Ilusi

993 174 27
                                    

Sore hari itu langit Jakarta tengah di guyur hujan dengan intensitas sedang. Langit pun sedikit cerah tidak terlalu gelap membuat anak anak pasti terpikat untuk bermain hujan. Seperti anak pertama Marsha dan Zee yang terlihat tengah bermain hujan di samping rumahnya. Namun hanya seorang Marsha saja yang dapat melihatnya.

"Mama! Ayo main ujan ujanan!."
Teriak Kenzie di bawah derasnya hujan.

"Kamu aja, mama ngga mau."
Bakas Marsha.

Kenzie pun berlarian kesana kemari. Membuat Marsha ingin bergabung. Marsha tergiur untuk bermain hujan karena terlihat begitu menyenangkan. Dia pun berjalan dan mendekati sang anak.

Sang art di rumah Marsha yang hendak mencegah Marsha bermain hujan-hujanan pun seketika berhenti melangkah saat Marsha terus memanggil manggil nama anaknya yang telah tiada itu.

"Zie..jangan jauh jauh. Sini aja."
Ujar Marsha yang melihat sang anak seperti akan pergi ke teras depan.

"Di sana bahaya kalau ada mobil lewat."
Cegah Marsha.

Jelas sekali Marsha seperti menuntun seseorang. Membuat art yang melihatnya merinding seketika.

Mereka melihat Marsha tertawa lepas, berlarian, dan memutari sesuatu yang jelas mereka tidak bisa melihatnya.

"Mba, mau sampai kapan kita gini? Saya takut setengah mati liat ibu selalu ngobrol sendiri. Ibu sebenarnya bisa liat atau cuma ilusi aja?."
Tanya salah satu art yang ketakutan setiap kali melihat Marsha berbicara dengan seseorang tak kasat mata.

"Kata bapak, ibu cuma halusinasi aja. Dari dulu ibu ngga punya indra ke 6, jadi bisa jadi cuma ilusi."
Jawab art yang lebih lama bekerja disana.

"Kalau udah gini, kita harus gimana?. Saya kasihan mba liat ibu gitu."
Ucap salah satu art bagian cuci baju.

"Saya juga. Tapi kita bisa apa?. Mau kasih tahu juga ibu suka marah kan?."
Ucapan art bagian masak masak yang di angguki yang lainnya.

Mereka sering menegur, sering memberi tahu baik baik, namun Marsha selalu marah jika di singgung soal anaknya. Dia masih menganggap anaknya ada padahal telah lama meninggal.

"Iya."

Tanpa mereka sadari, Marsha dan sosok yang di yakini sebagai Kenzie itu telah keluar dari rumah.

"Kenzie! Mau kemana?! Hey!."
Marsha terus berjalan ke depan rumah sampai tak menyadari sudah keluar dari rumah menuju jalanan di depan rumah.

"Loh, ibu ngga ada."

"Eh!! Ayo cari!."

Mereka yang tadi sibuk di dapur seketika berlarian menuju teras rumah yang mereka yakini Marsha pasti pergi ke sana.

Tiba di gerbang, Marsha melihat anaknya berdiri di sebrang jalan. Dia melambaikan tangan ke arah Marsha seperti meminta Marsha untuk mendatanginya.

Tanpa melihat kanan dan kirinya, Marsha terus berjalan ke depan.

Tin!!

Tin!!!

Tin!

"Ibu!!!."

Brak!!

Semua art bahkan petugas kebersihan di rumah Marsha keluar gerbang. Mereka panik melihat Marsha hampir saja menjadi korban.

Sebuah mobil lain berhenti di sana. Dan ternyata itu Zee yang panik melihat banyak sekali orang berada di depan gerbang rumahnya.

"Marsha!!."

Zee keluar dari mobilnya dengan panik. Dia lekas memeluk Marsha yang jatuh terduduk di atas aspal. Mobil yang hampir menabrak Marsha telah kabur setelah menabrak tong sampah tak jauh dari Marsha berdiri tadi.

One shoot (ZeeSha)Where stories live. Discover now