PART 29 (END)

136 4 1
                                    

Hari kelulusan tiba. Sebelumnya, Kinan sudah menyiapkan outfit berwarna soft purple untuk hari bahagianya. Ia juga membelikan outfit dengan warna yang senada untuk Kinar. Pagi ini, Kinan dan Kinar berangkat bersama ke universitas dengan menyewa sebuah mobil. 

Saat Kinar tengah melihat pantulan dirinya di cermin, Kinan datang dan merangkul pundaknya. "yuk jalan" katanya.

"Kinar kangen Ibu, Kak." Kinan tersenyum mendengar ucapan polos sang adik.

"Kakak juga kangen. Tau gak cara biar melepas kangen ke ibu?" Kinar menggeleng, "kirim do'a ke ibu. Ibu juga pasti kangen sama kita, makanya kita harus sering kirim doa untuk ayah dan ibu ya." Kinar menyunggingkan senyuman, lalu mengangguk.

"Nanti ada Kak Gilang kan, Kak?" Kinan mengangguk. "Nanti kamu duduknya sama Mamah Gilang ya."

Setibanya di aula universitas, Kinan ditelepon oleh Gilang yang ternyata sudah terlebih dahulu sampai di aula.

"Kamu dimana?" ya, sekarang Gilang menggunakan kosa kata aku-kamu pada Kinan, begitupun sebaliknya.

"Baru sampai. Masih di lobby. Kamu dimana? Sama tante gak?"

"Aku juga di lobby. di dekat lukisan besar." 

Kinan langsung memindahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Gilang. Disana, ia melihat laki-lakinya dengan kemeja putih yang dibalut jas hitam serta celana hitam. Sesaat Kinan tersenyum dan menggumamkan betapa tampannya Gilang hari ini. Kinan melambaikan tangan dan disambut senyuman lebar dari Gilang dan mamahnya. 

Kinan langsung menggandeng tangan Kinar dan berjalan menuju Gilang. "Halo, Tante." Sapanya.

"Kinar udah besar. Cantik banget kamu, sayang."

"Terimakasih, Tan." Jawab Kinar, tersipu malu.

"Kinan nitip Kinar ya, Tante. Biar gak kayak anak ilang dia."

Mamah Gilang tertawa mendengarnya, "Iya, tenang aja. Yuk... kita langsung masuk aja"

Kinan dan Gilang masuk ke aula, begitupun dengan Mamah Gilang dan Kinar. Mereka menempati tempat duduk yang berbeda dan di ruangan yang berbeda pula. Kebetulan, Kinan duduk bersebelahan dengan Ardina. Perempuan itu sudah duduk anggun di kursinya dengan mengenakan outfit berwarna merah muda.

Kinan langsung mengarahkan kameranya lalu memanggil Ardina. "Ardina... sini lihat" Kinan langsung menekan tombol kamera dan memotret Ardina. 

Melihat Kinan, Ardina membentangkan tangannya untuk memeluk Kinan. Kedua sahabat itu melepas rindu meskipun baru seminggu tidak bertemu secara personal. Ardina melambaikan tangannya pada Gilang yang berada di belakang Kinan. 

"Lo duduk dimana, Lang?" Tanya Ardina. Gilang menunjuk kursi tepat di belakang Ardina. "Lah, belakang gue banget dong. Kenapa sih lo gak bisa jauh-jauh dari Kinan?" ejek Ardina.

Kinan tertawa mendengarnya. Kemudian ia menyerahkan kamera ke Gilang dan memintanya untuk memotret Kinan dan Ardina. Mereka tersenyum ceria ke arah kamera, berganti pose , dan terus memasang wajah yang ekspresif. Gilang sempat terkikik melihat keduanya yang tidak ada rasa malu sama sekali di depan Gilang. Padahal, Ardina selalu menjaga image nya di depan laki-laki, especially laki-laki tampan.

"Prik banget lu, Din." ledek Gilang. Ardina hanya tertawa mendengarnya.

Prosesi wisuda berjalan dengan lancar. Saat nama Kinan disebutkan untuk menerima pelakat wisuda dan bersalaman dengan rektor, rasa haru tiba-tiba menyelimuti Kinan. Ia mengingat ibunya yang kalau saja ibunya bisa hadir pada wisuda nya, maka semua akan lebih indah. Kinan sempat menitikkan air matanya, namun segera dihapus saat mengingat betapa effort dirinya untuk merias diri. 

Momentum lucu Kinan saat sudah tiba di depan kamera. Ia melambaikan tangan dan membentuk tanda hati dengan kedua tangannya. Semua audiens tertawa. Ini benar-benar kenangan memalukan sekaligus menyenangkan bagi Kinan di hari bahagia-nya. 

Seluruh rangkaian acara wisuda telah selesai. Masing-masing fakultas memiliki acaranya sendiri, begitupun dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang memberikan arahan untuk foto angkatan. Gilang langsung menarik Kinan untuk berdiri di sampingnya. Ia merangkul bahu Kinan untuk segera mendekat. Semuanya bersorak gembira dan melempar toga.

