12. bukan sepenuhnya salah El

27 28 0
                                    

Samuel siap dengan penampilannya yang elegan. Dia mengenakan kemeja hitam kotak-kota yang tidak dikancing. Ia juga mengenakan kaos berwarna putih sebagai dalamannya. Samuel mengenakan celana berwarna hitam pekat.

Ia menyisir rambutnya dan membaginya menjadi dua bagian membentuk seperti rambut belah tengah. Ia menyemprotkan parfum di beberapa titik badannya. Saat dia merasa sudah selesai, ia pun keluar dari kamarnya.

Ia mengambil kunci mobilnya yang semalam baru ia pinjamkan kepada mamanya. Kunci mobil yang memiliki gantungan doraemon itu dibiarkan tergeletak diatas meja. Mobilnya terparkir di garasi rumah dengan sempurna. Dia tidak menemuka mobil avanza putih disana kemungkinan dibawa oleh mamanya.

Samuel tanpa basa-basi langsung menginjak gas mendatangi rumah Vina. Ia menyetir dengan laju tinggi khawatir jika gadis tersebut sudah menunggunya lama.

Samuel tiba dirumah Vina. Samuel kemudian membunyikan klaksonya 2 kali sebagai tanda keberadaannya disana. Tak berselang lama, gadis tunadaksa tersebut akhirnya keluar menghampiri Samuel.

"Maaf ya, El jadi nunggu lama," pekik Vina seraya menimpali kalimatnya dengan tertawaan

Samuel lagi-lagi melontarkan senyum simpulnya yang mendominasi diantara keduanya. Ia menuntun Vina untuk memasuki mobilnya tepat di bangku supir.

Samuel kemudian mengemudikan mobilnya dengan laju yang sedang. Ia sesekali memegang tangan Vina dan merasakan kehangatan di tangannya. Gadis itu hanya membaca novel yang diberikan Samuel sebagai hadiah untuk dirinya.

"Vina tau ga?" tanya Samuel berusaha untuk membuka percakapan. Vina memutarkan bola matanya dari Samuel dengan keadaan tangannya yang masih memegang buku novel itu. Ia kemudian menggeleng kecil dengan tatapan serius.

"Kalau ada yang jual waktu El mau beli sehari aja buat sama Vina," pekik Samuel lalu ia tertawa kecil memandangi jalanan agar tidak menganggu konsentrasinya dalam mengemudi, "Terus nanti El mau cerita gimana hari-hari El tanpa ada Vina," sambung Samuel.

Perkataan itu sukses membuat pipi Vina memerah. Bukan karena sakit melainkan karena gejolak cinta di dadanya. Hatinya kini merasa kehangatan melihat senyum tawar pria tersebut.

"Menurut El, Vina cantik?" tanya Vina kepada Samuel. Ia seraya melirik Samuel dengan wajah datar. Lalu, ia menutup novelnya dan menyimpannya entah kemana.

Bola mata Samuel berpaling haluan melirik Vina. Ia memandangi wajah yang berparas datar itu. Kemudian Samuel membuang pandangannya kembali ke jalanan lalu ia menghela nafasnya.

"Cantik, cantik banget malah. Kalo dihitung pake angka, gaada angka yang bisa ngehitung cantiknya Vina," ungkap Samuel dengan wajah datarnya lalu ia tersenyum tipis.

Bukan semudah itu untuk percaya dengan Samuel. Vina harus berhati-hati tatkala dirinya dan Samuel baru saling mengenal satu sama lain.

"Apa tujuan El pacaran sama Vina? Kan kita baru kenal beberapa hari?" Vina membuang pandangannya ke arah jalanan dan wajahnya terlihat jengah.

Tangan kiri Samuel melayang ke arah kepala Vina. Ia mengeluskan kepalanya dengan lembut membiarkan gadis tersebut tetap jengah. Ia melirik ke arah Vina sesekali.

"Gini, kalau El punya tujuan pacaran sama Vina berarti El ga tulus dong," ucap Samuel.

Vina tersipu sehingga ia tidak dapat melirik Samuel. Hatinya dibuat cenat-cenut oleh Samuel. Dia merapatkan bibirnya tidak tahu harus berkata apa.

"Nah kita udah sam---" perkataan Samuel terpotong oleh Vina yang sedari tadi melamun. Ia reflek berkata, "Dimana?!" tanya Vina seraya melirik Samuel dengan matanya yang membelalak.

Samuel tertawa terbahak-bahak. Ekspresi Vina yang reflek seakan menjadi guyonan paling lucu dalam hidup Samuel. Samuel lalu turun dari mobilnya dan membuka pintu untuk Vina. Ia membiarkan gadis tersebut menebak dimana mereka berada.

Vina sadar mereka berada di taman bermain anak-anak. Seketika gadis tersebut menjadi ilfeel. Bagaimana bisa Samuel yang sangar menyukai hal-hal seperti ini? Vina hanya bisa tertawa kecil seraya geleng-geleng kepala.

Seketika Mama Samuel menelponnya. Dia ingin sekali mengabaikannya namun takut kalau-kalau pesan itu penting. Di satu sisi ia tidak mau membuat Vina menunggu ditempat seramai itu.

"Mama El nelpon. Boleh gak El izin menjauh?" tanya Samuel.

"Gak boleh. Disini aja sama Vina," tegas Vina.

Samuel terpaksa harus menuruti keinginan Davina. Ia juga takut akan kehilangan jejak gadis tersebut jika ia meninggalkannya di sana. Samuel kemudian mengangkat telepon dari ibunya. Terdengar suara keibuan dengan samar-samar disana.

"Halo, kenapa mah?" Samuel menjawab telepon tersebut.

"Kamu dimana? Cepat kesini, Dhio udah sadar," ucap wanita paruh baya tersebut.

Vina sontak membelalak. Dia tak sengaja mendengar nama Dhio disana. Padahal Samuel mengaku bahwa dirinya tidak mengenal Dhio. Vina merasa telah dibohongi oleh Samuel. Wajahnya menyeringai dan melipat kedua tangannya melingkar di pinggangnya.

"Dhio? Katanya kamu ga kenal Dhio," kesal Vina tanpa melirik Samuel.

Samuel tertawa kecil seraya mencubit pipi gadis tersebut. Terlihat lucu baginya. Padahal bagi Vina itu bukan sebuah guyonan.

"Hehehe. El mau jawab, tapi Vina udah jawab duluan." Samuel tanpa rasa bersalah mengungkapkan hal tersebut.

Vina kembali menyeringai. Tidak ada yang perlu ditertawakan. Baginya itu tidak lucu. Ia tidak suka dibohongi.

"Vina gasuka kalo El bohong," lirih Vina yang masih menyeringai.

Samuel menghela nafasnya dalam-dalam. Ia kemudian merunduk di depan Vina.

"Jangan sedih, terkadang fakta selalu menyakiti. Tak selamanya seperti yang Vina duga." Samuel berusaha menenangkan gadis tersebut.

Wajah menyeringai Vina berubah menjadi wajah datar. Rasanya ia bete jika semakin lama dengan Samuel. Tapi, pria itu selalu punya cara untuk meluluhkan hatinya. Samuel kembali berdiri tegak dan menarik tangan gadis tersebut berjalan menuju mobilnya kembali.

"Kita mau kemana?" tanya Vina.

Samuel lupa ingin memberi tahu Vina bahwa Dhio sedang dirawat di rumah sakit. Ia menunjukkan senyum simpulnya.

"Ke rumah sakit." tanpa basa-basi Samuel langsung menuntun Vina untuk berjalan.

Seketika jantung Vina berdetak sangat cepat. Apa yang terjadi dengan Dhio sehingga mereka harus pergi ke rumah sakit? Perasaan takut terlukis di wajahnya. Wajahnya menengang, bibirya terkatup dan keringat bercucuran. Ia tak mampu berkata apa-apa.

Laut dan RahasianyaKde žijí příběhy. Začni objevovat