JBKS 1

884 42 1
                                    

"Sst ... Sst ... Kinan." konsentrasi Kinan saat membulatkan kunci jawaban, seketika buyar akibat tusukan ujung pensil yang mengenai bahunya. Ia menggeser letak kursinya sedikit menjauh.

"Woy, Kinan!" kali ini lemparan serpihan penghapus mengotori lembaran kertas jawaban miliknya.

Kinan menoleh ke sumber suara yang membuatnya jengkel setengah mati. "Apaan sih, Lang?"

"Bagi nomor dua tiga dong." Gilang memohon dengan wajah yang memelas.

"G" katanya malas.

"Oh oke. Thanks" ia kembali memutar tubuhnya ke posisi yang benar. "asem!! Kunci jawabannya cuma sampai E, pirang!"

Kinan tetap diam seribu bahasa. Laci penutup CPU computer ia buka agar lebih memiliki jarak dari Gilang.

"Kinan, bantu gue kek. Buntu banget nih otak gue!"

"Makanya pake GPS biar gak kena jalan buntu." sarannya sambil berbisik.

Gilang masih belum menyerah dan kian menyudutkan Kinan untuk memberinya kunci jawaban. "Ah elah, Nan. Serius gue."

"Gue dua rius."

"Oke. Entar pulang lo naik angkot atau gak naik ojol, jangan nebeng sama gua. Bodo amat!!" ancamnya.

Mendengar ancaman Gilang yang bagaikan petir di tengah hari bolong, membuatnya menoleh dan langsung menyodorkan lembar jawaban yang sudah separuh terisi.

Senyuman iblis muncul di wajah Gilang. "Wah gak usah kasih semuanya juga kali, Nan. Gue cuma minta nomor 23 sampe 40."

Kinan memutar bola matanya. "Itu sama aja lo minta semuanya, Lang!"

"Thankis, Nan! Lo emang yang paling bisa ngertiin gue." kata Gilang sambil mendorong pelan bahu Kinan.

"Berisik lo!"

Gilang hanya terkekeh pelan dan melanjutkan menyalin jawaban dari Kinan.

❤❤❤

Matahari masih menggantung tepat di atas mereka ketika Kinan dan Gilang berjalan bersisian setelah menempuh 40 soal ujian dalam waktu 1 jam.

Nampak perbedaan raut wajah di antara keduanya. Kalau Gilang langsung cerah saat kakinya melangkah keluar melewati pintu ruangan CBT, namun beda hal nya dengan Kinan yang justru nampak masam.

"Muka disisir. Jangan rambut doang." ledek Gilang.

"Gak denger ... Gak denger." Kinan semakin mempercepat langkahnya menjauhi Gilang sembari menyusupkan telunjuknya ke lubang telinga.

Namun bukan Gilang namanya kalau ia langsung menyerah untuk meledek Kinan.

"Ah gak asik lo, Nan. Masa minta contekan aja, lo ngambek."

Ucapan Gilang membuat kaki-kaki jenjang Kinan yang berbalut jeans biru berhenti melangkah. "Minta contekan aja?" ia cukup melakukan penekanan pada kata tersebut. "eh bocah! Emang lo pikir gue ngerjain 40 soal itu tinggal merem doang?"

"Ya tapi kan gue cuma minta jawaban dari nomor 23, Nan. Bukan semuanya." belanya.

"Oh kalo cuma minta di pertengahan, namanya bukan nagih contekan?" tangan Kinan bersedekap di dada.

Gilang menggeleng. "Itu namanya membantu teman."

Kepala Gilang oleng ke samping akibat dorongan dari jari telunjuk Kinan.

Ia kembali berjalan menjauhi Gilang. Walaupun mereka sahabat, tapi Kinan memiliki prinsip untuk tidak memberi maupun meminta contekan saat ujian.

Bokongnya ia dudukkan di bangku hijau tepat di depan kedai Siomay. "Bi, siomay campur batagor ceban ya."

Jangan Bilang Kita Sahabat (COMPLETED)Where stories live. Discover now