Setelah sesi foto angkatan selesai, Gilang mengajak Kinan keluar aula dan berfoto di luar ruangan. Mereka membawa bucket bunga ataupun boneka yang dihadiahi dari adik tingkat. Gilang mendapat lebih banyak hadiah dari teman-teman fakultas lain yang satu organisasi dengannya. Gilang memang tipe mahasiswa organisasi, jadi dia memiliki banyak teman.

Ternyata Gilang mengajak Kinan untuk foto berdua. Mereka saling menunjukkan ketertarikan antar keduanya melualui foto. Memandang satu sama lain, berpegangan tangan, dan foto candid ala-ala. Kinan tertawa melihat betapa bucinnya mereka berdua. 

Tak hanya Kinan yang membawa kamera, Gilang pun membawa kamera polaroid. Ia mengajak Kinan untuk memotret sendiri. Tangan Gilang langsung melingkar di bahu Kinan, dan Kinan ber-pose mencubit pipi Gilang. Mereka berdua tertawa melihat kamera. Hasil foto muncul seketika dan menampilkan dua sejoli yang sedang kasmaran.

"Ini buat aku ya. Lucu bangett" kata Kinan, Gilang mengangguk.

Foto kedua, Kinan dan Gilang ber-pose membentuk love sign dengan sebelah tangannya masing-masing. "kok gue geli ya, Nan." Gilang berbisik pada Kinan. Wanita yang diajaknya mengobrol pun ikut tertawa mendengarnya, sejujurnya dirinya pun juga merasakan awkward saat harus melakukan gaya itu.

Namun pada akhirnya, mereka hanya bisa tertawa saat melihat hasil foto yang absurd itu. Lucu dan terlihat sekali mereka sangat bahagia hingga mata Gilang hanya terlihat seperti garis tipis, begitupun dengan Kinan yang lesung pipi nya mencuat karena tawa bahagianya.

Kinan memandang sejenak Gilang yang masih tertawa melihat hasil foto polaroid mereka. "Gilang" panggilnya. Gilang menoleh dan menatap balik mata Kinan. "Makasih ya udah mau temenin dari dulu sampai sekarang."

Gilang tersenyum tipis, "Anytime. Kamu gak usah terimakasih. Yang ada, aku yang makasih sama kamu karena udah mau balas perasaan aku. Aku malah takut kalau kamu gak bisa balas perasaan aku, dan kita malah  jadi canggung" Kinan tak membalas lagi. Ia hanya bisa tersenyum sambil terus menatap lekat Gilang. "aku udah janji sama Ibu kalau aku bakal terus jagain kamu. Kamu mau kan nerima aku jadi penjaga kamu selamanya?"

Kinan langsung mengerutkan dahinya, ia memukul pelan bahu Gilang. "Apaan sih? Aneh banget deh kalau ngomong begitu."

Saat sudah bersiap untuk memukul pelan lengan Gilang kembali, tangan Kinan langsung ditarik mendekat dan digenggamnya dengan erat.

Tiba-tiba saja Gilang berkata, "Konsonan langit yang akan menjadi sebuah takdir cinta kita, menjadikan hamparan bahwa saksi ini, detik ini, secara sinaran ultra feng yang mulai dinaungi oleh green day akan menjadi cranberries cinta kita menjadi nyata."

Mereka tertawa bersama. Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan dan tidak dapat dilupakan. Janji Gilang, kebersamaan mereka, dan tawa renyah menghiasi hari ini. 

Betapa bahagianya Kinan rasakan kebersamaan dengan teman-teman yang lain, perjuangan yang mereka lalui bersama, isak tangis yang datang bersamaan dengan tugas menumpuk. Kinan mungkin akan merindukan naik ke lantai 4 fakultas saat lift sedang mengalami "trouble life" Begitulah Kinan dan Ardina menyebutnya. Kinan pasti akan mengingat perjuangan itu.

Bersama dengan Gilang sejak masih masa sekolah, membuat mereka semakin mengerti satu sama lain. Masa depan masih menjadi sebuah misteri, bahkan 5 menit dari sekarang pun kita tidak akan tahu apa yang terjadi. 

Semoga masa depan Kinan dan Gilang menjadikan diri mereka lebih baik, lebih saling menguatkan, dan diresmikan pada sebuah ikatan. 

❤️❤️❤️

AUTHOR's NOTE

Ayo kita tumpengan... akhirnya sudah COMPLETED!! Semoga mengobati rasa penasaran kalian ya...

Terimakasih banyak-banyak untuk kalian para pembaca yang sudah mengikuti cerita ini dari awal dan setia menunggu sampai tamat. Maaf banget kalau cerita ini sempat vakum lama banget. Semoga setelah ini, aku bisa menghasilkan banyak cerita lainnya.

Sekali lagi terimakasih ya. Tunggu karyaku lainnya...

Jangan Bilang Kita Sahabat (COMPLETED)Where stories live. Discover now