10. aku tak membenci laut

34 31 0
                                    

Samuel tidak belok kerumahnya melainkan menuju rumah sakit untuk melihat keadaan adiknya. Ia tahu mamanya akan terus menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa adiknya. Namun, ia harus tetap bersabar mengingat perkataan ayahnya dulu sebelum pergi jauh meninggalkannya.

Mengingat ayahnya yang pernah begitu sayang padanya membuat Samuel ingin sekali meneteskan air mata. Kalau perlu ia juga ingin berteriak sekencang-kencangnya. Tapi hatinya tertegun entah hal apa yang membuat hatinya membeku tak berdaya.

Samuel tiba di rumah sakit. Sejenak ia melirik ke atas rumah sakit yang menjulang tinggi. Ia masih ragu untuk melangkahkan kakinya kesana. Ia juga membenci tempat itu karena ditempat itulah ayahnya kehilangan nyawa. Bukan sepenuhnya disitu melainkan ditempat yang ia banggakan, yaitu laut.

Setelah melalui proses berfikir yang panjang, ia akhirnya berhasil meyakinkan dirinya untuk memasuki gedung yang sangat ia benci itu.

Ia berjalan memasuki koridor rumah sakit yang dipenuhi oleh orang yang berlalu lalang. Ia terus berjalan sampai ia lupa bahwa adiknya ada di ruang ugd, bukan ruang yang lain.

Kok gw malah pikun gini ya?
Lirihnya dalam hati. Entah hal apa yang membuat pria itu terus melamun sampai-sampai ia tidak tahu dimana kamar adiknya.

Ia memutar arahnya berjalan dan kembali ke ruang UGD yang harusnya ada di sebelah lobby hotel rumah sakit. Ia juga melihat wanita paruh baya itu tengah menangis didepan ruang UGD tersebut. Ia masih melihat adiknya tak sadarkan diri.

"Gimana keadaan Dhio?" Samuel tiba-tiba melontarkan pertanyaan itu pada mamanya yang sedang merintih.

Sejenak wanita paruh baya itu memutarkan bola matanya ke arah Samuel. Ekspresi wajahnya seakan tidak senang dengan kehadiran lelaki itu disana. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya lalu menghela nafasnya dalam.

"Adikmu kena penyakit abses otak stadium menengah," ucap mama dengan suara yang seperti tidak bertenaga.

Samuel terperanjat. Bukan karena cinta lagi yang membuat matanya membelalak melainkan vonis dokter. Mengapa Dhio setega itu menyembunyikan penyakit yang berbahaya ini? Tidak mungkin Dhio tidak mengetahui bahwa dirinya terkena penyakit. Sejenak ia bungkam tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.

"Buat apa kamu peduli lagi? mama gabutuh anak kayak kamu yang gak bisa banggain mama," maki mama seraya menunjuk-nunjuk lelaki itu menggunakan jari telunjuknya.

Samuel membuang pandangannya ke arah Dhio yang tengah terkulai lemas di atas kasur rumah sakit itu. Muak dengan cibiran mamanya ia memilih untuk putar balik. Disaat itu juga, emosi membuatnya ingin mengakhiri hidupnya. Namun, senyum Vina lah yang menyelamatkannya.

Samuel beranjak dari rumah sakit itu pergi entah kemana yang ia mau. Markas bramsel bukan menjadi tujuannya melainkan tempat dimana ayahnya kehilangan nyawanya.

Ia tiba di salah satu laut jakarta, tempat dimana Samuel sering menghabiskan waktunya. Bukan hanya bersama anggota bramsel, melainkan dengan ayahnya. Mengingat kejadian kelam Samuel membuat ia ingin menghanyutkan dirinya bersamaan dengan ombak yang sebentar lagi naik.

Kalau begini gue udah jadi pecundang belum?
Ia berbisik dalam hatinya. Siapa yang menyangka Samuel periang adalah lelaki yang handal dalam menipu banyak orang dengan senyumannya.

Ia kemudian memarkirkan motornya di sana. Ia berjalan-jalan menelusuri laut yang indah yang banyak menyimpan rahasia didalamnya.

Kilas balik melintas di benak Samuel. Kala itu ia masih berusia 7 tahun. Samuel anak yang pintar dalam ilmu geografi terutama bagian kelautan. Ayahnya sangat bangga terhadap dirinya. Ayahnya juga sering mengajaknya ke berbagai laut yang indah hampir disetiap kota di indonesia.

Laut dan RahasianyaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant