8. Mengingatkan

24 14 0
                                    

Sebab semua yang besar dan nyaman di muka bumi ini berawal dari yang kecil dan ketidaksengajaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebab semua yang besar dan nyaman di muka bumi ini berawal dari yang kecil dan ketidaksengajaan.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Ceklek!

"Udah pulang, nak?" Suara tersebut yang pertama kali masuk ke dalam rungu Nata setelah ia menutup pintu.

"Iya." Jawabnya.

Pria itu kemudian menoleh pada seikat bunga yang dipegang oleh Nata. "Beli bunga? Buat siapa?"

Nata melirik bunga tersebut. "Buat bibi."

"Ehhh, Den Nata udah pulang, mau air es?" Bi Mimin datang dari arah dapur sembari mengelapkan tangannya yang basah pada apron yang ia kenakan. Lantas Nata menggelengkan kepalanya. "Enggak usah bi. Oh iya, ini bunga buat bibi." Ia memberikan seikat edelweis itu pada Bi Mimin.

"Loh 'kan bibi gak lagi ulang taun 'kok bibi dikasih bunga?"

"Enggak papa atuh bi. Nata lagi mau ngasih aja."

Bi Mimin masih menatap seikat edelweis itu dengan tatapan bingung tetapi sesekali juga tersenyum.

"Yaudah Nata ke kamar duluan ya, pah, bi?" Kemudian anak itu bergegas naik ke lantai dua.

Rama menatap punggung anaknya sampai menghilang dibalik pintu, kemudian pria paruh baya itu menghembuskan napas.

"Bapak mau teh?" Tawar Bi Mimin. Ia rasa hanya itu yang dapat ia lakukan jika melihat tuannya tampak gelisah.

"Enggak deh, bi." Tolak Rama.
"Ngomong-ngomong, Nata punya pacar ya, bi?" Lanjutnya.

Bi Mimin terdiam. Sejauh ini ia tidak pernah mendengar Nata mengenalkan seseorang padanya, dan melihat anak itu membawa seseorang ke rumah. Jelas klise jika Nata memiliki teman dekat yang tidak dikenalkan padanya.
"Bibi enggak tau pasti pak. Soalnya aden enggak bilang apa-apa sama bibi."

Rama tampak merenung. "Emangnya kenapa pak?" Tanya Bi Mimin.

"Ituu, edelweis. Saya jadi ingat Inggit." Terang Rama.

Bi Mimin ikut termenung. Inggit-istri Rama sangat menyukai bunga edelweis. Bagaimana pun caranya, setiap pekan ia akan menyempatkan waktu untuk membeli bunga tersebut lalu menata dengan indah di atas nakas kamar, meja ruang tamu dan ruang kerja suami nya. Ia juga membuat rangkaian kecil dari edelweis dan menyiapkannya dalam jumlah banyak untuk dibagikan pada anak-anak panti saat acara santunan. Begitu melihat Nata membawa bunga itu ke rumah, Rama merenung cukup kuat untuk menyimpulkan pembenaran dari dirinya sendiri. Bolehkah ia berharap? Rama ingin melihat senyum itu saat bunga edelweis ia bawa pulang dengan hati-hati.

10 tahun yang lalu ...,

"Nata sayang, semangat ya sekolahnyaaa!" Ujar Inggit. Nata kecil itu mengangguk penuh semangat.

SAUJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang