JBKS 10.

176 14 3
                                    

"Ibuuuuu ... Laras pulang."

"Assalamualaikum dulu kali, Mbak." Kinar keluar dari kamarnya dengan mata yang sembab dan suara yang sedikit gemetar.

"Kamu kenapa? Diputusin pacar?" Tanya Kinan heran.

Kinar meneguk air dari botol di kulkas. "Ending drama yang aku tonton bikin sedih."

Kinan berusaha untuk tidak memutar bola matanya. "Dasar abege labil."

"Bawa apaan tuh, Mbak?"

"Makanan. Mau? Nih ambil. Aku udah kenyang."

Kresek yang dibawa Kinan langsung disambar Kinar. Sepulang dari rumah Gilang tadi, Kinan dibawakan pasta dari Mamah Gilang yang dibungkus dalam kotak makan.

"Wuih makanan dari siapa nih, Mbak?"

"Udah makan aja, gak usah banyak nanya." Kinan duduk di meja makan, mengamati Kinar yang melahap makanannya. "Ibu mana?"

"Tuh lagi di kamar."

Kinan langsung melangkahkan kakinya untuk menyambangi ibunya di kamar. Ternyata beliau sedang duduk sambil memangku sebuah album foto yang ujung sampulnya sudah digerogoti rayap.

"Ibu? Ngapain?" Kinan langsung masuk tanpa mengetuk.

Sang ibu menyeka pipinya sebelum tersenyum lebar. "Loh, Ras. Udah pulang?"

"Laras dikasih makan sama Tante Rita. Ibu udah makan?"

Perempuan yang sudah berumur itu mengangguk lantas tersenyum. "Udah. Di meja makan masih ada sayur asam, kesukaan kamu kan."

Hati Kinan mendesir. Ia tahu kalau ada yang berbeda dari sikap ibunya itu. Bekas air mata yang belum kering sempurna menjadi bukti kalau ibunya tadi habis menangis. Kinan tidak tahu penyebabnya apa, tapi ia harus memenangkan sang ibu.

"Ibu kenapa? Habis nangis ya?"

Bibirnya bergetar, "gak kok, sayang." Lalu getaran itu semakin hebat dan isakan ibunya membuncah.

Sangat jarang bagi Kinan melihat sang ibu menangis seperti yang ditampakkan nya sekarang. Dan saat melihat wanita yang paling ia sayangi menangis, hatinya seperti teriris pisau kasat mata.

Sakit, tapi tidak berdarah.

Kinan memeluk tubuh ibunya, menenggelamkan kepalanya di pundak. "Ibu cerita sama Laras. Kenapa ibu nangis? Ada yang kabarin ibu ya? Biar Laras yang balas."

"Gak, sayang. Ibu cuma kangen aja sama ayah."

Kinan menarik buku album yang ada di pangkuan ibunya. Lalu membuka setiap lembar yang sudah kusam termakan oleh waktu.

Sudah lima tahun Kinan ditinggalkan oleh sosok laki-laki satu-satunya di keluarganya. Dan kini, sang ibu sedang merindukan pemilik bahu yang selalu ada di setiap kesedihannya.

Kinan mengusap bahu sang ibu, berharap agar emosinya mereda dan semakin tenang.

"Kita berdoa sama-sama semoga ayah dapat tempat yang terindah dan terbaik di sisi Allah ya, Bu."

"Aamiin ... Kamu buruan bacain Yasin buat ayah ya, Ras. Udah shalat isya?"

Kinan meringis. Terakhir ia shalat Maghrib di rumah Gilang. "Yaudah, Laras ke kamar dulu ya, Bu."

"Jangan mandi malem-malem loh ya, Ras."

"Siap ibu bos." Kata Kinan dengan gaya hormat bak prajurit yang mematuhi seniornya.

❤️❤️❤️

Sore ini sepulang ngampus, Kinan dan panitia makrab yang lain dijadwalkan akan mengadakan rapat pertama mereka. Dio sebagai ketua pelaksana sudah sejak pagi menggembar-gemborkan di ruang chat grup khusus panitia. Kinan yang sudah ingin angkat kaki dari gedung, langsung dihalang oleh Gilang dengan tubuhnya yang menjulang tinggi di depan pintu.

Jangan Bilang Kita Sahabat (COMPLETED)Where stories live. Discover now