20. Raga Rasa

19 14 1
                                    

Raganya memang di sini, namun rasanya jelas di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raganya memang di sini, namun rasanya jelas di sana.

~ Saujana

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Pukul 18:00 mereka pergi ke Banyuwangi, karena sebelumnya mobil hanya ada satu jadi mereka menyewa satu mobil agar bisa berangkat bersama-sama. Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga jam akhirnya mereka tiba di Kota Banyuwangi. Tetapi, tidak sampai di sana, mereka harus menempuh perjalanan lagi sekitar satu jam dua puluh menit untuk tiba di Pos Paltuding sebagai tempat awal pendakian. Dan sesampainya di Pos Paltuding mereka diberi arahan oleh petugas.
Mereka menunggu beberapa jam sampai akhirnya memulai pendakian pada pukul 01:30 dini hari.

Sepanjang perjalanan mereka saling membantu dan memerhatikan. Yang berjalan paling depan Bima, Deka, Dani dan Fian, lalu di tengah-tengah para perempuan dan di paling belakang ada M kemudian Nata.

"Masih lama?" Tanya Fian sambil menyusut keringat yang terjatuh di pelipisnya.

"Baru juga jalan tiga puluh menit." Sahut Deka.

"Capek, istirahat dulu, dong," Pinta Fian. Lalu mereka berhenti disebuah lahan datar dibawah pohon.

"Katanya habis workout." Cetus Bima dengan nada meledek.

"Tau padahal badan cungkring juga." Timpal Deka.

"Aman, guys?" Tanya Nata dari belakang.

"Aman, Ta, cuman nih bocah, capek." Sahut Bima sembari menunjuk Fian yang terduduk di tanah.

Nata tersenyum, kemudian melirik Arina yang sedang diam memerhatikan Fian.

"Kebangetan. Kalah, lu, sama cewek-cewek." Cerca Dani.

Fian membuat napasnya kasar. "Udah ayok! Gak solid amat sama temen sendiri." Ia menggerutu kesal kemudian berjalan lebih depan dengan langkah lebar, dan yang lainnya hanya tertawa kecil melihat tingkah laki-laki itu.

Jalur pendakian Gunung Ijen memang tidak terlalu sulit untuk para pemula. Tetapi, mereka juga harus hati-hati karena melewati beberapa track yang cukup menantang. Di antaranya beberapa sudut tanjakan yang memiliki kemiringan mencapai 45 derajat terhadap bidang datar.

"Eh,"

"Rin?" Dengan sigap ia memegang tangan Arina karena gadis itu hampir terperosok ke jurang yang berada di sisi kanan jalur pendaki.

Maretta segera menoleh ke belakang. Ia mendapati Arina yang tangannya sudah dipegang kuat oleh M.

"Rin, gak papa?" Tanyanya memastikan. Gadis itu menggeleng. "Gak papa, Ret, lanjut aja." Balasnya.

"Kenapa?" Seru Bima dari depan.

"Bilangin aman, M." Pinta Arina dengan suara pelan.

M menatap sekilas gadis itu lalu menyahut. "Aman, lanjut!"

SAUJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang