9. paradox

38 32 2
                                    

Jam pulang sekolah kala itu seakan sangat cepat waktu berputar. Samuel dengan seribu langkahnya memutar kakinya ke kelas Vina. Sebelum itu, ia mengajak Fajar untuk ikut bersamanya. Namun Fajar menolak dengan alasan "Capek."

Samuel menanti Vina di depan kelas layaknya satpam penjaga kelas tersebut. Bukan Vina yang ia dapatkan melainkan puluhan adik kelas yang meminta foto dengannya dan tanda tangannya.

Akhirnya setelah satu jam menunggu, Vina keluar dari kelas. Mungkin sudah ada 10 atau 20 wanita yang menggoda prianya tersebut.

"Vina tumben lama keluar dari kelas?" tanya Samuel dengan lunglai karena kewalahan menghadapi puluhan wanita yang mengajaknya foto.

Vina menoleh ke arah Samuel. Sejak kapan pria berpostur tegap itu secara tiba-tiba berada di hadapannya. Vina mulai berpikiran bahwasanya Samuel punya kekuatan magic.

"Vina kira El udah pulang duluan," cetus Vina berusaha untuk menyimpan rasa curiganya dalam-dalam.

Samuel menegapkan kembali postur tubuhnya. Ia kemudian berputar haluan menghadap ke arah Vina. Senyumnya merekah di wajahnya.

"Vina jahat, El udah tunggu lama disini," pekik Samuel berusaha untuk bercanda.

Vina merasa jengkel disebut sebagai orang jahat oleh Samuel. Ia membuang pandangannya dari Samuel dan mengalihkannya ke samping. Rasa kesal terlukis jelas di wajahnya.

"Yaudah kalau gitu Vina pulang sendiri aja." Vina berjalan kembali dengan perlahan melewati Samuel.

Semudah itu Samuel membiarkannya pergi? Tentu tidak. Samuel langsung mencengkram pergelangan tangan gadis itu. Ia meratapi dirinya dengan perasaan bersalah.

"El cuma bercanda. Maafin El," sesal Samuel.

Vina tahu bahwa Samuel hanya bercanda. Ia juga ikut merasa bersalah telah menghilangkan ciri khas dari Samuel yaitu senyumannya.

"Iya, Vina juga bercanda kok." Vina tertawa kecil pada Samuel.

Mereka berdua kemudian berjalan melewati koridor yang sudah sepi. Begitu cepatnya makhluk sekolah itu meninggalkan sekolah seperti layaknya meninggalkan neraka. Samuel lupa bahwa dia sudah menunggu Vina hampir satu jam lebih jadi wajar saja jika sekolah sudah sepi.

Samuel kemudian merogoh ponselnya dari kantong. Ia kemudian memesan taxy online untuk Vina.

"Tapi Vina takut." Vina mengernyit. Dia memegang siku Samuel erat-erat meletakkan bebannya disana.

"Vina takut sama apa? kan ada El," cetus Samuel melirik Vina sejenak.

Senyumannya terpampang di wajahnya bukan karena cengengesan tak masuk akal. Namun karena tingkah Vina yang menjadi salah satu alasan mengapa Samuel menyukainya.

"Vina takut kehilangan orang kayak El," gumam Vina.

Seketika jantung samuel dipenuhi oleh bunga-bunga yang siap menyatakan bagaimana perasaannya. Ia tertegun tidak tahu harus berkata apa.

Sial, benar-benar ngeracuni pikiran.
Lirihnya dalam hati seraya membuang pandangannya ke atas langit-langit. Bukan karena gila tapi dirinya sudah tidak kuat merasakan gejolak cinta yang sudah meninjunya dari dalam hati.

"Vina jangan takut. El selalu ada disamping Vina kok. El gak akan pergi ninggalin Vina. Orang jahat bakalan El pukul sampai mati kalau bisa, hahahaha." Samuel tertawa lebar menikmati guyonannya yang ia kira lucu padahal Vina sama sekali tidak tertawa.

Mereka tiba di parkiran dan hanya menunggu taxy online yang dipesan Samuel tiba menjemput mereka.

"El tau gak Dhio kemana?" secara tiba-tiba Vina melontarkan pertanyaan yang tidak ingin diterima Samuel.

Samuel membelalak. Bagaimana mungkin dia bisa mengetahui Dhio? Dia hanya berpasrah semoga Vina tidak mengetahui hubungan darah diantara keduanya. Dia terus melirik Vina yang wajahnya masih terlukiskan rasa bingung.

"Anu ... El ... itu." Samuel berusaha menjawab tapi bibirnya gemetar sehingga ia tidak tahu harus berkata apa.

Sejenak Vina tertegun tapi akhirnya ia tertawa kecil mencairkan suasana diantara keduanya.

"Maaf, El. Vina lupaa kan El ga kenal Dhio," jawab Vina tanpa rasa berdosa.

Samuel menghela nafasnya kencang-kencang. Seketika ia menjadi tobat karena sudah berapa banyak doa yang ia rapalkan dalam 1 menit. Ia tersenyum simpul pada Vina.

Akhirnya yang mereka tunggu-tunggu telah tiba. Samuel menuntun Vina untuk masuk ke dalam. Kemudian ia menyuruh supir tersebut untuk menunggunya. Namun, gelagat Samuel tidak seperti menyuruh melainkan seperti mengancam.

"Pak, awas lo nyakitin Vina. Tungguin gue dari belakang. Kalo lo macam-macam ga selamat burung lo," ancam Samuel.

Supir tersebut merasa ketakutan dengan Samuel. Keringat bercucuran dari kepalanya. Samuel tersenyum simpul dengan Vina dan mengelus kepalanya. Ia kemudian menuju motornya dan mengendarai motor beatnya.

Mereka pun menginjakkan kaki di rumah Vina. Samuel membayar total tagihan biaya taxy tersebut lalu mengancamnya untuk pulang. Vina heran mengapa Samuel selalu tersenyum. Jauh berbeda dengan laki-laki yang biasa ia temui. Dhio? bukan. Namun setiap laki-laki yang ia temui.

"Makasih ya, El. Vina masuk dulu." Vina membalas senyum simpul tersebut.

Samuel tersenyum datar. Rasanya begitu cepat waktunya bersama gadis tersebut. Ia juga teringat Dhio yang sedang terbaring koma di rumah sakit. Tidak manusiawi jika dia membiarkan adiknya. Namun, mengapa Samuel menjadi begitu peduli dengan Dhio? Entahlah.

"Vina nanti kalau butuh sesuatu chat El ya. El selalu online 24 jam untuk Vina," ujar Samuel.

Namun ketika Samuel hendak berputar haluan, tangan lembut Vina menarik tangannya. Vina tidak memandang Samuel melainkan memandang tangan mereka yang telah terikat satu sama lain.

"Kalau Vina minta peluk, El mau gak?" tanya Vina.

Samuel seketika membeku. 'jangan minta gue tobat hari ini karena lo buat gue salting terus' gumamnya dalam hati. Ia merasa panas terik kala itu tidak mempan untuknya karena hatinya berhasil didinginkan oleh Vina.

Aelah, pake nanya.
Lirih Samuel dalam hati. Ia masih tidak tahu harus berkata apa. Sejujurnya ia ingin memeluk gadis itu namun ia khawatir jika gadis tersebut hanya iseng.

"Ya mau dong, masa enggak. Cowo mana yang nyia-nyiain pelukan Vina?" jawab Samuel seraya tertawa kecil.

Vina langsung mendekap tubuh tegap tersebut. Ia menidurkan kepalanya di dada Samuel. Hangat rasanya membuang jauh-jauh bebannya disana. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Samuel untuk menikmati pelukan itu.

Samuel membalas dekapan Vina dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Vina. Agak susah namun Samuel juga ingin merasakan dekapan Vina hingga ia sedikit membungkuk.

Vina melepaskan pelukan hangat itu. Kemudian ia tersenyum pada Samuel. Sudah berapa lama ia tidak merasakan kehangatan yang mendalam kehangatan seorang laki-laki. Mengingat bahwa ayahnya meninggalkannya karena kondisi fisiknya yang tidak sempurna.

"El pulang dulu ya," pamit Samuel.

Kali ini ia berputar haluan menuju motornya. Vina memandangnya dengan wajah polos yang terlukis di wajahnya. Samuel mengenakan helmnya dan jacket jeans yang ia gantung di motornya sedari tadi. Sebelum pergi, ia tersenyum simpul pada Vina.

"DADAHH ELL," teriak Vina seraya melambaikan kedua tangannya.

Laut dan RahasianyaWhere stories live. Discover now