13. garis waktu

25 28 1
                                    

Diperjalanan, keheningan memecah diantara kedua mereka. Tidak ada yang berbicara satu sama lain seperti mulut mereka telah dibungkam. Samuel merasa bersalah karena telah membohongi Vina. Vina merasa khawatir pada keadaan Dhio padahal Dhio sama sekali tidak mengkhawatirkannya. Samuel sesekali mencuri pandangan terhadap Vina namun Vina tanpa sekalipun melirik Samuel.

Samuel tak sengaja bertemu dengan Bramsel ditengah perjalanannya. Mereka terlihat sedang riding ke salah satu laut jakarta. Mata sayu Fajar tak sengaja mengenali mobil Samuel.

"BUNGG!!!" teriak Fajar dari kejauhan.

Samuel menyipitkan matanya untuk sejenak melihat siapa yang memanggilnya. Ia tahu bahwa itu adalah salah satu anggota Bramsel karena tidak ada yang memanggilnya dengan sebutan 'bung' selain Bramsel.

Akhirnya Samuel mengenali suara tersebut adalah suara Fajar. Ia kemudian melambaikan tangannya.

Begitulah cara mereka memanggil Samuel. Setidaknya mereka mendedikasikan dirinya untuk Samuel. Hanya Aaron yang berani berbicara dengan gaya bahasa "lo-gue" karena Aaron sendiri sudah dianggap adik oleh Samuel. Sementara yang lain bagi Samuel hanya merupakan tangan kanannya.

"Itu tadi siapa?" tanya Vina membuka topik.

Samuel melirik Vina sesaat. Ia kemudian tersenyum kecil pada Vina. Ia terkadang tidak dapat menahan perasaannya pada Vina yang menggemaskan jika sedang gelagapan.

"Itu temen El," jawab Samuel dengan singkat.

Vina mengangguk pelan dan membuang pandangannya kembali ke arah jalanan. Vina tidak ingin menanyakan lebih dalam perihal hidup Samuel. Namun, rasa penasaran menghantui Vina. Ia memilih untuk membuka kembali novelnya daripada terus memikirkan Samuel.

Mereka kemudian tiba di gedung yang menjulang tinggi ke atas. Sama seperti sebelumnya, Samuel merasa ragu-ragu untuk masuk ke dalam. Terlebih lagi dia membawa Vina, ia semakin takut apalagi untuk membawanya di hadapan mamanya.

Demi permen lolipop, kali ini jangan terjadi apa-apa deh. Pulang kehujanan pun gue rela!
Samuel merapalkan mantra tersebut selama ia berjalan di sepanjang halaman rumah sakit.

Mereka tiba di ruang UGD dan terlihat melalui kaca bening itu bahwa Dhio sudah sadar dari komanya. Ia melihat mamanya di dalam namun enggan untuk masuk karena mereka di hentikan oleh suster yang menjaga.

"Hanya boleh masuk satu orang lagi saja, mohon pengertiannya karena ini UGD," kata sang suster.

Samuel kecewa, namun ia memilih memberikan kesempatan yang tersisa untuk  Vina. Sedari tadi ia melihat wajah gadis itu terlukiskan rasa khawatir. Ia takut hati gadis tersebut semakin menderu.

"Vina masuk aja, El tunggu diluar," imbuh Samuel.

Samuel kemudian duduk di depan UGD seraya meraih kotak rokok dan mancisnya. Ia mengambil satu batang rokok lalu menyalakannya. Setidaknya ia ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum hal buruk terjadi.

Vina kemudian masuk ke dalam ruang UGD dan mama terperanjat karena melihat Vina yang tiba-tiba ada disana. Padahal mama tidak memberi tahu Vina.

"Loh neng Vina. Tahu dari mana mamah ada disini?" tanya mama seraya menghampiri Vina yang sedang berusaha berjalan.

Davina tersenyum tipis. Ia kemudian melirik ke arah Dhio yang sedang menulis sesuatu. Pria itu terlihat senang menulis tapi Davina tidak pernah tahu apa yang Dhio tulis.

"Dari Samuel," ungkap Vina.

Seketika wajah berseri mama lenyap. Wajahnya perlahan berubah menjadi datar mendengar pengakuan Vina. Mama tidak percaya bahwa Vina juga dekat dengan Samuel.

"Mana Samuel?" tanya wanita paruh baya itu seraya melihat ke arah kiri dan kanan Vina.

"Diluar, mah." Davina menunjuk ke arah luar tepat dimana Samuel duduk.

Tanpa berpikir panjang, mama langsung menghampiri Samuel. Mama berjalan dengan cepat layaknya sedang memburu penjahat. Mama kemudian menarik samuel yang sedang nyebat santai secara paksa keluar.

"Kamu kenapa bisa dekat sama neng Vina?" tanya mama menatap tajam anak sulungnya itu.

Samuel menyeringai tak nyaman dengan pertanyaan itu. Ia merasa semua yang ia lakukan adalah salah di depan mata mamanya.

"Vina pacar Muel," jawab Samuel dengan geram.

Mama perlahan bertepuk tangan mendengar pernyataan Samuel. Ia tak percaya anak sulungnya tersebut berpacaran dengan gadis yang ingin sekali dinikahkan mama dengan Dhio.

"Hebat ya kamu, Muel," ucap mama seraya bertepuk tangan kecil.

Samuel membalikkan badannya menuju ruang ugd. Lagi dan lagi perkataan mamanya yang membuat langkahnya terhenti.

"Sekarang juga kamu putusin Davina. Mama gamau ngeliat Davina sama kamu, mama maunya ngeliat Davina sama Dhio," seru perempuan itu.

Samuel menahan rasa geramnya. Ingin sekali dia membakar rumah sakit itu sekarang juga. Tangan kanan menggenggam erat jari-jarinya seperti hendak memukul orang lain. Disaat itu juga, emosi berhasil menaklukan dirinya.

"Mama boleh rebut kebahagiaan Muel, tapi jangan rebut Davina dari El." Samuel menuturkan kata tersebut dengan pelan namun tegas.

Ia kemudian berjalan kembali menuju ruang UGD dan menyalakan rokoknya untuk menghibur dirinya sendiri. Ia kemudian masuk ke ruang UGD meninggalkan mamanya di halaman rumah sakit.

"Dah sehat lo, nyusahin." Samuel menampakkan raganya didepan Dhio dan Davina.

Dhio kemudian berusaha untuk duduk dibantu oleh Davina. Ada sedikit rasa cemburu di hati Samuel namun dia masih mencoba untuk berfikir postitif.

"Ngapa lo? Gue gabutuh lo," jawab Dhio.

Samuel menunjukkan ekspresi tidak senangnya. Dia melihat Davina yang begitu peduli dengan Dhio. Hal itu membuat Samuel bertanya-tanya perasaan Davina terhadap dirinya.

Gue sebenarnya apa sih?
Tanya dirinya dalam hati. Ia memilih untuk tidak duduk bersama Vina. Ia menghela nafasnya dalam-dalam lalu mendengkus.

"Dhio kalau butuh sesuatu bilang Vina aja, kasian mama udah jagain Dhio." Vina memberikan secangkir air minum pada Dhio.

Dhio menerima pemberian dari Davina. Ia masih merasakan nyeri dikepalanya. Namun, rasa bencinya terhadap Davina tidak akan hilang.

"Thanks tapi gue ga butuh peduli dari lo," ungkap Dhio.

Seketika Davina merasakan sakit hati yang mendalam. Perasaannya tak terbendung. Samuel tidak tinggal diam.

"Lo dibaikin jangan ngelunjak dong!" tegas Samuel.

Samuel kemudian menarik Davina dari sana untuk mengetahui kebenaran dibalik semuanya. Ia tidak bisa membendung perasaannya yang ber awan kelabu. Hatinya terus menderu merasakan sakit yang luar biasa.

"Vina jawab gue, lo sebenarnya sayang ga sama gue?" tanya Samuel dengan nada tinggi seakan membentak.

Rasa takut terlukis di wajah Davina. Hatinya rapuh ketika seseorang membentak dirinya. Air matanya yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah membasahi pipinya. Ia kemudian menatap tajam Samuel.

"Vina, jawab El. El cuma perlu tahu yang sesungguh---"

Davina memotong perkataan Samuel dengan tegas. Pernyataannya sukses membuat laki-laki itu tak percaya.

"Vina sayang Dhio," ungkap Davina dengan tegas.

Samuel terpaku. Mulutnya terkatup tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya bergetar hebat. Untuk yang kedua kalinya Samuel merasakan kembali rasa sedih yang sebelumnya telah lama ia lupakan. Kali ini ia tidak dapat menutupi rasa sedihnya dengan topeng yang menipu semua orang.

Davina pergi meninggalkan Samuel yang masih tertegun disana. Ada rasa bersalah didalam hatinya namun itulah isinya yang sebenarnya. Davina merasa kasihan jika terus membohongi perasaannya dan Samuel.

Laut dan RahasianyaWhere stories live. Discover now