22. Hanya

16 6 0
                                    

Dia akan lelah, namun lelahnya tidak cukup untuk menghilangkan perasaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia akan lelah, namun lelahnya tidak cukup untuk menghilangkan perasaannya.

~ Saujana

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Jarak antara Bumi dan Matahari itu sangat jauh. Namun, kehidupan di Bumi jelas tidak ada tanpa sinar matahari. Bumi perlu cahaya yang meneranginya agar gelap tidak selalu mengurungnya. Pantai Papuma begitu indah, tempat ini menjadi salah satu perwujudan fungsi cahaya matahari yang memberikan banyak warna. Deru ombak yang berirama dan suara burung yang terbang bersahutan seperti Degung yang dimainkan. Nata, Bima, Deka, Arina, Maretta dan kelima teman lainnya sangat menikmati segala yang ada di Pantai Papuma. Keindahan, ketakjuban, dan keseruan mereka racik dalam permainan-permainan kekanak-kanakan. Dari mulai bermain bola, kejar mengejar dan bermain air. Mereka benar-benar membuat momen liburan. Mungkin jika mereka masih SD, saat masuk sekolah nanti mereka akan menceritakan pengalaman mereka hari ini kepada teman-temannya sembari tersenyum malu-malu.

"Satu ..., dua ..., tiga!"

Cekrek!

Satu gambar berhasil M ambil dari kamera milik Maretta. Ia memfoto Arina, Kirana, Maretta dan Lola yang bergaya dengan latar laut lepas. Hasil jepretan nya tidak usah diragukan lagi, sebab M cukup ahli dalam bidang foto memfoto.

Setelah mengambil beberapa jepretan berikutnya formasi perempuan pun selesai, disusul oleh Fian dan Dani yang berpose saling merangkul.

Setelah sesi berfoto Arina tiba-tiba saja diekori oleh Nata. Laki-laki itu cepat menyejajarkan langkahnya dengan Arina yang sedang menyusuri pesisir pantai. Nata tampak tidak terlalu peduli dengan orang-orang disekitarnya. Maretta yang sebelumnya berjalan di samping Arina mengurungkan niatnya dan membiarkan gadis itu hanya berjalan dengan Nata.

Arina berpikir tidak jadi menyusuri pantai, namun Nata menyuruhnya untuk meneruskannya.

Kenapa laki-laki itu?

Arina berpikir keras. Ia merasa Nata tidak pantas melakukan tindakan seperti ini apalagi terlihat oleh teman-temannya. Bagaimana jika mereka bertanya? Apa yang harus Arina katakan?

"Mau Es Kelapa?" Tawar Nata.

Arina menggelengkan kepalanya. Mereka melanjutkan langkahnya. Dengan ekor matanya Arina dapat melihat satu orang laki-laki yang hendak mendekatinya namun ditahan oleh satu laki-laki lain. Ada juga yang tampak terdiam, tapi Arina tidak bisa menebak tatapan orang itu ke mana.

"Gak papa 'kan?"

Tercampurlah fokus Arina saat suara bariton Nata memasuki rungunya. Padahal, sebelumnya ia sedang menerka-nerka tatapan laki-laki di ujung itu menatap ke arah dia atau tidak. Karena jika ya, Arina tidak bisa berkata apa-apa bila nanti ia bertanya.

"H-hh?" Respon Arina jelas tidak karuan.

"Sorry lancang." Ucap Nata.

Arina menekuk alis. Lalu, Nata melirik sekilas M yang berada di ujung sana. "Arin, maaf kalau sejauh ini, gue, lebih maksa. Gue, gak bermaksud menjadi pengganggu. Dan ..., soal yang satu bulan ke belakang anggap aja itu angin lalu."

SAUJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang