7. bramsel gank

32 33 4
                                    

Samuel tiba di markas genk bramsel yang terletak sekitar 2 kiloan dari sekolahnya. Sesampainya disana, ia banyak mendapat sambutan dari teman-temannya.

Setidaknya menurut Samuel, bramsel sudah seperti keluarganya sendiri. Jikalau dia dirumah, kehadirannya seperti tidak disenangi oleh mamanya.

Mobil Samuel berhenti di sela kosong area markasnya. Ia langsung turun dan melangkah pergi dari sana.

Ia langsung mengambil puntung rokok milik salah satu anggota ganknya. Tanpa basa-basi ia langsung menghisap rokok tersebut.

"Keliatan sedih banget bro, kenapa?" tanya Dhani yang merupakan salah satu tangan kanan Samuel.

Samuel menghela nafasnya dalam-dalam bukan karena asma. Tapi dia tahu bukan cowok namanya kalo menceritakan masalah pribadi pada teman cowoknya sendiri. Apalagi dia yang notabenenya sebagai ketua gank, bisa hancur reputasi diri.

"Kucing gue mati," kata Samuel tanpa melirik Dhani.

Seketika ke 4 anggotanya tertawa terbahak-bahak. Bagaimana seorang Samuel yang selalu pecicilan dan banyak tingkah seketika berubah menjadi melankolis? mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Tapi serius, kucing gue mati. Tapi bukan soal kucing ya," pekik Samuel dengan kalimat candaannya yang ia selipi kebenaran didalamnya.

Bukan Samuel namanya kalau curhat secara blak-blakan. Dia selalu menyisipi candaan di sela curhatannya.

Biasanya pada sore hari, Samuel bersama Bramsel melakukan riding ke salah satu laut Jakarta. Karena memang beberapa hari Jakarta selalu di guyur hujan, mereka menghentikan hobi mereka.

"Gimana keadaan lo sama cewe tunadaksa itu?" tanya Aaron berusaha membuka percakapan dengan Samuel.

Samuel terlihat lesu. Dia bahkan memandang Aaron dengan wajah mengernyit. Entah perihal apa yang disembunyikan oleh Samuel tapi anggota Bramsel enggan untuk menanyakan hal pribadi tersebut pada dirinya.

"Ya gimana. Baik-baik aja toh. Lagian gue liat dia cewe paling mandiri yang pernah gue temui. Dia gapernah ngeluh sama keadaan. Berbeda jauh dengan gue yang dikit-dikit dikasih masalah langsung ngerasa paling tersakiti." ia menghisap rokoknya lalu membuang asapnya ke udara.

Aaron, Dhani, Farel dan Fajar paham akan perasaan sahabatnya tersebut. Jarang-jarang Samuel galau hanya karena seorang gadis. Terlebih gadis tersebut adalah gadis penyandang disabilitas.

"I feel u bro. Lo ga sendiri kok," ucap Dhani.

"Lagian lo sih, akibat ninggalin gue di parkiran kemaren," sambung Aaron.

Samuel terus menghisap rokok tersebut hingga menyisakan garis pemisah yang menjadi tanda bahwa ia harus membuang pentungnya.

"Gue cabut dulu ya. Mumet," pekik Samuel kemudian ia bangkit dari sana.

Ia menyalakan mobilnya, tidak tahu harus kemana. Ia kini merindukan sosok ayahnya yang telah lama tiada.

Karena merasa tidak ada tujuan, Samuel kembali pulang ke neraka yang ia sebut rumah. Tanpa mengetuk pintu dan memberi kabar, ia seperti pencuri langsung masuk dan meraih surga yang ia sebut kamar.

Saat menaiki anak tangga menuju lantai 2, mamahnya tanpa basa-basi mencibir Samuel.

"Hebat. Raja dirumah ini baru pulang," cibir Mama dari belakang Samuel.

Samuel dengan berat hati menahan emosinya. Karena jika emosinya tersulut bisa saja ia akan melukai mamanya.

"El capek, mau tidur. Kalo perlu tidur selamanya aja." Samuel melanjutkan kembali langkahnya dengan lesu menuju kamarnya.

Ia membuka handphonenya bukan untuk bermain game seperti Dhio namun hanya untuk mencari kontak bernama Vina.

Ia membuka handphonenya bukan untuk bermain game seperti Dhio namun hanya untuk mencari kontak bernama Vina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samuel tidak ingin mengganggu Vina lebih dalam lagi. Ia tahu gadis dengan rambut berwarna hitam pekat terurai hingga pinggangnya tersebut akan risih terus menerus diganggu oleh Samuel. Samuel juga sadar betapa hinanya dirinya melahirkan perasaannya terus menerus pada Vina.

Samuel memilih untuk tertidur menunggu esok hari daripada ia memilih makan malam bersama Dhio dan mamanya.

Dhio terbangun di tengah malam dengan rasa nyeri di kepalanya. Dia merasa seperti dihujani oleh seribu pukulan. Ia berjalan dengan lunglai menuju dapur untuk mengambil air minum. Belum sampai di dapur, ia menyandung perkakas besar yang membuat kepalanya mengenai perkakas lain yang tak kalah besar.

Ia mengerang kesakitan. Dhio terus memanggil nama mamanya namun mamanya tidak kunjung keluar. Kemudian ia melihat sosok bayang laki-laki dari lantai 2 yang berpostur tegap sama sepertinya. Laki-laki itu adalah Samuel. Samuel dengan cepat menggendong adiknya tersebut masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi khawatir keadaan sang adik memburuk.

Samuel memandangi adiknya dari kaca transparan yang menjadi pemisah ruangan UGD dengan dirinya. Mengapa adiknya menyembunyikan penyakit sedalam ini? Ia juga merasa bersalah sebagai kakak. Samuel ingin menangis saat itu juga tapi dia sadar Dhio dan mama tidak akan pernah peduli padanya.

Samuel melihat arlojinya yang terikat dengan tangan kanannya. Jam disana masih menunjukkan pukul 2 pagi.

"Nyusahin aja lo," gumamnya ke arah kaca transparan tepatnya di hadapan Dhio yang sedang koma.

Samuel memilih untuk pulang daripada harus peduli dengan Dhio. Ia akan meminta mamanya untuk menjaga Dhio nanti. Tidak ada waktu bagi Samuel untuk mengurus mereka yang tak peduli dengan Samuel.

Setibanya di depan pintu rumah, mama terlihat sudah menunggu kepulangan putranya di depan pintu. Samuel menuruni mobilnya dan berjalan dengan lunglai. Sesampainya didepan mama ...

*Plakk*

Mama menampar Samuel. Matanya membelalak seperti ingin keluar. Ekspresi wajahnya terlihat menegang seperti ada yang ia khawatirkan.

"Tega kamu biarin adik kamu?" sesal mama pada Samuel.

Samuel hanya terdiam sejenak. Ia mengalihkan pandangannya ke arah kanan. Mau bagaimanapun, ia tidak ingin tersulut emosinya.

"Jawab, El. Jawab mama. Kenapa adik kamu?" Mama menangis menarik-narik baju anak sulungnya itu. Matanya tak henti mengeluarkan air mata sehingga tampak seperti lebam.

"El gatau, mama datengi aja sendiri. Mama naik mobil El aja, nanti El pergi naik motor El." Samuel meraih tangan mamanya dan meletakkan kunci mobilnya di telapak tangan wanita paruh baya itu.

Samuel masuk ke dalam rumahnya. Ia melepaskan jacket jeansnya dan meletakkannya ke sembarang tempat. Ia kembali meraih surganya ditempat yang ia sebut neraka. Ia takut kalau-kalau Vina bisa tahu keadaan Dhio. Ia tidak dapat membayangkan perasaan Vina melihat Dhio yang sedang koma.

Laut dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang