2. hujan kala itu (Revisi)

78 50 8
                                    

Bel pulang sekolah yang telah ditunggu para siswa/i akhirnya menggema di sepantaran sekolah. Para murid berpulangan karena cuaca yang mendung. Tak seperti biasanya hujan menyapa jakarta pada siang itu.

Dhio berinisiatif untuk pulang paling akhir demi mengantarkan Davina pulang. Karena Davina yang masih baru, dia berjalan sendiri keluar kelas tanpa bantuan siapapun. Bahkan Dhio tidak sadar bahwa Davina sudah pergi terlebih dahulu meninggalkannya.

"Loh, dia kemana, Dra?" tanya Dhio pada Samudra seraya matanya mencari-cari sosok Davina.

"Lah? lo ga notis? makanya otak lo jangan Clarissa mulu. Noh diluar tu lagi jalan keknya mau pulang," jawab Samudra.

Dhio segera berlari menghampiri Davina dan memegang tangannya kuat seperti mencengkram.

"Aww." Davina melirik sejenak ke arag Dhio dan mengerang kesakitan.

"Lo bisa gak ga buat gue sehari aja repot. Lo tungguin gue anteng dulu di tempat duduk dulu emangnya susah? Gawat kalau ada yang liat bisa rusak harga diri gw," bentak Dhio sekali lagi pada Davina.

"Gue bisa sendiri, makasih." Davina melanjutkan langkahnya dengan jalan yang tertatih namun lagi-lagi Dhio menahan tangannya.

"Jangan buat mama gue marah sama gue gara-gara lo," tegas Dhio.

"Gue ga minta apa-apa dari lo, Dra," jawab Davina sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Dhio.

'Dra', nama baru untuk Dhio. Tidak ada yang pernah memberikannya nama baru sebelumnya. Dhio hanya tercengang dengan ekspresi tatapan kosong sampai dia tak sadar Davina berhasil meloloskan diri dari cengkraman tangan Dhio.

Vina pun melangkah menggunakan tongkat bantunya untuk berjalan di sepanjang koridor. Dhio merasa gadis yang keras kepala itu bisa mandiri tanpa bantuan darinya.

"Buruan cepet, gue mau ngawasin tuh beban," ucap Dhio sambil menggendong tasnya di lengan sebelah kanan ala cowo cool.

"Duluan aja, gue masih lama nih," ungkap Samudra.

Tanpa berpikir panjang Dhio berlari dengan langkah cepat keluar kelas meninggalkan Samudra yang sibuk dengan urusannya. Dia kemudian berjalan perlahan mengikuti Davina yang sedang berusaha untuk mandiri.

*gubrakk*

Davina terpleset karena air hujan yang licin. Memang hujan kala itu sangat deras membuat Davina kesulitan untuk berjalan. Dhio dengan sigap menolong Davina untuk berdiri, khawatir gadis tersebut akan ngadu kalau Dhio tidak mempedulikannya.

"Lo gapapa?" tanya Dhio sementara tangannya membantu Davina berdiri.

"Gapapa, gue lanjut dulu. Makasih ya." Davina melanjutkan langkahnya perlahan dengan hati-hati.

"Tunggu dulu!" Dhio memaut tangan Davina lagi. "Lo gausah ngeyel, gue yang anter lo," sambung Dhio.

Davina mengangguk pelan dan ia mengatupkan bibirnya mengingat kondisi cuaca yang membuatnya sulit untuk berjalan.

"Nih, pakai jacket gue. Kalau lo sakit ntar gaada yang nyusahin gue lagi," ketus Dhio sembari melepaskan kain yang terbalut hangat yang menutupi hampir setengah dari badannya.

"Gausah." Davina mengayunkan kedua tangannya mengusir kedua tangan Dhio yang tengah menawarinya jacket jeans tersebut.

"Udah pakai," Dhio tanpa basa-basi mengalungkan jacket itu dikepala Davina agar hujan tidak terlalu mengenai dirinya.

"Lo jangan baper sama gue, gue peduli cuma karna tanggung jawab gue," ungkap Dhio.

Dhio menuntun Davina dengan merebahkan lengan kanannya di pundak Davina agar gadis itu dapat berjalan, menopangnya melewati lantai koridor yang licin.

Laut dan RahasianyaOnde histórias criam vida. Descubra agora