ini kompetisi pertamamu" tanya kepala sekolah itu padaku.

"Aku takut, tapi siap hehe" ujarku padanya.

"Bismillah yah, semoga lancar"

"Saya titip Kala yah pak. Beritahu dia jika berbuat salah" ucap bunda padanya.

"Tenang saja, bu. Kami akan menjaganya baik-baik. Saya izin membawanya selama lima hari yah bu" ujar kepala sekolah itu.


Selepas bersalam dan berpamitan, aku berangkat dengan mobil tersebut. Tidak ada upacara pelepasan oleh ayah. Hanya dengan bunda. Ayah sedang meniti rezekinya di pasar-pasar tempat ia menuang ikan di atas meja kerjanya. Begitupun ibu, selepas mengantar aku, ia sudah pasti akan menuju tempat ayah. Membantunya bekerja sebab tidak tega membiarkan ayah membanting tulang seorang diri.

Aku rebahkan tubuhku pada kursi mobil ini. Perjalanan menuju medan akan ditempuh selama hampir 14 jam dari kotaku. Ini berarti, kami akan sampai di tempat sekitar pukul satu pagi. Sementara kompetisinya akan dilangsungkan pukul sembilan pagi. Tertera dengan jelas pada surat edaran kompetisi tersebut.

Mobil ini terisi jutaan keributan, sebab guru-guru ini dengan lantangnya bernyanyi seperti anak muda. Musik-musik klasik seperti lagu Nike Ardila, Ebiet G. Ade atau Peterpan jadi teman perjalanan kami yang diputar dengan kaset tape kuno milik mereka. Sementara aku? Aku pikir tubuhku sudah kehilangan kendali. Dari tadi rasanya perutku sudah bergetar ingin memuntahkan apa yang telah ia telan tadi pagi.

Benang KepalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang