14. fatamorgana

25 28 1
                                    

Samuel dengan perasaan emosi yang menguasai dirinya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak terhitung sudah berapa orang yang meneriakinya karena hampir mencelakakan orang lain. Air mata yang jatuh sudah cukup untuk melukiskan betapa hancurnya hati pria tersebut.

Samuel pulang, bukan kerumah melainkan ke markas Bramsel. Setibanya disana, ia tidak melihat ada seorangpun. Dia baru sadar kala tadi Fajar memanggilnya dan mereka seperti berpergian untuk riding.

Davina kembali ke ruang UGD tempat dimana Dhio sedang berbaring. Ia mengusap air matanya agar mama Dhio tidak khawatir pada dirinya.

"Eh neng, Samuelnya mana?" tanya mama kepada Davina yang terlihat lunglai.

Davina hanya menggelengkan kepalanya. Ia sendiri tidak tahu kemana hatinya harus berlabuh. Ia terus memikirkan Samuel di satu sisi ia tidak bisa berbohong dengan dirinya sendiri.

"Mah, Vina izin pulang ya." Vina meraih tangan perempuan paruh baya itu dan mencium punggung jarinya.

"Eh, kok cepet amat neng." Mama seakan belum rela dengan kepulangan Davina.

Davina memikul tas ranselnya. Ia tersenyum datar kepada mama. Ia tidak boleh berbohong namun demi kebaikan Samuel dan Dhio.

"Vina ada acara, mah." Vina terpaksa berbohong.

Setelah berpamitan, Davina memesan taxy online sebelum ia menyadari sesuatu. Novel yang dihadiahkan Samuel sebelumnya tertinggal di laci mobil pria itu. Ia merasa bingung bagaimana cara meminta novel tersebut. Ia tahu Samuel sedang gundah karena dirinya.

"Atas nama Davina alya?" tanya sopir taxy online pada Davina yang tengah melamun.

Seketika lamunan Davina buyar. Dia reflek tersenyum kepada pak sopir itu. Seketika sopir taxy tersebut mengernyit heran melihat kelakuan Davina.

"Eh saya sendiri mas." Davina langsung berjalan dan membuka pintu mobil penumpang.

Davina terus memikirkan Samuel. Dia jadi merasa bersalah dengan lelaki itu. Ia bahkan tidak tahu dimana ia harus meletakkan hatinya. Dia ingin memulai percakapan dengan Samuel namun perasaan enggan membuatnya terhenti. Davina terus mengalihkan pandangannya keluar jendela seraya memaut dahinya dengan tangan kanannya.

"Sudah sampai ya neng," ucap sang sopir didepan rumah Davina.

Davina kemudian turun dari mobil taxy tersebut dan membayar tagihan yang harus ia bayar. Ia memilih untuk melupakan masalah tadi.

****

Dhio sedang menulis-nulis sesuatu yang mencurahkan isi hatinya. Setelah ditulis, ia akan membentu kertas itu menjadi perahu kertas. Lalu ia akan memasukkannya ke dalam toples entah apa tujuannya. Ia membuka salah satu catatannya yang menurutnya lipatan dari perahu kertas tersebut kurang rapi. Dhio tidak sengaja membaca tulisan-tulisan yang seharusnya ingin ia lupakan.

Aneh banget cewe kayak lo bisa buat hati gue luluh. Gue bukan cinta sama lo, sayang juga engga. Gue bukan cowo puitis yang bisa ngasih kata-kata salam coretan kertas ini. Tapi, lo dan gue adalah amin gue yang paling serius.
-Dhio mahendra, Jakarta 2018

Lah, kapan gue nulis ginian? Buat siapa? Gamungkin Clara.
Dhio kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang terbalut rambut cepaknya. Bukan karena ketombean apalagi kutuan tapi hanya karena tidak ingat bagaimana ia bisa menulis surat tersebut.

Dhio kemudian melipat lagi kertas tersebut menjadi perahu kertas utuh dan memasukkannya ke dalam toples.

****

Pagi itu, Jakarta sedang menangis karena diguyur hujan. Samuel mengurungkan niatnya untuk berangkat sekolah. Bukan karena perkataan Vina melainkan karena hujan yang membuat gravitasi kamarnya menjadi lebih berat.

Disekolah, Vina berencana untuk meminta maaf pada Samuel nanti. Ia telah memasak beberapa makanan yang mungkin akan disukai oleh Samuel. Namun, tidak seperti biasanya ia tidak melihat mobil kedua bersaudara itu di parkiran. Ia semakin khawatir sehingga ia menemui salah satu teman Samuel, Aaron.

"Gue enggak tahu. Gaada kabar dari Samuel. Hpnya juga kagak aktif," kata Aaron.

Merasa tidak mendapat jawaban, Vina mencari Fajar, orang yang kemarin meneriaki Samuel. Sangat sulit untuknya mencari Fajar terlebih dia hanya figuran disekolah.

Setelah dibantu oleh Dhani, Aaron dan Farel, Vina berhasil menemukan Fajar. Ia yakin Fajar mengetahui sesuatu tentang Samuel.

"Bung? Gue sama sekali gatau gimana keadaan bung Samuel. Tadi pas dia terakhir kali chat dia bilang capek, mau tidur," ungkap Fajar.

Merasa kelelahan, akhirnya Vina memutuskan untuk pasrah. Perasaan bersalah semakin membara di hatinya. Vina takut jika kalau-kalau pria itu akan membencinya.

****

Dirumah, Samuel mematikan seluruh koneksi di hpnya. Ia tidak ingin berkomunikasi sejenak dengan orang lain. Rasa sakit dihatinya perlahan menghilang ditutupi oleh senyum simpul khas dirinya.

Dhio sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun kepalanya harus tetap terjaga dari barang-barang padat. Dhio juga dilarang berpikir terlalu serius agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

***
Keesokan harinya, Dhio beraktivitas seperti biasanya dengan berangkat ke sekolah. Samuel memakai seragamnya namun dia tidak pergi sekolah. Dia masih ingin menenangkan dirinya sejenak karena kenyataan yang dari semalam memukulnya bertubi-tubi.

Semua orang menyambut kedatangan Dhio. Beberapa wanita bahkan mengirimnya banyak coklat, bunga dan boneka. Mungkin kalau ia tidak memberikan sebagian pada Samudra, kalau ditotal seperti meja penuh dengan coklat dan bunga. Hanya ada satu wanita yang tidak menyambutnya yaitu Vina.

Dhio berjalan ke arah Vina dengan lunglai. Dia melihat gadis tersebut tidak ceria seperti biasanya. Dhio kemudian duduk disampingnya dan menghela nafasnya.

"Lo sadar ga kalau kita atau gue dan lo gapunya sama sekali tempat untuk sekedar berbagi cerita bahkan ngeluh pun cuma sama diri sendiri," ungkap Dhio seraya menghela nafasnya.

Davina terperanjat. Dhio tiba-tiba sudah ada disampingnya. Awan menderu dihatinya berubah menjadi pelangi cinta. Jantungnya berdetak sangat cepat.

"Lo kenapa sama Samuel?" tanya Dhio pada Vina.

Seketika gadis tersebut kaku. Ia tidak menyangka bahwa Dhio mengetahui hubungannya dengan Samuel. Davina merasa harapannya sudah pupus untuk mendapatkan hati Dhio. Namun, dia memilih untuk diam daripada berbicara.

"Daripada lo nanya kenapa dia gak sekolah, bukannya lebih bagus lo ga minta dia buat pergi dari hidup lo?" tegas Dhio.

Kata-kata Dhio seakan menerima hubungan Davina dengan Samuel. Tapi tak biasanya pria itu menjadi baik hati padanya. Walau bahasanya yang masih sedikit kasar setidaknya sedikit sifatnya mulai berubah.

Dhio beranjak dari sana karena lelah Davina tidak menjawab perkataannya. Daripada marah-marah tidak jelas, ia menentukan untuk kembali ke tempat duduknya.

"Gue kira lo mati, karena lo selamat gue traktir deh bakso kacang," canda Samudra seraya tertawa kecil.

Dhio menganggap itu semua candaan dan ikut tertawa kecil. Ternyata Samudra masih peduli dengan dirinya. Ia merasa bahwa Samuel ataupun Samudra sudah tidak peduli akan dirinya namun takdir berkata lain.

Laut dan RahasianyaWhere stories live. Discover now